nusabali

Tangkal Serangan Covid-19, Krama Pegubugan Nyejer Ida Bhatara

  • www.nusabali.com-tangkal-serangan-covid-19-krama-pegubugan-nyejer-ida-bhatara

AMLAPURA, NusaBali
Masyarakat atau krama Bali punya daya kearifan lokal tersendiri dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang melanda Bali sejak Maret 2020.

Krama Banjar Adat Pegubugan, Desa Adat Duda, Kecamatan Selat, Karangasem, misalnya, nyejer tapakan Ida Bhatara Sakti berupa Barong selama 42 hari. Tujuannya, memohon agar krama terlindungi dari serangan wabah Covid-19 yang kian menakutkan.

Ida Bhatara nyejer sejak Sukra Kliwon Sungsang, Jumat (11/9), dan masineb pada Saniscara Pon Pahang, Sabtu (24/10). Selama Ida Bhatara Sakti nyejer, seluruh krama Banjar Pegubugan menggelar persembahyangan. Persembahyangan diantarkan Mangku Ida Bagus Bajra dari Griya Taman, Banjar Pegubugan. Dalam persembahyangan ini, semua krama berharap agar dapat perlindungan dan dijauhi dari wabah virus corona.

Kelian Banjar Adat Pegubugan I Wayan Mudiasa yang mengoordinasikan setiap kegitan krama. ‘’Nedunang Ida Bhatara Sakti ini bertujuan untuk mohon perlindungan agar dijauhi dari serangan Covid-19,’’ ujarnya kepada NusaBali di sela-sela ngayah di palinggih Ida Bhatara Sakti, Banjar Pegubugan, Desa Duda, Kecamatan Selat, beberapa waktu lalu.

Wayan Mudiasa mengatakan, nedunang Ida Bhatara Sakti selama 42 hari, telah menjadi tradisi turun temurun, jika terjadi wabah. Dia mebceritakan, tahun 1958 di banjar ini pernah terjadi wabah muntaber. Saat itu juga nedunang Ida Bhatara Sakti disertai menggelar persembahyangan bersama setip hari, berlanjut makemit selama 42 hari secara bergantian. Ritual yang sama juga dilakukan tahun 1978, juga karena terjadi wabah muntaber. Jelas dia, Ida Bhatara nyejer 42 hari saat memulai terjadi serangan Covdi-19 sejak Saniscara Pon Pahang, Sabtu (28/3). Ida Bhatara masineb Saniscara Kliwon Uye, Sabtu (9/5). Kali ini, kembali Ida Bhatara Sakti nyejer 42 hari, dengan tujuan yang sama.

Krama silih berganti menggelar persembahyangan. Usai muspa, krama mohon tirta dan benang tridatu dijadikan gelang di lengan kanan. Benang ini sebagai bentuk anugerah agar selalu dapat perlindungan secara niskala.

"Semoga dengan nyejerang Ida Bhatara Sakti ini, krama dapat perlindungan dan dijauhi dari wabah virus corona," jelas Mudiasa.

Dia mengakui, sejak pandemi Covid-19, seluruh sendi kehidupan krama tak berdaya. Harapannya agar pandemi Covid-19 segara berakhir sehingga aktivitas sosial kembali normal, terutama aktivitas pendidikan, ekonomi, dan lainnya. Harapan itu, jelas Mudiasa, bukan saja menjadi permohonan krama Banjar Adat Pegubugan, namun juga permohonan umat sedharma.

Mudiasa mengisahkan, menurut sejarah, sebenarnya Ida  Bhatara Sakti matapakan barong yang disungsung (dimuliakan) krama, atas petunjuk Ida Pedanda Gede Ngenjung (almarhum) dari Griya Taman, Banjar Pegubugan, Desa Duda, Kecamatan Selat. Beliau menjadi sulinggih tahun 1950-an. Suatu malam Ida Pedanda Gede Ngenjung menggelar semedi di Pura Dalem, Desa Adat Geriana Kangin, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat. Saat suntuk semedi menyaksikan ada bola api bergerak secara ajaib menuju batang pohon di Pura Dalem. Batang pohon pule itu lah kemudian dimohon, dijadikan tapel barong.

Setelah barong selesai dibuat, maka tiba gilirannya menggelar upacara pasupati barong di Pura Dalem, dipuput Ida Pedanda Gede Ngenjung, disaksikan krama dari Desa Adat Geriana Kangin dan Banjar Adat Pegubugan. Saat itu Ida Pedanda Gede Ngenjung mengeluarkan maklumat (pemberitahuan secara terbuka) di hadapan krama yang hadir, isinya adalah, nanti usai upacara pasupati, arwahnya akan masuk ke tapel barong itu.

Tiga hari setelah menggelar upacara pasupati, maka Ida Pedanda Gede Ngenjung, lebar. Itu berarti kekuatan gaib tapel barong tersebut dijiwai roh Ida Pedanda Gede Ngenjung, yang selama hidupnya dikenal sebagai penekun spiritual, dan balian. *k16

Komentar