nusabali

Badan Kesbangpol Mediasi Konflik Tanah Teba di Pejeng

  • www.nusabali.com-badan-kesbangpol-mediasi-konflik-tanah-teba-di-pejeng

GIANYAR, NusaBali
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Gianyar memediasi konflik pensertifikatan tanah teba di Desa Adat Jero Kuta Pejeng, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring.

Mediasi ini setelah muncul ancaman Desa Adat Jero Kuta Pejeng mengusir 2 krama yang kena sanksi kanorayang, I Made Wisna dan I Ketut Suteja, jika tidak bersedia minta maaf ke Desa Adat Jero Kuta.

Badan Kesbangpol mengawali rapat mediasi dengan mengundang krama yang keberatan, Kamis (15/10). Turut hadir, Tim Penanganan Konflik Kabupaten Gianyar, BPN Gianyar, Majelis Desa Adat Gianyar, dan Perbekel Pejeng Tjok Gede Kusuma Yuda. Hanya saja, Badan Kesbangpol baru sebatas meminta pendapat sepihak dari krama yang keberatan. Sedangkan Prajuru Desa Adat Jero Kuta Pejeng diundang terpisah dalam agenda rapat, Senin (19/10) mendatang.

Kepala Badan Kesbangpol Gianyar Dewa Gede Putra Amerta membenarkan bahwa pertemuan rapat pertama belum mengundang bendesa. "Bendesa memang kami  tidak undang hari ini. Baru pihak yang keberatan," ujarnya. Badan Kesbangpol berencana mengundang Bendesa Adat Jero Kuta Pejeng, Senin (19/10) nanti. "Rencanakan Senin, kami koordinasi dulu dengan prajuru saja. Setelah ada kesepakatan baru ketemu (prajuru dan krama yang keberatan, Red)," jelasnya.

Kata Dewa Amerta, pertemuan pertama ini baru sebatas  minta pendapat dan keinginan dari pihak yang keberatan. "Rapat kedua, kami akan panggil prajuru untuk ajak rembug. Setelah kami catat keinginan para pihak, selanjutnya bisa ndak dimediasi. Baru kedua pihak kita pertemukan," jelas Dewa Amerta ditemui usai rapat. Dia Sementara perwakilan krama, Putu Puspawati mengatakan kedatangan puluhan krama ini karena ingin memastikan proses mediasi yang berlangsung. Puluhan krama ini mengajukan keberatan atas tanah teba yang disertifikatkan menjadi atas nama desa adat. "Yang hadir ini pun sudah perwakilan saja, dari 80 song yang mengajukan keberatan," katanya.

Puspawati menilai dijatuhkannya sanksi kanorayang kepada dua warga yakni Ketut Suteja dan Made Wisna ini tidak benar, karena tanpa melewati proses pembinaan terlebih dahulu. Terlebih ada ancaman pencabutan hak atas lahan desa adat milik dua warga yang kena kanorayang ini. Hal itu dinilai sebagai upaya intimidasi oleh pihak prajuru Desa Adat Jero Kuta Pejeng. "Ini seperti ada intimidasi terhadap pihak yang kena kanorayang, dengan ancaman tanahnya diambil. Kami harapkan tadi bBendesa adatnya hadir, karena kami ingin tahu apakah itu akan dilakukan atau tidak," ucapnya.

Meski demikian dia mengaku tetap mengikuti upaya mediasi, sembari menunggu proses hukum di kepolisian. Dia mengajak seluruh pihak terkait menunggu proses hukum yang kini berjalan di Mapolres Gianyar. "Sebagai warga negara yang baik, tunggulah proses hukum untuk menentukan mana bisa dan tidak. Sebab setiap warga negara berhak melapor dan dilaporkan," katanya.

Terpisah, Perbekel Desa Pejeng Tjok Gede Agung Kusuma Yuda menyarankan dua krama Made Wisna dan Ketut Suteja untuk mencabut laporan di Mapolres Gianyar.  Dengan pencabutan laporan itu, dirinya bersedia memediasi kasus itu. "Kalau mau cabut laporan, kan bisa saya bantu komunikasikan (cabut sanksi kanorayang). Tapi dia masih bersikukuh, walau kami tahu laporan itu tidak akan berpengaruh secara langsung kepada status tanah, tapi ini pengaruh pada image, karena menyeret prajuru desa khususnya bendesa," katanya.

Cok Agung menegaskan sertifikat tanah teba yang dipersoalkan oleh puluhan krama itu sudah selesai. Kalau mau mempersoalkan harusnya menempuh jalur perdata di pengadilan. *nvi

Komentar