nusabali

Desainer Sering Dibayar '3 M', Kemenparekraf Keluarkan 'Buku Putih'

  • www.nusabali.com-desainer-sering-dibayar-3-m-kemenparekraf-keluarkan-buku-putih

DENPASAR, NusaBali
Profesi desainer menjadi sosok di belakang layar terwujudnya estetika keindahan sebuah karya. Bisa berwujud ekterior ataupun interior bangunan,  kerajinan, hingga fesyen.

“Profesi desainer tidak ada acuan harga. Bahkan banyak terjadi ketimpangan satu sama lain. Malah ada yang dibayar ‘3 M’,” kata Dian Permanasari, Koordinator Kajian Strategis Industri Investasi dan Pemasaran Kemenparekraf.

Maksud ‘3 M’ ini bukan nominal angka Rp 3 miliar. “Sering kan setelah desain selesai, penerima jasa  hanya bilang ‘makasih, makasih, makasih’,” seloroh Dian Permanasari.

Karena itu, lanjut Dian Permanasari, Kemenparekraf menerbitkan buku Desainer sebagai panduan bagi para desainer di Indonesia. Buku yang juga bisa diunduh di laman Kemenparekraf ini memberi arahan para desainer dalam berbagai hal. Mulai menghitung rancangan anggaran biaya, kalkulasi penetapan harga, cara membuat kontrak hingga hak-hak desainer.

‘Buku Putih’ Desainer ini disosialisasikan di Temu Coffee Seminyak, Kamis (15/10) petang, yang dirangkaikan dengan webinar bersama pelaku desainer Indonesia berikut stakeholdernya. “Sebelumnya, sosialisasi sudah dilakukan di Yogyakarta, dan setelah Bali akan dilanjutkan di kota besar lainnya,” kata Dian.

Terbitnya buku yang sudah dijadikan materi pengajaran pada beberapa institusi pendidikan itu pun disambut gembira oleh asosiasi-asosiasi desainer.  Pasalnya, diakui para desainer di Indonesia saat ini masih lebih banyak dinilai sebagai pelengkap, sehingga penghargaan atas profesi desainer dirasakan masih kurang. “Para desainer kerap dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan yang bukan bagian mereka. Posisi tawar pun lemah,” ungkap Moch Reffrajaya, Anggota Dewan Himpunan Desainer Interior Indonesia.  

Pengguna jasa desainer diakuinya kerap membuat kompetisi antar para desainer dalam berbagai asosiasi berdampak pada perang harga. “Karena selalu yang dicari yang murah, bukan kualitas. Ini sangat tidak sehat,” sorot Reffrajaya.

Setelah buku pertama, saat ini sedang disiapkan buku kedua dan ketiga yang menjadi panduan bagi para desainer. Untuk buku kedua, disebutkan oleh Dian, juga akan mengupas tuntas sektor desainer fesyen. “Proses terbitnya buku ini memang tidak mudah. Kami kumpulkan asosiasi membahas berbagai tantangan di dunia desain. Intinya kami ingin berkolaborasi memajukan industri kreatif bersama-sama,” kata Reffra soal ‘buku putih’ yang digagas sejak 2016 tersebut.

Profesi desainer di Indonesia sendiri tergolong lumayan banyak. Berdasar data survei ekonomi tahun 2016, jumlah desainer di Indonesia mencapai 27.264 orang. “Setelah empat tahun pastinya bertambah banyak, apalagi di Indonesia ada 27 perguruan tinggi di bidang interior. Belum lagi desain grafis dan desain fesyen yang sangat cepat menghasilkan desainer-desainer baru,” pungkas Dian. *mao

Komentar