nusabali

Tiga Juri Apresiasi Mitos-mitos yang Diangkat dalam Film

Dari Ajang ‘NusaBali Horror Film Festival’ Serangkaian HUT ke-26 Harian Umum NusaBali

  • www.nusabali.com-tiga-juri-apresiasi-mitos-mitos-yang-diangkat-dalam-film

Mereka yang jadi juri dalam NusaBali Horror Film Festival, masing-masing I Gusti Putu Bawa Samar Gantang (asal Tabanan), Devina Sofiyanti (asal Bandung, Jawa Barat), dan I Gusti Made Aryadi (asal Klungkung)

DENPASAR, NusaBali
NusaBali Horror Film Festival yang digelar serangkaian HUT ke-26 Harian Umum NusaBali, menyisakan sejumlah kesan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk para juri: I Gusti Putu Bawa Samar Gantang, Devina Sofiyanti, dan I Gusti Made Aryadi. Mereka mengapresiasi kreativitas kawula muda dalam berkreasi di masa pandemi Covid-19, dengan mengangkat mitos-mitos dalam film horor.

Penyelenggaraan perdana NusaBali Horror Film Festival ini dimulai sejak Agustus 2020. Sedangkan Malam Penganugerahan NusaBali Horror Film Festival digelar di Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang, Kecamatan Denpasar Utara, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Dalam proses penjurian yang berlangsung akhir September hingga awal Oktober 2020, menghadirkan tiga tokoh berpengalaman, yakni I Gusti Putu Bawa Samar Gantang, Devina Sofiyanti, dan I Gusti Made Aryadi. Ketiga juri ini melakukan proses penjurian secara terpisah, karena situasi pandemi Covid-19. Meski tak bisa hadir secara langsung, masing-masing juri memberikan pendapatnya melalui video yang ditayangkan saat Malam Penganugerahan NusaBali Horror Film Festival.

Secara umum, ketiga juri mengungkapkan kekaguman atas mitos-mitos daerah yang diangkat oleh para sineas muda dalam filam yang disertakan ikut NusaBali Horror Film Festival. IGP Bawa Samar Gantang, misalnya, mengungkapkan kekagumannya kepada anak-anak muda karena telah mampu menghasilkan karya-karya yang bagus.

“Yang paling berkesan itu, ya yang mengambil dari suasana alam. Yang alami itu saya suka,” ujar penyair kelahiran Tabanan, 27 September 1949 ini. “Terlepas dari itu, saya merasakan ini sudah merupakan kemajuan yang luar biasa, anak-anak muda bikin yang seperti ini,” lanjut penyair yang telah menerbitkan sejumlah karya puisi, kumpulan Cerpen, hingga novel horror ‘Leak Tegal Sirah’ pada 2019 ini.

Samar Gantang yang telah berkiprah dalam dunia sastra sejak 1973, juga berpesan kepada para peserta untuk memberikan unsur-unsur pendidikan dalam karya-karya yang dibuat selanjutnya. “Pesan saya, supaya membuat film apapun itu harus ada unsur-unsur pedagogis, unsur mendidiknya. Sebab sekarang itu kan yang paling krisis kita yaitu masalah moral,” terang peraih Satya Lancana Karya Sastra 20 Tahun dari Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000 ini.

Sedangkan juri kedua, Devina Sofiyanti, yang merupakan seorang director, production assistant, hingga penulis skenario, juga mengungkapkan apresiasinya kepada para peserta NusaBali Horror Film Festival. Yang paling menyenangkan bagi Devina saat menjadi juri di festival ini adalah bisa melihat semangat para sineas muda dalam membuat film, meskipun di tengah pandemi Covid-19.

“Film-filmnya pun sangat menarik, banyak yang mengangkat tema-tema dari daerahnya masing-masing. Selain itu secara teknis juga film-filmnya sudah banyak yang bagus sekali,” ungkap penulis skenario asal Badung, Jawa Barat yang juga Dosen Binus University ini.

“Mungkin harapannya ke depan untuk NusaBali Horror Film Festival ini, mudah-mudahan teman-teman semakin semangat membuat film, apa pun yang terjadi, apa pun yang sedang kita hadapi. Karena saya bangga sekali dengan semangat teman-teman,” lanjut Devina.

Devina sendiri sempat mengenyam pendidikan di New York, Amerika Serikat (2016-2017) dalam New York Film Academy Screenwriting Program. Kemudian, di Graduate School Jakarta Institute of the Arts Jakarta, Indonesia (2015-2017), dalam program Master of Urban Art.

Sebagai penulis naskah, Devina ikut terlibat dalam pembuatan film berjudul Rumah Aman, Menghijaukan Bumi, dan Membirukan Langit. Devina juga terlibat dalam pembuatan film Tiga Pilihan Hidup (2016), serial Rindu Suara Adzan (2014), dan Rewrite (2019) yang merupakan bagian dari Viu Original Series. Selain itu, Devina juga menyutradarai film pendek Behind The Rod (2019) dan menjadi co-produser pada web series Sore-Istri dari Masa Depan (2017). Proyek terbarunya yang tengah berjalan saat ini adalah feature film berjudul Zara, di mana Devina bertindak sebagai Director Writer.

Sementara itu, pujian terhadap peserta NusaBali Horror Film Festival juga disampaikan juri ketiga, I Gusti Made Aryadi. Pria asal Kelurahan Semarapura Kelod Kangin, Kecamatan Klungkung yang akrab disapa Gus Ari ini merupakan seorang filmmaker, sutradara, penulis naskah, dan content creator.

Pengalamannya sebagai seorang filmmaker tak perlu diragukan. Karyanya mulai  dari Jakarta Bertaksu (2013), Parjo (2013), Subak (2014), TMMD ke-95 Kodim 1610/Klungkung (2015), Kola Kapepedan (2016), Semarapura City Tour (2017), Kole Nak Nusa (2018), Sarvani Bhutani (2018), hingga Sama-sama Bersama (2019).

Gus Ari menyebutkan, dari sekian film yang masuk dan lolos seleksi dalam NusaBali Horror Film Festival, semuanya terbilang luar biasa, dan memiliki kualitas. Banyak film yang menampilkan beberapa kesan budaya, ada horornya, ada mistis dan mitos di berbagai daerah. “Dengan ini, saya melihat perkembangan film-film di daerah mempunyai kualitas cerita yang sangat bagus dan sangat menjual,” papar Gus Ari.

“Tema-tema yang saya lihat dalam NusaBali Horror Film Festival ini, ada dari beberapa mitos yang menampilkan budaya-budaya di berbagai daerah, yang terkadang masyarakat di Indonesia kan perlu tahu tentang cerita-cerita yang sangat menarik difilmkan, apalagi ini adalah mitos. Ada juga beberapa film dengan kesan komedi yang menambah hiburan ketika penonton menontonnya,” lanjut filmmaker muda kelahiran Semarapura, 19 April 1991 ini.

Tidak hanya mengomentari dan mengapresiasi film-film peserta NusaBali Horror Film Festival, Gus Ari juga memberikan tips-tips dalam membangun kesan horor dalam sebuah karya film. Dimulai dengan planting informasi, yakni memberikan beberapa kesan atau rasa penasaran, sehingga penonton akan tertarik untuk mengikuti alur cerita selanjutnya.

“Selain itu, penonton jangan pernah terjebak di beberapa cerita yang mana kesannya horror itu harus membunuh, harus mencelakai atau apa. Tetapi, bagaimana sekarang teman-teman bisa membuat ketegangan-ketegangan itu. Nuansa-nuansa tanpa hantu, misalnya, teman-teman bisa membuat itu menjadi hal yang menakutkan, itu luar biasa,” katanya.

“Tetapi, dari sekian banyak film ini, semuanya sih sudah mampu untuk menciptakan dimensinya masing-masing. Terakhir, ketika ini membuat sebuah cerita horor, carilah kisah-kisah yang dekat dengan lingkungan kalian,” imbuh Gus Ari yang juga sutradara film pendek berjudul Sama-sama Bersama. *cr74

Komentar