nusabali

Dituding Bohongi Krama, Bendesa Adat Lapor Polisi

Kubutambahan Bergolak Soal Bandara

  • www.nusabali.com-dituding-bohongi-krama-bendesa-adat-lapor-polisi

SINGARAJA, NusaBali
Suasana panas muncul di Desa/Kecamatan Kubutambahan, terkait rencana pembangunan bandara internasional di kawasan ini.

Tiba-tiba muncul sejumlah spanduk yang isinya tuding Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, membohongi krama adat, Minggu (11/10) pagi. Merasa namanya dicemarkan, Jero Pasek Warkadea pun lapor polisi.

Sejumlah spanduk yang memojokkan Jero Pasek Warkadea itu terpasang di areal parkir sebelah barat Pura Meduwe Karang, Desa Adat Kubutambahan. Sedangkan di depan Bale Banjar Kubuanyar, Desa Kubutambahan terpasang spanduk yang isinya menyebut Jero Pasek Warkadea bermain dengan pihak ketiga, sehingga menyebabkan utang Rp 1,4 triliun atas lahan duwen Pura Desa Adat Kubutambahan.

Beberapa warga yang menyebut dirinya perwakilan Desa Adat Kubutambahan juga tampak berkumpul di warung area parkir Pura Meduwe Karang, Minggu kemarin. Perwakilan komponen desa adat, Dr Sudjana Budi, mengatakan pemasangan spanduk yang isinya menyudutkan Jero Pasek Warkadea itu untuk memberikan info yang valid kepada krama desa.

Disebutkan, kisruh rencana pemanfaatan lahan duwen Pura Desa Adat Kubutambahan untuk pembangunan bandara internasional ini dipicu oleh ketidakhadiran Jero Pasek Warkadea saat paruman desa linggih di Pura Desa Adat Kubutambahan pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (6/10) lalu. Dalam paruman desa itu, Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra hadir guna melakukan sosialisasi kepada krama Desa Adat Kubutambahan terkait rencana pemanfaatan lahan duwen pura untuk pembangunan bandara.

Menurut Sudjana Budi, dalam paruman tersebut, krama desa dan krama desa linggih yang hadir menyetujui opsi yang ditawarkan pemerintah, yakni mengambil alih lahan adat dan bertindak sebagai pembeli berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012. Opsi itu dikeluarkan pemerintah, mengingat lahan duwen Pura Desa Adat Kubutambahan masih tersangkut persoalan sewa lahan dengan PT Pinang Propertindo.

“Kami mendesak JP (Jero Pasek Warkadea, Red) mengikuti dan mendatangani ketentuan paruman desa tanggal 6 Oktober 2020. Kalau tetap pada pendapat pribadi, mari lakukan paruman agung, bila perlu lakukan voting untuk kepentingan bersama,” ungkap Sudjana Budi yang juga Tim Ahli Gubernur Bali saat ditemui di areal parkir Pura Maduwe Karang, Minggu kemarin.

Sudjana Budi juga menjelaskan opsi pengambil alihan dan pembelian lahan duwen pura Desa Adat Kubutambahan oleh pemerintah, menjadi win-win solusi. Terlebih, saat ini status lahan duwen pura masih dalam kuasa Hak Guna Pakai (HGB) PT Pinang Propertindo, yang menyewa lahan tersebut selama 90 tahun sejak 1991, dengan perpanjangan 3 kali.

Versi Sudjana Budi, tanpa menyetujui opsi pemerintah membeli lahan duwen pura, sesungguhnya tanah yang masih dalam kuasa pemanfaatan HGB PT Pinang Propertindo sudah hilang. Pasalnya, tanah disewakan atas HGB selama 90 tahun, bahkan dalam waktu yang tidak ditentukan. Desa Adat Kubutambahan saat ini hanya memegang Surat Hak Milik (SHM) lahan duwen pura seluas 370,98 hektare, tanpa bisa memanfaatkannya.

“SHM yang dipegang oleh pibadi JP sebagai penghulu desa, sertifikat kosong. Hak pengelolanya investor. Sesungguhnya, hari ini (kemarin) krama sudah tidak punya tanah duwen pura. Tetapi, opsi pemerintah dengan membeli lahan duwen pura, pemerintah akan memberi jaminan di pengadilan Rp 50 miliar, lalu begitu Penlok (penetapan lokasi) bandara turun, pekerjaan dimulai. Ketika pekerjaan dimulai, tidak ada investor menuntut karena dilindungi regulasi pemerintah,” papar Sudjana Budi yang juga dosen Fakultas Ekonomi Unud.

Selain itu, kata Sudjana Budi, pemerintah yang membeli lahan duwen Pura Desa Adat Kubutambahan dapat menguntungkan karena desa adat akan mendapatkan uang hasil pembelian. Lahan duwen pura yang hilang dan menjadi tanah negara juga bisa dilakukan permohonan hibah ke depannya, melalui perjanjian khusus dengan Pemprov Bali. “Alangkah cantiknya, bandara kita punya, lahan desa adat kembali. Kalau menolak tanah desa adat hilang, bandara kita tidak punya, pilih yang mana? Orang cerdas pasti memilih tanah hilang, bandara ada,” kata tokoh berusia 65 tahun ini.

Menurut Sudjana Budi, ketidakhadiran Jero Pasek Warkadea dalam paruman desa juga dituding karena alasan individu. Sejumlah spekulasi pun muncul, di antaranya bermain dengan investor penyewa lahan hingga melancarkan pengajuan pinjaman utang sebesar Rp 1,4 triliun di sejumlah bank oleh investor, dengan menggadaikan Sertifikat HGB atas lahan duwen pura. Tudingan itu tertulis jelas pada salah satu spanduk yang dipasang Sudjana Budi cs, Minggu kemarin. Bunyi spanduk itu ‘Tanah Duwen Pura Ida Bhatara Ratu Pingit Diberi Hadiah utang 1,4 T oleh JP’.

“Kalau dia mengatakan sekarang atas nama Ratu Pingit, saya heran katanya tidak boleh menjual, lho membuat utang kok boleh dan utang itu dinikmati orang lain, dinikmati investor? Jual tanah yang dapat duit tidak boleh. Menjual dengan mencarikan Ratu Pingit utang boleh,” tandas Sudjana Budi, yang kemarin dampingi sejumlah krama Desa Adat Kubutambahan.

Sementara itu, Jero Pasek Warkadea geram dengan pemasangan spanduk yang menyerang dirinya secara pribadi. Tak terima tudingan tersebut, Jero Pasek Warkadea pun melaporkan Sudjana Budi ke Papolres Buleleng dengan tuduhan pencemaran nama baik, Minggu siang.

Ditemui sedusai pengaduan di SPKT Polres Buleleng, Jalan Pramuka Singaraja kemarin, Jero Pasek Warkade mengaku sangat diberatkan dan tidak terima dengan tudingan yang memojokkan pribadinya. Mantan Kepala Dinas Kebudaayaan dan Pariwisata Buleleng ini juga menyayangkan sikap sejumlah krama Desa Adat Kubutambahan, yang bertindak tanpa mengkonfirmasi dan meminta keterangan kepadanya.

“Kalau ada hal yang perlu dipertanyakan, mustinya saya dikonfirmasi dulu, jangan langsung cedeg seolah pembunuh karakter. Hati nurani saya tidak bisa terima seperti itu,” sesal Jero Pasek Warkadea yang kini menjadi Staf Ahli Bupati Buleleng, dengan nada geram.

Soal permasalahan lahan duwen pura yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan bandara, menurut Jero Pasek Warkadea, pihaknya sudah menyerahkan pemanfaatan lahan duwen Pura Desa Adat Kubutambahan kepada Provinsi Bali, beberapa waktu lalu. Hanya saja, kata dia, Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan ada skema baru dengan pengubahan status lahan duwen desa.

Menurut Jero Pasek Warkadea, Gubernur Koster memberikan dua opsi yang harus dipilih salah satunya. Opsi pertama, tukar guling lahan. Opsi kedua, pembelian lahan duwen pura sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

Jero Pasek Warkadea juga mengaku sudah menyampaikan dalam forum Gubernur di hadapan menteri, bahwa terkait persoalan bandara, dia tidak menolak. Sebagai pengulu desa adat, Jero Pasek Warkadea pun sepakat dan setuju penyerahkan lahan duwen pura desa adat untuk pembangunan bandara.

“Tetapi, dengan opsi yang diberikan kalau diganti dengan uang, berarti ada proses jual-beli. Ini yang kami sampaikan mohon maaf, kami tidak ada kapasitas untuk menjual atau melepas status tanah adat menjadi tanah negara. Sebab, itu amanah awig-awig tahun 1.700, harus dilestarikan sejalan dengan ‘Nangun Sad Kerthi Loka Bali’. Hal secara prinsip kami mohon ada skema lain,” papar Jero Pasek Warkadea.

Jero Pasek Warkadea mengaku ngotot mempertahankan status lahan, untuk menjaga sejarah terbentuknya Desa Adat Kubutambahan. Soal ketidakhadirannya dalam paruman desa, 6 Oktober 2020, Jero Pasek Warkadea mengatakan saat itu dirinya sakit. Pasalnya, Senin (5/10) malam, usai menghadiri rapat di Rumah Jabatan Gubernur Bali di Jaya Sabha Denpasar, dia mabuk dan muntaber. Kondisi tubuhnya pun lemas, sehingga tak bisa menghadiri paruman desa, Selasa (6/10).

Kondisi tersebut, kata Jero Pasek Warkadea, sudah disampaikan kepada Jero Nyarikan untuk menunda paruman. Namun, karena Wakil Bupati Buleleng sudah di tempat, maka paruman desa pun dilanjutkan tanpa kehadiran Jero Pasek Warkadea.

Jero Pasek Warkadea juga mengaku tak tahu menahu tudingan soal gratifikasi sebesar Rp 1,6 miliar, yang dituduhkan kepadanya. Termasuk soal utang Rp 1,4 triliun pinjaman PT Pinang Propertindo atas HGB lahan duwen Pura Desa Adat Kubutambahan. Jero Pasek Warkadea menjelaskan rinci, dalam sewa menyewa lahan berdampak invetor mendapatkan hak dari desa adat, namanya (SHGB). Sedangkan kewajibann investor mebuatkan SHM dan sudah diserahkan Desa Adat Kubutambahan sebanyak 61 lembar berupa SHM dan 61 lembar berupa SHGB.

“Investor dalam perjanjian boleh jaminkan SHGB untuk cari kredit, saya tidak tahu menahu, soal itu saya tidak pernah memberikan persetujuan. Boleh dicek di notaris dan BPN. Saya dianggap memperlancar pengajuan utang inverstor. Itu kan tanggapan dia. Saya dianggap tandatangan persetujuan kredit, demi Tuhan saya tidak ada menandatangani,” tegas Jero Pasek Warkadea.

Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, saat dikonfirmasi terpisah melalu WhatsApps, Minggu petang, mendelegasikan kepada Wakil Bupati Nyoman Sutjidra untuk menjelaskan masalah bandara. “Sama Pak Wakil Bupati ya,” jawab Agus Suradnyana yang mengaku sedang ada urusan. Sayangnya, Wabup Nyoman Sutjidra hingga berita ini ditulis belum menjawab pesan yang disampaikan NusaBali. *k23

Komentar