nusabali

Bikin Piring-Mangkok Berbahan Upih, Pemasaran Tembus Amerika

Kreativitas Ni Made Ayu Susanti, Perajin Asal Desa Munduk Bestala, Seririt di Masa Pandemi Covid-19

  • www.nusabali.com-bikin-piring-mangkok-berbahan-upih-pemasaran-tembus-amerika

Ni Made Ayu Susanti jalankan usaha kerajinan alat makan berbahan upih pohon pinang di rumahnya, sejak Mei 2020 lalu, setelah berhasil mendatangkan mesin pres dari India

SINGARAJA, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 7 bulan, tidak menyurutkan niat dan perjuangan untuk tetap bertahan hidup. Sejumlah usaha kreatif muncul sebagai sumber penghasilan baru. Contohnya, kerajinan piring dan mangkok ramah lingkungan berbahan upih (pelebah) pohon pinang di Desa Munduk Bestala, Kecamatan Seririt, Buleleng. Kerajinan ini bahkan sudah berhasil tembus pasar ekspor Amerika Serikat.

Keranjinan piring dan mangkok ramah lingkungan berbahan upih pohon pinang di Desa Munduk Bestala, Kecamatan Seririt ini dijalankan oleh Ni Made Ayu Susanti, 36. Usaha kerajinan rumahan yang diberi label ‘Kartika Bali’ ini dirintis Made Ayu Susanti sejak Mei 2020 lalu, ketika pandemi Covid-19 sudah berkecamuk di Indonesia.

Saat NusaBali bertandang ke tempat usaha Made Ayu Susanti di Banjar Dinas Sekar, Desa Munduk Bestala, Minggu (4/10), di teras rumahnya terpampang aktivitas pengolahan upih menjadi piring dan mangkok ramah lingkungan. Sebuah mesin pres berbentuk memanjang, terlihat terus bergerak menekan dan membentuk lembaran-lembaran upih.

Lembaran upih itu sebelumnya sudah dipotong serta dibersihkan menggunakan soda kue dan cuka makanan. Dalam hitungan tak lebih dari 2 menit, lembaran upih itu sudah berubah menjadi piring dan mangkok cantik. Upih yang tergambar di permukaan tampak seperti corak khas produk berbahan alami.

Made Ayu Susanti mengisahkan, tekadnya untuk membuat produksi piring dan mangkok ramah lingkungan berbahan upih pohon pinang ini semakin kuat karena melihat peluang usahanya yang terbuka lebar. Produk kerajinan alat makan berbahan upih memang sejak lama muncul di benaknya.

Terlebih, Ayu Susanti sempat lama bekerja di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan. Dari LSM tersebut, perempuan kelahiran Singaraja, 17 Oktober 1984 ini banyak menda-patkan pelajaran dan juga teori tentang memanfaatkan potensi alam menjadi sebuah produk ramah lingkungan. Salah satunya, tentang cara membuat tempat makanan sekali pakai dengan bahan alami. “Piring dari upih sebagai alternatif tempat makanan sekali pakai berbahan styrofo-am,” ungkap Ayu Susanti.

Menurut Ayu Susanti, ketika masih aktif di LSM, dirinya banyak bertemu pegiat lingkungan dengan ilmunya masing-masing. “Nah, salah satu teman asal negara Fiji mengenalkan alat makan berbahan upih pinang. Konon, alat makan seperti ini sudah banyak digunakan di India,” kenang alumnus S1 Fakultas Ekonomi Unud angkatan 2005 ini.

Sejak mendapatkan ilmu itu, Ayu Susanti tertarik mengembangkan piring dan mangkok berbahan upih di Indonesia. Rencana awal, Ayu Susanti hendak memulai usahanya tahun 2019 lalu. Dia pun memesan mesin pres upih dari India. “Namun, karena pandemi Covid-19, menghambat pengiriman mesin pres dari India. Mesin itu baru sampai di rumah, Mei 2020 lalu,” papar Ayu Susanti.

Bermodalkan mesin pres upih tersebut, Ayu Susanti mulai memproduksi alat makan berbahan upih pinang, Mei 2020 lalu, di tengah pandemi Covid-19. Produksi pertama dipasarkannya melalui kerabat dan relasi saat bekerja di LSM serta mengikuti sejumlah eksibisi di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

Sebelum memutuskan memproduksi piring dan mangkok ramah lingkungan berbahan upih pinang, Ayu Susanti sempat melakukan ujicoba dengan bahan yang lebih mudah dicari, seperti pelepah pohon pisang dan daun kakao. Namun, kedua bahan  itu gugur saat ujicoba, karena setelah dipres, ternyata hasilnya terlalu tipis dan sangat rentan dengan panas.

Akhirnya, Ayu Susanti fokus dengan bahan upih pinang. Kerja keras Ayu Susanti berbuah manis. Setiap bulan, rata-rata dia dapat mempro-duksi dan menjual alat makan berbahan upih sebanyak 500 unit, baik dalam bentuk piring maupun mangkok. Piring upih yang dibuatnya berdiameter 25 cm dan 15 cm. Selain itu, juga dibuat lunch box lengkap dengan tutup dan cawan.

Menurut Ayu Susanti, alat makan sekali pakai berbahan upih pinang tersebut saat ini sudah terjual di Bali, Jakarta, Sumatra, dan Kalimantan. Bahkan, banyak yang diekspor ke Amerika Serikat. Selain itu, Ayu Susanti juga telah mengirimkan sampel produknya ke negara-negara tetangga, seperti Singapura, Hongkong, dan Australia.

Berdasarkan reaksi dari pembeli selama 5 bulan berproduksi, kata Ayu Susanti, piring dan mangkok ramah lingkungan berbahan upih pinang dapat diterima masyarakat dunia. Terlebih, di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, orang berlomba untuk membentuk pola hidup sehat, termasuk pola makan dan alat makan yang ramah lingkungan.

Ayu Susanti menyebutkan, keunggulan alat makan berbahan upih pinang ini, antara lain, tahan panas, tidak bocor, dapat dicuci, dan bisa dipakai kembali maksimal 3 kali. Untuk satu unit piring upih pinang buatan Ayu Susanti, dijual dengan harga kisaran Rp 6.500 sampai Rp 12.000, tergantung ukurannya.

Sejauh ini, bahan baku upih pinang masih bisa dipasok dari Desa Munduk Bestala. Selain itu, upih pinang yang sudah jatuh dari pohon juga didatangkan dari Desa Pedawa (Kecamatan Banjar, Buleleng), Desa Panji (Kecamatan Sukasada, Buleleng), dan sekitarnya. Selembar upih pinang yang sudah lepas dari pohonnya biasa dibeli seharga Rp 1.000 per lembar, dengan kondisi masih bagus.

“Sejauh ini, belum ada kendala berarti dari segi pengadaan bahan. Kami juga memanfaatkan upih yang sudah jatuh dari pohonnya, tidak mengambil yang masih menempel di pohon, biar tidak merusak alam,” terang anak bungsu dari dua bersaudara pasangan I Made Mangku Suardika dan Dra Ida Ayu Ketut Rasmi ini.

Menurut Ayu Susanti, usaha rumahan yang sudah berjalan selama 5 bulan ini terbilang lancar. Dengan melibatkan 2 orang karyawannya, dalam sebulan mereka bisa memproduksi 500 piring atau mangkok ramah lingkungan berbagan upih pinang. Untuk menghasilkan 500 piring, dibutuhkan 270 lembar upih pinang. “Saat ini, kami masih berproduksi berdasarkan pesanan saja. Kalau dari segi kapasitas, dalam sehari kami bisa produksi 100 piring upih,” tegas perempuan yang menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Singaraja tahun 2001 ini. *k23

Komentar