nusabali

Koleksi Topeng Museum Bali Dipamerkan

Prof Dibia: Improvisasi Tidak Tepat Bisa Nodai Wibawa Tari Barong

  • www.nusabali.com-koleksi-topeng-museum-bali-dipamerkan

DENPASAR, NusaBali
Belasan koleksi topeng barong milik Museum Bali dipamerkan saat seminar bertajuk ‘Penguatan Identifikasi Ikonografi dan Makna Topeng Barong Koleksi Museum Bali’ di museum setempat, Senin (5/10).

Kesenian barong kini menjadi kesenian yang populer di Bali. Bahkan anak SMP sudah mulai menarikannya. Namun perlu diperhatikan etika dalam menarikan barong. Menurut maestro seni pertunjukkan, Prof Dr I Wayan Dibia SST MA, improvisasi yang tidak tepat justru menodai wibawa tari barong itu sendiri.

Seminar tentang topeng barong di Museum Bali bertujuan untuk memantik museum menjadi penguatan integritas, kompetensi dan jati diri krama Bali. Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaa Provinsi Bali, Prof I Wayan ‘Kun’ Adnyana saan membuka seminar tersebut secara langsung. “Kegiatan ini merupakan rangkaian proses pengkajian, utamanya fokus penguatan identifikasi ikonografi. Karena itu, dilakukan inventarisasi secara solid, dan digitalisasi,” ungkapnya.

Kepala UPTD Museum Bali, I Wayan Andra Septawan SSKar MSi menambahkan, selain mendiskusikan dan mengidentifikasi keberadaan topeng barong, koleksi Museum Bali, seminar itu sekaligus menjadi wahana untuk menginformasikan pada masyarakat. “Hasil dari seminar ini, nantinya juga akan dijadikan buku yang berkaitan dengan keberadaan topeng barong di Museum Bali,” jelasnya.

Seminar tersebut juga diisi dengan peragaan tari oleh ketiga narasumber yakni I Ketut Kodi SSp MSi, Prof Dr I Wayan Dibia SST MA, dan Prof I Made Bandem PhD MA menggunakan sejumlah koleksi di Museum Bali, dan disaksikan peserta seminar dari unsur Listibya dan Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota, Himusba, Balai Arkeologi, akademisi hingga perajin barong.

Dalam seminar tersebut, maestro tari Prof Dibia mengkaji tari barong dari segi pertunjukan. Menurutnya, tari barong adalah salah satu tarian Bali yang sarat dengan gerak-gerak simbolik. Dia mencontohkan tari barong yang sedang populer, yakni tari Barong Ket, memiliki konsep estetika, norma etika, dan teknik gerak yang khusus dan berbeda dengan tari Bali pada umumnya. Jika ingin berhasil, maka setiap penari Barong Ket harus memahami ketiga hal tersebut.

“Secara estetik, Barong Ket adalah sosok khayalan, perwujudan binatang berkaki empat yang memiliki kekuatan magis luar biasa. Oleh sebab itu gerak-gerak Barong Ket Bali lebih bersifat simbolik dibandingkan realistik. Namun, sejak sekitar dua dekade yang lalu, beberapa penari Barong Ket mulai mencoba untuk memasukkan gerak-gerak binatang (singa) yang realistik,” ujar Prof Dibia.

Dengan maksud melakukan perubahan, beberapa penari mulai memasukkan gerak-gerak imitatif seperti menggaruk telinga (dengan kaki) atau menggigit kaki yang gatal. Termasuk belakangan ini muncul tari Barong Ket yang membanyol dengan aksi-aksi kocak sambil mempermainkan bulunya di depan penonton wanita yang cantik, atau menginjak-nginjak bagian tubuh terlarang dari pembawa payung.

"Meskipun aksi-aksi seperti ini mungkin mampu menarik perhatian penonton, tetapi gerak-gerak seperti ini bertentangan dengan estetika dan etika Barong Ket Bali, serta akan menodai keagungan dan wibawanya. Sebaiknya penari barong menjauhi aksi-aksi seperti itu. Apalagi kalau Barong Ket yang ditarikan tersebut merupakan barong sakral, akan ada tuntutan spiritualistiknya,” bebernya.

Barong Ket sebagai produk budaya juga memiliki tatanan etika yang patut diperhatikan oleh para penari barong.  Etika ini mencakup cara memasuki barong (nyaluk), mengusung barong (nyuwun), dan cara menarikan atau menggerakkan topeng (ngisi/ngigelang) barong.  Etika ini wajib dipahami oleh para penari barong terutama ketika menarikan barong sungsungan (sakral). “Namun ada juga penari barong tapi gerakannya menghafalkan tari baris. Jika etika dan teknik memainkan barong dikuasai, tentunya akan dapat mengangkat derajat sosial dari seorang penari barong, suatu hal yang ikut menentukan keberhasilan seorang penari barong,” imbuh Prof Dibia.

Narasumber lainnya, budayawan dan sekaligus maestro seni Prof I Made Bandem PhD MA, lebih banyak membedah asal mula topeng barong di Bali, ditinjau dari perspektif sejarah, mitologi, arkeologi, filsafat manusia, dan perspektif akulturasi, hingga ikonografi. Menurutnya, untuk ikonografi topeng Barong koleksi museum Bali meliputi tiga hal pokok yaitu laksana (penanda, atribut, atau ciri-ciri khusus), estetika (nilai seni yang terkandung pada benda itu), bhava (ekspresi, cahaya, dari topeng-topeng Barong tersebut).

"Barong Ket diperkirakan lahir di Bali pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong antara tahun 1460-1550 di Gelgel, Klungkung. Sedangkan topeng-topeng primitif lainnya sudah berada di Bali sejak zaman pra-Sejarah atau pra-Hindu Bali,” jelasnya.

Dipandang dari perspektif ikonografi, kini di Bali terdapat beberapa jenis topeng Barong seperti Barong Ket, Barong Bangkal, Barong Menjangan, Barong Singa, Barong Gajah, Barong Lembu, Barong Asu, Barong Landung, Barong Brutuk, Barong Blas-Blasan, dan Barong Wayang Wong.

Prof Bandem menambahkan untuk Museum Bali memiliki koleksi topeng yang cukup lengkap. Inventarisasi tahun 2010 menujukkan bahwa koleksi topeng dalam museum ini mencapai 381 buah. Koleksi ini diklasifikasikan ke dalam delapan kelompok yaitu Topeng Primitif, Topeng Wali (Sidakarya),  Topeng Calonarang, Wayang Wong, Barong, Bondres (Lucu), Tokoh yang Tidak Terindifikasikan, dan Topeng Dekoratif. Setiap kelompok dari genre ini memiliki sub genre (tokoh-tokoh) yang puluhan jumlahnya. *ind

Komentar