nusabali

Tiga Juri Pilih 15 Film Pendek NusaBali Horror Film Festival

  • www.nusabali.com-tiga-juri-pilih-15-film-pendek-nusabali-horror-film-festival

DENPASAR, NusaBali
Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya terpilih 15 film pendek peserta NusaBali Horror Film Festival yang diumumkan melalui akun media sosial NusaBali. Terpilihnya ke-15 film pendek ini tak lepas dari proses kurasi dan penjurian yang berlangsung sepanjang bulan Agustus hingga Oktober 2020.

Tercatat, NusaBali Horror Film Festival menggaet sebanyak 31 karya film pendek yang merupakan hasil produksi oleh sineas-sineas dari berbagai daerah, tak hanya Bali, namun seluruh Indonesia. Tak hanya itu, ke-31 film pendek ini juga dijurikan oleh tiga orang juri yang mumpuni. Sebut saja, I Gusti Putu Bawa Samar Gantang, Devina Sofiyanti, dan I Gusti Made Aryadi. 

I Gusti Putu Bawa Samar Gantang merupakan seorang pecinta seni. Sejak muda, dirinya telah aktif dalam berbagai bidang seni seperti beladiri, drama gong, melukis, teater, dan puisi. Dirinya pernah menjadi pengisi tetap acara pembacaan puisi di tiga stasiun radio pada 1973-1983, dibarengi pula dengan menjadi pengisi acara pembacaan puisi di beberapa stasiun televisi lokal. 

Keaktifannya dalam berpuisi juga ditandai dengan terbitnya beberapa buku karyanya, dimulai dari Hujan Tengah Malam (1974), Kisah Sebuah Kota Pelangi (1974), Aab Jagad (2001), Onyah (2002), Sagung Wah (2002), Puisi Modre Samar Gantang (2003), Kidung Dewata dalam Berkah Gusti (2004), dan Leak Kota Pala (2012). Di tahun 2013, dirinya menerbitkan sebuah kumpulan puisi untuk memperingati 40 tahun berkarya berjudul Leak Jagat, berisi puisi-puisinya yang ditulis dalam kurun waktu 1973-2013.

Tak hanya itu, beberapa kumpulan cerpen yang juga menjadi karya oleh penyair kelahiran Tabanan, 27 September 1949 ini yaitu Macan Raden (2003), Sipta Durmanggala (2004), Awengi Ring Hotel Central (2004), Leak di Bukit Pecatu (2005), Jangkrik Meenci (2010), dan Jenggot Kambing (2011). Leak Satak Dukuh (2007) dan Ketika Tuhan Menyapaku (2011) menjadi karya-karya novel yang diterbitkannya. 

Teranyar, dirinya melalui penerbit Indonesia Tera menerbitkan novel bergenre horror berjudul Leak Tegal Sirah (2019). Berlatar pada tragedi tahun 1965, novel ini berkisah seputar pembantaian masyarakat tertuduh simpatisan PKI yang dibumbui dengan nuansa horror. 

Juri kedua, Devina Sofiyanti merupakan seorang yang tak asing dalam dunia filmografi. Dirinya telah mejelajahi berbagai aspek perfilman, mulai dari Director, Production Assistant, hingga Penulis naskah. Pengalamannya sebagai Production Assistant dapat dilihat pada film Histeria (2011) dan Istana Kosong (2012). Sebagai penulis naskah, dirinya sukses terlibat dalam pembuatan film Rumah Aman, yang dilanjutkan dengan Menghijaukan Bumi, Membirukan Langit. 

Juga, film Tiga Pilihan Hidup (2016), serial Rindu Suara Adzan (2014), dan Rewrite (2019) yang merupakan bagian dari Viu Original Series. Dirinya juga menyutradarai film pendek Behind The Rod (2019) dan menjadi co-produser pada web series Sore-Istri dari Masa Depan (2017). Kini project terbarunya yang tengah berjalan yaitu pada Feature Film berjudul Zara sebagai Director Writer. Dalam bidang akademis, dirinya aktif sebagai salah satu tenaga pengajar pada Institut Kesenian Jakarta dan Universitas Bina Nusantara (Binus) sejak 2014 hingga sekarang.

Satu lagi juri NHFF, yakni I Gusti Made Aryadi, seorang filmmaker, sutradara, penulis naskah, dan content creator asal Klungkung. Pengalamannya sebgaai seorang filmmaker tak perlu diragukan. Dimulai dari Jakarta Bertaksu (2013), Parjo (2013), Subak (2014), TMMD ke-95 Kodim 1610/Klungkung (2015), Kola Kapepedan (2016), Semarapura City Tour (2017), Kole Nak Nusa (2018), Sarvani Bhutani (2018), dan Sama-Sama Bersama (2019) sebagai karya terbaru. 

Filmmaker yang satu ini juga kerap menjuri dalam berbagai kompetisi film atau videografi. Tahun 2017, dirinya menjadi juri dalam kompetisi Citizen Journalism Video oleh Economic Journalistic Competition. Dilanjutkan di tahun 2018, dirinya menjadi salah satu juri di kompetisi film dokumenter dalam Balinese Art Festival XL. Terakhir, di tahun 2019, dirinya salah satu juri dalam kompetisi videografi, dalam ajang yang diselenggarakan oleh Sacred Monkey Forest Sanctuary, Ubud.


Nah, melalui proses kurasi oleh panitia dan penilaian oleh ketiga juri di atas, maka terpilihlah 15 film yang berikutnya akan memperebutkan penghargaan dalam 7 kategori. 15 film ini yakni: Bawah Sadar, Clinophobic, Hi Ri, Jangan Buka Pintu, Janggal, Kala Niskalaning Sekala, Matilar Tanpa Gatra, Mayang – Abdi Kanjeng Ratu Kidul, Ngancik, Pasung, Pepasangan, Pertuq, Stories From Your Home, Sugih Gen Tunas, dan The Deep Dinner.

Ketujuh kategori ini yakni Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Skenario Terbaik, Sinematografi dan Editing Terbaik, Penata Suara Terbaik, Penata Artistik Terbaik, dan Pemain Terbaik. Satu lagi kategori pada NHFF, yakni kategori Film Terfavorit yang dapat diperebutkan semua peserta. Kategori ini secara khusus dihitung melalui jumlah statistik film pendek yang telah diunggah pada kanal YouTube NusaBaliTV. Semoga Beruntung!*cr74

Komentar