nusabali

Tak Hanya untuk Kain, Songket pun Jadi Masker

UMKM Sandang, Kreatif di Tengah Pandemi Covid-19

  • www.nusabali.com-tak-hanya-untuk-kain-songket-pun-jadi-masker

DENPASAR, NusaBali
Kain tenun songket memang dikenal sebagai produk sandang yang ‘mewah’.  Maklum karena pemakaiannya lebih banyak pada kegiatan upacara adat yang meriah.

Namun karena pandemi Covid-19, songket pun dimodifikasi jadi APD (masker) yang bersahaja. Modifikasi  ini cukup membantu perajin songket untuk bertahan di tengah terjangan sulitnya ekonomi karena pandemi Covid-19.

Seperti yang dilakoni I Ketut Widiadnyana, perajin songket dari Kelompok Tenun  Putri Mas, Negara, Jembrana. Dituturkan Widiadnyana, pembuatan masker songket dan juga motif songket memang dipicu pandemi Covid-19. “Karena merebaknya Covid -19 ini bagaimana kita bias (bertahan),” kisahnya,  Minggu (30/8).

Karena pandemi Covid-19, lanjut suami dari Luh Wayan Sriadi ini, omset merosot. Keadaan ini t tentu berat. Bukan saja karena semata-mata melestarikan tenun songket khas Jembrana, tetapi juga harus memikirkan kondisi ekonomi berat  perajin songket lain yang jumlahnya 50-an orang.

Untuk diketahui Widianyana adalah pimpinan Kelompok Tenun Putri Mas di Kota Negara Jembrana. Sebagaimana namanya kelompok tenun ini memang memproduksi songket khas Jembrana. Bukan saja motif-motif tradisional atau folklore, tetapi juga pengembangan motif-motif kekinian. Tujuannya melestarikan dan mengembangkan  songket sebagai salah satu warisan leluhur yang adiluhung. “Bagaimana melestarikan songket kalau perajin tidak bekerja,” ungkap Widiadnyana tentang imbas Covid-19 terhadap kelompok tenunnya.  

Karena itulah dia berinovasi membuat masker songket. Hal itu menyikapi kondisi di lapangan menyangkut penerapan protokol kesehatan, dimana masker merupakan salah satu kebutuhan. Hasilnya ? “Sangat baik karena saingan sedikit. Pembuat masker songket kan tidak banyak,”  ujarnya.

Meski dari songket,  Widiadnyana menyatakan masker songket tidak mahal. Alasannya karena masker tersebut dibuat anggota kelompok, bukan pedagang. “Kami memberdayakan masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Untuk satu masker songket dibanderol harga Rp 75 ribu. Masker tersebut dijamin nyaman dipakai, tidak menghalangi pernafasan dan menjamin keleluasaan saat bicara. Masker songket ini banyak diminati reseller.

Karena dijual ulang itulah harga diluar lebih dari Rp 75 ribu. Kata Widiadnyana hal tersebut tidak masalah, karena wajar penjual cari untung.  Yang penting, lanjutnya cash flow usahanya bagus. Dalam sehari Kelompok Tenun Putri Mas binaan BI Bali ini mampu memproduksi 400 biji masker.

Selain masker songket, Widiadnyana juga membuat masker sulam bordiran yang harganya Rp 50 ribu per biji. Tentu saja juga masker biasa dengan harga Rp 10 ribu. “Nyaman dan standar kesehatan. Itulah konsepnya masker kami,” katanya. Dengan membuat masker songket ini, minimal pengembangan dan pelestarian songket bisa diteruskan. Meski dengan dalam bentuk media mini yakni masker. Jadi tak hanya kain saput atau kamben  mewah, masker untuk menjaga sebaran Covid-19 pun jadi cukup wah. *k17

Komentar