nusabali

Hindari Covid-19, Ungguli Model Live

Plus-minus Lomba Busana Secara Virtual

  • www.nusabali.com-hindari-covid-19-ungguli-model-live

Dengan menilai tayangan video, maka dewan juri dapat menilai peserta lomba jauh-jauh hari, tak terges-gesa, dapat melihat dan mencermati penampilan peserta secara berulang-ulang atau direpeat.

DENPASAR, NusaBali
PANDEMI Covid-19 memaksa banyak kalangan  harus melakukan kegiatan secara virtual, daring (dalam jaringan), dan sejenisnya. Kegiatan dimaksud, antara lain, lomba berbusana. Model lomba ini jadi pilihan terbaik untuk mentaati physical distancing (atur jarak fisik), sebagai salah satu upaya efektif mencegah penulatan pendemi mematikan itu.

Namun, dampaknya banyak pihak pesimis dengan kualitas hasil dari lomba tersebut, terutama dari sisi objektivitas penilaian publik. Karena peserta lomba tak menguji langsung kepiawaian dalam berlomba karena tanpa kehadiran aau apresiasi penonton. Penilaian lomba pun jadi tertutup. Akibatnya, kejuaraan lomba ‘dituduh’  hanya sebatas selera dewan juri.

Namun asumsi yang menyatakan kegiatan lomba secara virtual, karena pandemi Covid 19, tak sebagus live (langsung di panggung), tak selamanya benar. Malahan lomba busana secara virtual, menghasilkan kualitas relatif lebih bagus dibandingkan lomba tersebut secara live.

‘’Kalau saya menilai, lomba busana secara virtual ini lebih objektif dan unggul dibandingkan yang langsung di panggung itu,‘’ jelas desainer kondang Drs Tjokorda Gde Abinanda Sukawati MSn alias Cok Abi, saat dihubungi, Jumat (28/8).  

Bernada meluruskan pesimisme umum terhadap lomba busana secara virtual,  Cok Abi mengakui di mata dewan juri seperti dirinya, bahwa lomba busana ke pura secara virtual ini lebih banyak keunggulan tinimbang lomba secara live. Keunggulan dimaksud, antara lain, dalam lomba secara virtual, setiap peserta mengirim video penampilan kontestan kepada panitia lomba. Maka dewan juri lebih leluasa menilai peserta lomba melalui video tampilan peserta. Dengan menilai tayangan video, maka dewan juri dapat menilai peserta lomba jauh-jauh hari, tak terges-gesa, dapat melihat dan mencermati penampilan peserta secara berulang-ulang atau direpeat. Dengan teknik komputerisasi itu, maka dewan juri dapat melihat sedetail-detail penampilan setiap peserta lomba. "Tentu berbeda, jika dibandingkan lomba secara live. Peserta hanya bisa diamati di panggung, hanya sekali tampil, dan tak bisa diulang," ujarnya.

Cok Abi menerangkan, sebagai juri lomba busana, objektivitas dalam menilai tak terpengaruh dengan model sebuah lomba, baik dilaksanakan secara virtual maupun live. Karena penilian lomba dilakukan atas dasar kriteria yang disepakati tim dewan juri dan panitia. Bukan pada model lombanya. Misal, lomba berbusana jenis busana apa pun, mka dirinya berpegang minimal pada dua hal yakni etika dan estetika. Etika meliputi kesopanan dan kesantunan, dimana, dan acara apa dihadiri seseorang dengan busana yang dipakai. Estetika, meliputi keserasian, kerapihan, dan kenyamanan seseorang memakai busana.

Sisi lain, papar nara sumber bidang busana ini, lomba busana secara virtual sangat menguntungkan peserta atau penampil, terutama yang masih gagap atau demam panggung. Karena merasa demam panggung, maka saat take atau pengambilan gambar untuk video lomba, peserta dengan bebas tampil penuh gaya dan percaya diri. ‘’Jika hasil dalam video dianggap kurang pas, maka mereka pasti mengulangi tampilannya. Bahkan mengulangnya berkali-kali hingga benar-benar yakin menampilannya sudah yang terbaik,’’ ujar salah seorang putra Puri Kantor Ubud, Gianyar ini.

Cok Abi yang dosen Prodi Design Fashion ISI Denpasar ini hanya sedikit melihat kelemahan lomba busana secara virtual. Antara lain, peserta tak sepenuhnya dapat mengeksplor potensi keberanian tampil di panggug atau ditonton oleh ratusan pasang mata, bahkan lebih. Oleh kaeran itu, Cok Abi memaklumi bahwa lomba busana secara virtual ini terkesan meniadakan keberanian seseorang yang telah menguasi auidens. ‘’Tapi, saya sebagai juri tentu hanya fokus pada objektivitas lomba. Bahwa ini lomba berbusana, bukan lomba keramaian. Mmaka yang saya nilai adalah cara dan teknis pemakaian busananya sesuai kriteria lomba. Bukan ramai dan tidak penonton,’’ jelas jebolan Fashion Design Course, Cavendish Collage, London ini. *lsa

Komentar