nusabali

Mahkamah Agung Hukum Sudikerta 6 Tahun Penjara

Tolak Kasasi JPU-Terdakwa, Kuatkan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar

  • www.nusabali.com-mahkamah-agung-hukum-sudikerta-6-tahun-penjara

DENPASAR, NusaBali
Keinginan mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018 I Ketut Sudikerta, 53, untuk bebas dari hukuman dalam kasus penipuan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar, akhirnya sirna.

Ini setelah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) memperkuat putusan bading Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar yang menghukuman Ketut Sudikerta 6 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.


Dengan putusan kasasi MA ini, maka Ketut Sudikerta yang ditahan sejak ditangkap pada 4 April 2019, harus menjalani sisa hukuman 4,5 tahun lagi di LP Kelas IIA Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Namun, politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini tetap harus bersyukur, karena putusan kasasi MA seperti halnya putusan banding PT Denpasar justru mengurangi hukuman 12 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan yang diganjarkan PN Denpasar, 20 Desember 2019 lalu.

Terdakwa Ketut Sudikerta sebelumnya ajukan kasasi karena keberatan dengan putusan banding PT Denpasar yang menghukumnya 6 tahun penjari. Di sisi lain, Jakasa Penuntut Umjum (JPU) Kejari Denpasar juga ajukan kasasi, setelah humuman terdakwa Sudikerta disunat 50 persen di tingkat banding PT Denpasar. Ternyata, kasasi yang diajukan JPU dan terdakwa Sudikerta sama-sama ditolak MA.

Kasi Pidum Kejari Denpasar, I Wayan Eka Widanta, mengatakan pihaknya sejauh ini belum menerima salinan resmi putusan kasasi MA untuk Sudikerta. Namun, dari website MA, sudah dirilis putusannya. ”Putusan MA menolak kasasi yang diajukan JPU dan menolak kasasi yang diajukan terdakwa Sudikerta. Berarti, putusannya menguatkan putusan banding PT Denpasar yaitu 6 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan,” ujar Eka Widanta saat ditemui di Denpasar, Senin (24/8).

Disebutkan, dalam kasasi yang diajukan, JPU memohon kepada majelis hakim MA menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Sudikerta sesuai tuntutan sebelumnya yaitu 15 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sementara dalam kasasi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya, Suryatin Lijaya cs, Sudikerta memohon supaya dibebaskan dari seluruh dakwaan.

Atast putusan kasasi MA ini, Eka Widanta belum bisa memberikan komentar apa pun terkait langkah yang akan dilakukan. Sebab, pihaknya masih menunggu putusan resmi dari MA. “Kita tunggu saja putusan resminya,” tandas Eka Widanta.

Sementara itu, kuasa hukum Sudikerta yang diwakili Wayan Warsa T Bhuwana, juga mengatakan belum menerima salinan putusan resmi dari MA. Namun. Warsa mengaku sudah mendapat informasi terkait putusan di website MA. “Putusannya menolak kasasi JPU dan terdakwa. Untuk pastinya, kita tunggu saja salinan resmi dari MA,” tegas Warsa saat dihubungi via telepon, tadi malam.

Ditanya terkait langkah hukum selanjutnya, Warsa mengatakan masih akan melakukan koordinasi dengan tim dan Sudikerta. “Yang pasti kami tetap menghormati putusan MA tersebut. Nanti kalau salinan putusan sudah kita terima, baru tim akan temui Pak Sudikerta,” tegas advokat senior asal Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.

Terdakwa Ketut Sudikerta sendiri awalnya divovis 12 tahun penjata plus denda Rp 5 miliar subsider 4 kurungan dalam sidang putusan di PN Denpasar, 12 Desember 2019. Namun, putusan banding PT Denpasar, 10 Maret 2020, mengurangi 50 persen hukuman mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini menjadi 6 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Berselang 5 bulan kemudian, putusan kasasi MA juga menguatkan putusan banding PT Denpasar dengan hukuman yang sama.

Kasus yang menjerat Sudikerta ini, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2013 saat PT Maspion Group melalui anak perusahaannya, PT Marindo Investama, ditawari tanah se-luas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung oleh terdakwa Sudikerta.

Tanah ini disebutkan berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang dijabat Gunawan Priambodo.

Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan akhir tahun 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi, barulah diketahui kalau SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 meter persegi merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 meter persegi, sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama milik korban Alim Markus mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez

Komentar