nusabali

Korban Berharap Sertifikat Tanahnya Kembali

Penipuan dan Penggelapan oleh Ketua KSP Sedana Yoga

  • www.nusabali.com-korban-berharap-sertifikat-tanahnya-kembali

NEGARA, NusaBali
I Made Wirantara yang menjadi korban penipuan dan penggelapan dari terdakwa Ketua KSP Sedana Yoga, Sri Artini, 43, berharap tanah miliknya di Desa Manistutu, Jembrana seluas 5600 m2 bisa kembali. Dia juga berharap terdakwa divonis bersalah dan dijatuhi hukuman setimpal atas perbuatannya.

“Saya berharap majelis hakim PN Negara yang menyidangkan perkara ini bisa mempertimbangkan semua fakta hukum yang telah terungkap di persidangan agar terdakwa divonis bersalah dengan perintah pengembalian barang bukti berupa asli sertifikat hak milik no. 1726/Desa Manistutu seluas 5600M2 yang telah disita dari tangan terdakwa,” ujar Wirantara melalui penasehat hukumnya, Yulius Benyamin Seran, Senin (17/8).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Negara menyatakan, terdakwa dinilai bersalah dalam tindak pidana penipuan Pasal 378 KUHP dan penggelapan Pasal 372 KUHP. Setelah membacakan hal memberatkan dan meringankan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan yaitu 3 tahun penjara.

"Dari tuntutan tiga tahun, jika diputus satu setengah tahun saja sudah cukup memenuhi rasa keadilan korban dengan perintah pengembalian sertifikat kepada korban. Kami berharap kebijaksanaan hakim," ujar pengacara yang sudah sejak 2016 lalu mendampingi Wirantara mencari keadilan atas kepemilikan tanahnya ini.

Benjamin menegaskan bahwa pengembalian sertifikat itu sesuai dengan KUHAP. Dimana setiap barang bukti akan dikembalikan kepada pemilik, kecuali barang sitaan berupa narkoba. Dan fakta dalam persidangan, sertifikat sudah ada di terdakwa atau disita sebagai barang bukti kasus penipuan dan penggelapan oleh terdakwa. 

"Sertifikat itu bukan milik terdakwa, tapi milik saksi korban. Bahkan, dahulu korban sudah meminta melalui somasi setelah terdakwa kalah di tingkat Peninjauan Kembali tapi terdakwa menolak," jelasnya.

Persoalan pidana muncul, sambung dia, dikarenakan terdakwa menolak menyerahkan kembali sertifikat kepada korban dengan dalil masih sebagai jaminan hutang. Sebab surat perjanjian kredit dan pengakuan hutang yang dijadikan dasar penguasaan sertifikat tanah milik korban ditandatangani oleh korban dibawah bujuk rayu dan ancaman. "Dan Surat Pengakuan Hutang dan Perjanjian Kredit Fiktif itu didukung dengan keterangan saksi-saksi sehingga menurutnya unsur penipuan telah terpenuhi” tegasnya. 

Menurut Benyamin, pembuktian itu juga menjadi lebih gamblang, dikarenakan adanya bukti petunjuk berupa putusan pengadilan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap bahwa Surat Pengakuan Hutang dan Perjanjian Kredit tersebut ditandatangani di Rutan Klas II B Negara oleh korban. Atas dasar itulah peradilan perdata pada akhirnya membuktikan bahwa tidak ada utang piutang antara korban dengan terdakwa sehingga sertifikat yang dikuasai oleh terdakwa jelas tanpa hak dan melawan hukum.  

"Dari fakta hukum yang terungkap, kami berharap majelis hakim memutus sesuai fakta hukum. Selain divonis bersalah amar putusan nanti terbukti supaya sertifikat kembali pada korban. Apalagi ada bukti di Penetapan Pengadilan yang mempertegas bahwa klien kami adalah ahli waris tunggal dari alm. I Putu Sarwa, bebernya. 7 rez

Komentar