nusabali

Bawang Luar Terganjal, Bawang Lokal Kuasai Pasaran

  • www.nusabali.com-bawang-luar-terganjal-bawang-lokal-kuasai-pasaran

BANGLI, NusaBali
Pandemi Covid-19 ternyata tidak memukul semua sektor ekonomi. Salah satunya jual beli produk bawang.

Penjualan salah satu bumbu pokok di tingkat petani lumayan stabil, bahkan cukup menguntungkan. Diduga pasokan bawang dari luar daerah yang seret, karena pandemi Covid-19 secara tak langsung mengangkat harga bawang produksi lokal, sehingga menguasai pasaran.  “Sebelummya kebutuhan bawang kan banyak di pasok dari luar daerah,” ujar Komang Sukarsana, seorang petani bawang dari Songan, Kintamani Bangli,   Jumat (7/8).

Namun sejak pandemi Covid-19, dengan pengetatan dan pembatasan kegiatan berimbas kegiatan ekspedisi. Termasuk pengiriman produk-produk hasil bumi, salah satunya bawang merah ke Bali. Otomatis karena pasokan luar seret, produksi bawang lokal tidak punya saingan. Sehingga permintaan tetap stabil. Permintaan didominasi untuk konsumsi domestik atau rumah tangga. Sebaliknya konsumsi industri hotel restoran katering (horeka) dan kebutuhan pariwisata sangat minim, mengingat sektor pariwisata masih terpuruk.

Saat ini harga bawang lokal yakni produk Songan di tingkat petani  antara Rp 19 ribu sampai 20 ribu per kilogram untuk yang kualitas super. Untuk  yang kualitas sedang  Rp 16 ribu per kilogram. Dengan harga tersebut, masih ada keuntungan. “Karena BEP (break event point) di bawah Rp 16 ribu,” ujar Ketua Kelompok Sari Pertiwi, salah satu kluster bawang merah binaan Bank Indonesia Provinsi Bali atau KPwBI Bali.

Sejak pandemi Covid-19 merebak Februari lalu, harga tertinggi bawang sempat tembus Rp 45 ribu perkilogram. Sedangkan harga terendah Rp 11 ribu per kilogram. Rata-rata produksi per hektare 20-22 ton (basah) dengan masa tanam selama 60 hari. Panen bawang nyaris tak pernah putus, karena petani tetap membudidayakannya. Hanya saja jika tidak pas musimnya kualitas dan produksi tidak maksimal.

Bulan Agustus-September  kata Sukarsana merupakan musim yang baik untuk tanaman bawang. “Nanti di kelompok kami Sari Pertiwi akan panen sekitar 200 ton,”ungkap Sukarsana menunjuk  kelompok dengan 23 anggota.

Penjualan dan pemasaran bawang menggunakan dua pola. Pertama lewat penjualan langsung oleh petani ke pasar induk, di Pasar Galiran, Klungkung. Kedua penjualan setempat ke pengepul. Penjualan kepada pengepul dengan volume di bawah 100 kilogram. Sedang penjualan langsung dengan hitungan tonase. “Petani di sini (Songan) kan banyak memiliki armada,” tunjuknya.  

Pemasaran bawang juga dilakukan dengan mengundang pembeli, dalam bentuk farm trip. Hal tersebut memanfaatkan kecenderungan adanya ‘gerakan’ orang yang belakangan ini banyak ke Kintamani. Kata Sukarsana, warga diundang bagaimana memetik bawang dan produk hortikultura lain seperti sayuran, tomat, cabe, kubis. Tentu saja usai memetik atau panen, membayar. “Memang belakangan orang semakin doyan ke Kintamani,” kata Komang Sukarsana. *k17

Komentar