nusabali

Kuasa Hukum Minta Tunda Eksekusi

Sengketa Tanah Adat di Desa Adat Pakudui

  • www.nusabali.com-kuasa-hukum-minta-tunda-eksekusi

Sebab krama Pakudui Kangin berkeyakinan penuh menjadi pangempon Pura Puseh.

GIANYAR, NusaBali

Sengketa tanah adat di Banjar Pakudui, Desa Adat Pakudui, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, masih berlanjut. Teranyar, Tim Kuasa Hukum bersama sejumlah krama Pakudui Kangin, Desa Adat Pakudui, Desa Kedisan, mendatangi Kantor Pengadilan Negeri (PN) Gianyar, Jumat (7/8) pagi.

Mereka menyerahkan berkas gugatan bantahan atas terbitnya risalah pemberitahuan eksekusi Nomor : 09/PDT.G/2012.GIR tertanggal 30 Juli 2020, berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Gianyar Nomor: 9/Pen.Eks.Pdt./2012/PN.Gin tanggal 27 Juli 2020. Krama Pakudui Kangin meminta agar eksekusi yang direncanakan 31 Agustus 2020, ditunda. Kuasa Hukum krama Pakudui Kangin,

Ananda Pratama mengklaim proses hukum tanah sengketa laba Pura Puseh Desa Adat Pakudui masih berjalan. "Semua pihak agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Biar tahu fakta sebenarnya dan tidak main hakim dulu," ujarnya.

Dia berharap ada kesepakatan. Sebab krama Pakudui Kangin berkeyakinan penuh menjadi pangempon Pura Puseh. "Ada hak adat keagamaan krama Pakudui Kangin yang harus dijaga," terang advokat dari kantor Hukum RAH ini.

Dia mengaku ke PN Gianyar sesuai permintaan Panitera PN Gianyar, untuk menyerahkan salinan copy gugatan bantahan 50 rangkap. Dalam gugatan bantahan tersebut, ditegaskan, krama Pakudui Kangin sebagai pengempon dan berhak pula atas laba Pura Puseh Pakudui. Atas sebidang tanah dengan luas 2.600 meter per segi berdasarkan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2012 yang termasuk dalam objek sengketa. Gugatan bantahan diajukan sebagai langkah hukum menunda eksekusi. "Karena banyak yang tidak sesuai antara letak, luas dan batas-batas terhadap objek sengketa tanh laba Pura Puseh yang dimohonkan eksekusi tersebut," jelasnya.

Perwakilan krama I Wayan Subawa meminta agar eksekusi ditunda. Pihaknya khawatir, kalau akan terjadi kesalahpahaman atau mungkin pelanggaran kesepakatan. Terutama pada butir kesepakatan bahwa tanah laba Pura Puseh, peruntukannya untuk Pura Puseh yang disungsung krama. "Kalau tetap dilaksanakan ekseusi, maka akan terjadi pelanggaran kesepakatan itu. Perjanjiannya ada secara tertulis. Bahkan itu tidak pernah dibatalkan. Eksekusi ini akan berakibat fatal bagi kami selaku pengempon," jelasnya.

Terkait laba pura yang jadi objek sengketa, kata dia, selama ini dimanfaatkan untuk fasilitas perantenan, akses ke setra atau kuburan, serta terdapat Pura Dukuh. Menurut Wayan Subawa, jika eksekusi tetap dilakukan, maka seluruh krama Tempek Kangin Desa Adat Pakudui merasa haknya sebagai pengelola, penjaga dan melestarijan Pura Puseh beserta laba pura yang telah disungsung sejak ratusan tahun, direbut dengan cara yang tidak benar. "Hal ini menciderai kesepakatan-kesepakatan yang dibuat sejak Tahun 1966," terangnya.

Untuk diketahui, di Banjar Pakudui ada dua  tempekan yaitu Tempek Kawan 114 KK dan Tempek Kangin 46 KK. Krama Tempek Kangin (para pemohon) pangemong Pura Puseh beserta Laba Pura di wilayah Tempek Kangin. Krama Tempek Kawan adalah sebagai pangemong Pura Desa di wilayah Tempek Kawan. Krama Tempek Kangin dan Tempek Kawan bersama-sama ngemong Pura Dalem, Pura Prajapati dan Setra/Kuburan di wilayah Tempek Kangin. Kemudian muncul niat membentuk Desa Adat Pakudui. Dalam proses inilah muncul permasalahan mengenai peletakan/linggih pembuatan awig-awig sebagai dasar dan syarat dibentuknya Desa Pakraman Pakudui.

Bahwa permasalahan ini tidak terselesaikan dan untuk memperlancar proses pembuatan awig-awig Desa, pada tahun 2006 krama Tempek Kawan mengukuhkan atau mendeklarasikan Pura Puseh baru di dalam area Pura Desa di wilayah Tempek Kawan tanpa sepengetahuan dari krama Tempek Kangin (para pemohon).

Kasus ini sempat ditangani berbagai tingkatan lembaga desa adat, pemerintah terkai, hingga ke pengadilan.*nvi

Komentar