nusabali

Terkait Hare Krishna, Bandesa Agung Temui Kajati Bali

  • www.nusabali.com-terkait-hare-krishna-bandesa-agung-temui-kajati-bali

DENPASAR, NusaBali
Setelah instruksikan seluruh 1.493 desa adat di Bali untuk melarang Sampradaya termasuk Hare Krishna melaksanakan kegiatan ritualnya di setiap pura, fasilitas pedruwen desa adat, dan atau fasilitas umum yang ada di wewidangan desa adat, jajaran Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Jumat (7/8).

Pertemuan ini untuk membahas tindaklanjut instruksi MDA kepada desa adat atas keberadaan Hare Krishna, yang tidak sejalan dengan Hindu Dresta Bali. Saat mendatangi Kantor Kejati Bali di kawasan Niti Mandala Denpasar, Jumat kemarin, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, didampingi Penyarikan Agung I Ketut Sumarta, Petajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan I Made Wena, Petajuh Bandesa Agung Bidang Keagamaan I Gusti Made Ngurah, dan Petajuh Panyarikan Agung I Made Abdi Negara. Mereka diterima langsung Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Erbagtyo Rohan SH MH, dan jajarannya.

Dalam pertemuan yang digelar di Ruangan Kajati Bali kemarin, Bendesa Agung sekaligus menyerahkan tembusan surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung. Tujuannya, untuk menindaklanjuti instruksi MDA Provinsi Bali sesuai kewenangannya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, Paruman Agung Tahun 2019, dan Anggaran Dasar MDA Bali kepada Desa Adat dan membahas surat MDA Provinsi Bali kepada Jaksa Agung.

Bandesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, menjelaskan dasar instruksi dan surat kepada Jaksa Agung itu dalam upaya mengakhiri silang pendapat tentang Hare Krishna dan Sampradaya lainnya. Sebab, teologi mereka berbeda dengan Hindu Dresta Bali yang menjadi pondasi utama keberadaan desa adat di Bali yang telah rajeg selama ribuan tahun.

Dalam instruksi MDA Provinsi Bali tersebut, intinya melarang Sampradaya termasuk Hare Krishna untuk melaksanakan kegiatan di Pura Kahyangan Tiga, Pura Dang Kahyangan, dan Pura Kahyangan Jagat di wewidangan desa adat, padruwen desa adat, dan fasilitas umum di wewidangan desa adat. Dalam instruksinya, MDA Provinsi Bali juga mendorong peran aktif desa adat untuk mendata sekaligus mengin-ventarisasi keberadaan Hare Krishna dan Sampradaya lainnya di wewidangan masing-masing, serta memantau, melarang penyebaran ajaran mereka kepada krama adat dan krama tamiu.

“Selain secara teologis dan ritual yang sangat berbeda, Hare Krishna juga banyak melakukan pelanggaran yang mendasar, seperti tidak menghormati etika antar keyakinan yang berbeda, mengeluarkan ungkapan-ungkapan yang menyudutkan upacara Hindu Bali, Dresta Desa Adat. Mereka juga secara masif menyebarkan misi keyakinan Hare Krishna di tengah-tengah umat Hindu Bali, di sekolah, serta melakukan manipulasi ajaran-ajaran Hindu yang dikonversi ke dalam ajaran Hare Krishna,” papar Putra Sukahet dalam rilisnya yang diterima NusaBali, Jumat kemarin.   

Putra Sukahet berharap pertemuan dan koordinasi dengan Kajati Bali yang dilakukan setelah proses penerbitan instruksi MDA Provinsi Bali ke desa adat, dapat segera meredam situasi, mengakhiri silang pendapat, sekaligus menuntaskan permasalahan yang terjadi. Dengan begitu, krama adat Bali dapat kembali fokus pada upaya membangun kerukunan dan ketertiban di kalangan masyarakat Bali.  

Sedangkan Petajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan, I Gusti Made Ngurah, mengatakan diduga terjadi penyebarluasan Bhagavadgita versi Hare Krishna yang juga meresahkan umat Hindu Bali dan secara umum umat Hindu Nusantara. “Ini patut menjadi atensi bersama,” katanya.

Sementara itu, Kajati Bali, Erbagtyo Rohan, menyambut baik dan mendukung komitmen MDA Provinsi Bali dalam upaya untuk menjaga ketertiban masyarakat khususnya krama adat di Bali, serta situasi yang kondusif. Erbagtyo menjelaskan, peran Kejati Bali dengan ruang lingkup di Provinsi Bali adalah bersama-sama melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ancaman ketertiban dan situasi yang membuat suasana tidak kondusif.

Erbagtyo juga secara tegas menyatakan keprihatinan atas permasalahan yang terjadi. Itu sebabnya, Kajati Bali ini menugaskan organ internal kejaksaan untuk terus bergerak dalam ruang lingkup kewenangan yang dimiliki, untuk melakukan pendalaman dengan berbagai komponen terkait permasalahan Hare Krishna dan Sampradaya lainnya, agar tidak terus berlarut.

MDA Provinsi Bali sendiri, sebagaimana diberitakan, sebelumnya menginstruksikan seluruh 1.493 desa adat di Bali untuk tidak mengizinkan alias melarang Sampradaya termasuk Hare Krishna melaksanakan kegiatan ritualnya di setiap pura, fasilitas pedruwen desa adat, dan atau fasilitas umum yang ada di wewidangan desa adat. Keputusan berupa instruksi ini diambil MDA Provinsi Bali dalam pesangkepan (rapat) yang diperluas bersama seluruh MDA Kabupaten/Kota Se-Bali, di Sekretariat Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Rabu (5/8) lalu.

Selain menginstrusikan seluruh 1.493 desa adat, MDA Provinsi Bali juga mengirim surat kepada PHDI Pusat dengan Nomor 166/MDA-Prov Bali/VIII/2020 perihal usulan pencabutan pengoyaman terhadap ISKCON dan Hare Krishna. Adapun usulan yang disampaikan kepada PHDI Pusat, antara lain, menyatakan bahwa Sampradaya ISKCON melalui Hare Krishna memiliki teologi keagamaan yang sangat berbeda dengan agama Hindu, sehingga tidak dapat disamakan dan/atau menjadi bagian dari agama Hindu.

Karena itu, Sampradaya termasuk Hare Krishna diusulkan untuk tidak lagi mendapatkan pengayoman dari PHDI, serta menarik buku-buku buku pelajaran dan/atau materi soal agama Hindu, berikut media publikasi lainnya yang di dalamnya terdapat materi yang bertentangan dengan ajaran Agama Hindu. *

Komentar