nusabali

Kritik Pariwisata Bali Melalui Mural

  • www.nusabali.com-kritik-pariwisata-bali-melalui-mural

DENPASAR, NusaBali
Bali sebagai daerah yang bergantung pada potensi pariwisatanya, telah beberapa kali diuji dengan serangkaian peristiwa yang mengguncang sektor pariwisata.

Mulai dari tragedi Bom Bali, erupsi Gunung Agung, dan kini pandemi Covid-19. Merespon tajuk tersebut, muralist Wild Drawing (WD) bersama Slinat membuat tiga karya mural di dinding sebuah lahan di kawasan Jalan Hayam Wuruk, Tanjung Bungkak, Denpasar. 

Ketiga karya yang mengambil tema ‘Tirta Terakhir’ ini mengkritik ekploitasi pariwisata Bali yang sejatinya bersifat rentan dan sementara. “Bali sebagai pulau pendulang Dollar telah berulang kali terpukul oleh beberapa peristiwa yang seakan-akan menjadi sebuah peringatan bahwa orang Bali tidak bisa selamanya mengabdikan dirinya untuk kepentingan pariwisata, serta menjual tanah leluhurnya hanya untuk bisnis besar pariwisata tersebut. Bom Bali I dan II, letusan Gunung Agung, dan yang terakhir pandemi global yang telah meluluhlantakan perekonomian dunia adalah bukti betapa tergantungnya kita akan pariwisata dan bagaimana ketidakberdayaan manusia Bali tanpa pariwisata,” ungkap WD pada NusaBali, Kamis (30/7).

Oleh seniman WD, beberapa karya yang dibuat antara lain sosok sang Garuda yang membawa setetes air, yang merupakan simbolis secara mitologi saat Garuda diutus untuk mencari Tirta Amerta, sebuah tirta yang membawa kelanggengan dalam kehidupan. Jika ditafsirkan lagi, makna dari mitologi tersebut yaitu kehidupan di dunia ini akan terus berlangsung jikalau masih ada persediaan air. Celakanya, Bali sedang menghadapi mimpi buruk tersebut, yakni berhadapan dengan krisis air.

Lalu terdapat sepasang tangan yang masing-masing menggenggam uang dan padi. “Tangan pertama yang memegang Dollar menggambarkan sebuah kejayaan secara materi, keberhasilan yang dihitung dengan angka-angka yang ternyata angka-angka nominal tersebut, bisa berubah menjadi petaka yang dapat membakar dan menghancurkan harta paling berharga orang Bali yaitu kebudayaan. Kemudian tangan kedua dengan untaian padi adalah simbol kemakmuran, bulir-bulir yang telah berjasa dan akan selalu menjadi penyambung hidup orang Bali dari moyang, manusia sekarang dan generasi selanjutnya,” lanjut WD.

Mural sepasang tangan ini bersanding dengan mural yang menampilkan sesosok wanita yang tengah mengenakan masker gas. Ini merupakan karya dari Slinat yang diambil dari potret kuno, yang memiliki makna bahwa sejak potret tersebu diambil, saat itu pulalah pariwisata Bali dimulai dan hingga sekarang bablas dan justru merusak alam itu sendiri. Selain potret wanita tersebut, ada juga mural yang menggambarkan sosok lelaki kecil yang membawa sebuah tanaman. “Anak kecil yang membawa pohon, harapan baru, dengan kehidupan yg seimbang dengan alam lingkungan,” ujar Slinat saat dikonfimasi terpisah.

Memang, secara keseluruhan karya-karya ini bermaksud untuk menyampaikan pesan atau kritik untuk dunia pariwisata Bali. “Maksud saya pariwisata itu bagus di beberapa hal, tapi jangan seragamkan seluruh manusia Bali untuk menjadi pemuja atau mengubahnya menjadi abdi-abdi pariwisata. Petani, peternak dan tukang tukang harus punya porsi yang sama dimata pemerintah, mereka juga layak mendapat perhatian yang maksimal dan yang paling penting adalah kesadaran untuk tetap menjaga habitat mereka, menjaga alam ini,” pesan WD.

Semua mural ini, terlukis jelas di dinding lahan di mana dulu, kantor Harian NusaBali pernah berdiri. “Untuk pertimbangan lokasi, pastinya lebih gampang diakses oleh masyarakat yang ingin melihat wujud dari mural ini, tapi yang terpenting adalah tembok tersebut seakan-akan tidak bertuan, sehingga kita bisa bebas berkarya tanpa ada seseorang pun yang mendikte ide atau visual yang kita garap,” pungkasnya.*cr74

Komentar