nusabali

Ungkap Unsur Matematis Dalam Keindahan Arsitektur dan Interior

Prof Dr Drs I Gede Mugi Raharja MSn, Guru Besar Bidang Ilmu Kajian Desain Interior ISI Denpasar

  • www.nusabali.com-ungkap-unsur-matematis-dalam-keindahan-arsitektur-dan-interior

Setelah sandang gelar guru besar, Prof Dr Drs I Gede Mugi Raharja MSn akan kembangkan keilmuannya S2 Ilmu Desain Pascasarjana ISI Denpasar yang baru saja dibentuk. Program S2 ini akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk angkat budaya-budaya lokal di bidang desain

DENPASAR, NusaBali

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar baru saja mengukuhkan dua guru besar saat Dies Natalis XVII, Selasa (28/7), yakni Prof Dr Drs I Gede Mugi Raharja MSn, 57, dan Prof Dr I Wayan Kun Adnyana SSn MSn. Dalam orasi ilmiahnya hari itu, Prof Mugi Raharja ungkap ‘unsur matematis dalam keindahan arsitektur dan interior’.

Saat acara pengukuhan guru besar yang dihadiri langsung Gubernur Bali Wayan Koster hari itu, Prof Mugi Raharja menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Estetika Sistematis Arsitektur dan Interior: Sebuah Kajian Berdasarkan Estetika Renaisans’. Dalam orasi ilmiahnya, akademisi asal Banjjar Kawanan, Desa Penuktukan, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini menyinggung soal keindahan/estetika tidak selalu bersifat subjektif atau hanya menggunakan sentuhan rasa. Dalam prinsip estetika pada masa Renaisans telah menggunakan logika Matematika untuk membantu menampakkan keindahan dalam bentuknya yang tertinggi.

“Matematika tidak hanya berkaitan dengan ilmu hitung yang bersifat pasti. Karena pada masa Renaisans, Matematika telah digunakan untuk menjabarkan filsafat dan menciptakan keindahan suatu wujud arsitektural,” ujar akademisi kelahiran Mataram, 5 Juli 1963, yang sandang predikat Mahasaiswa Teladan II Unud Tahun 1986 di bawah Dewa Gede Palguna ini.

Menurut Prof Mugi, konsep estetika Resainans bertitik tolak dari manusia yang dibekali nalar dan rasio oleh Tuhan, sehingga nalar dan rasio dapat digunakan untuk menghayati makna ke-Tuhan-an. Estetika arsitektur tradisional Bali memiliki kemiripan dengan prinsip estetika Resainans. Sedangkan filosofi estetika arsitektur tradisional Bali menggunakan Matematika berdasarkan metrik tubuh manusia, untuk menentukan estetika proporsi bentuk dan konstruksi tiang bangunannya.

“Tujuannya adalah membuat karya seni bangunan yang indah (sundaram), sesuai pedoman yang diyakini bersumber dari yang bersifat suci (siwam), sehingga terwujud karya arsitekturnya mengandung kebenaran secara logika (satyam). Seni bersama dengan sains, teknologi, teknik, dan Matematika akan mendorong kreativitas untuk mewujudkan estetika arsitektur dan desain interior dalam menghadapi tantangan dan peluang,” papar Prof Mugi.

Ditemui NusaBali usai acara pengukuhan guru besar siang itu, Prof Mugi mengaku bersyukur karena proses yang dilalui telah sampai pada puncaknya. Setelah meraih gelar Doktor Kajian Budaya di Unud tahun 2013, Prof Mugi rajin mengumpulkan bahan-bahan yang akan dijadikan penelitian.

Menurut Prof Mugi, salah satu tahap yang harus dilewati oleh para dosen untuk mendapatkan guru besar adalah persyaratan publikasi internasional dan harus bereputasi. “Kalau misalnya hanya dua negara, Malaysia dan Indonesia, itu tidak dianggap internasional. Itu yang menyebabkan sekarang dosen-dosen susah ke guru besar,” beber alumnus 1982 SMAN 1 Singaraja---setingkat di bawah Gubernur Bali Wayan Koster—ini.

Publikasi ilmiah pertama yang membuka jalannya untuk persyaratan guru besar adalah tentang ‘Tanda Lintas Budaya Timur dan Barat pada Arsitektur dan Interior Bangunan Taman Ujung, Karangasem-Bali’ tahun 2017. Penelitian selanjutnya adalah tentang ‘Kajian Konsep Ruang Punden Berundak di Pura Pucak Penulisan (Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Bangli) yang dikaitkan dengan Kaldera Gunung Batur Purba’ pada tahun 2018. Dua publikasi ilmiah inilah yang mempercepat lolosnya persyaratan publikasi internasional yang dipersyaratkan.

“Saya memang sudah siapkan dari awal dan tidak mau terburu-buru. Sebab, terburu-buru itu nantinya merugikan. Jadi, saya stok dulu. Pertimbangan saya adalah begitu diterima, langsung meloncat. Saya memulainya Maret 2019, dan bulan Juni 2019 di-acc. Saya tidak tahu kalau bulan Juni sudah di-acc. Kebetulan, saya dikasitahu pengumumannya pas Ultah saya, 5 Juli 2019. Sehingga ini adalah kado terindah dan tak terlupakan,” terang anak tunggal dari pasangan I Wayan Martha BA (mantan Kasek SMPN Tejakula) dan Ayu Menaka ini.

Menurut Prof Mugi, kecintaannya pada desain interior bermula dari cita-citanya ingin menjadi arsitek. Cita-cita itu muncul sejak SMA. Setelah tamat SMAN 1 Singaraja tahun 1982, Prof Mugi memilih jurusan seni rupa di Fakultas Teknik Unud. Pada 1983, ada pembaharuan program studi, yang mana dulunya bernama Prodi Seni Rupa kemudian berubah menjadi Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD). Tahun 1990, Prof Mugi diangkat menjadi dosen di Unud dan melanjutkan studi S2 di ITB Bandung tahun 1996.

Begitu tamat S2 dari ITB Bandung, Prof Mugi kembali ke Unud. Pada 2000, dia dipercaya menjadi Pembantu Ketua (Dekan) I PSSRD Unud. Waktu itu, ada kesepakatan dan menteri saat itu memiliki program untuk membentuk satu institut yang merangkum pendidikan seni di Bali. “Sehingga PSSRD Unud dibawa ke ISI Denpasar. Jadi, saya asalnya dari Unud. Tahun 2005, baru definitif menjadi ISI Denpasar,” jelas Prof Mugi.

Setelah mendapatkan gelar guru besar, Prof Mugi selanjutnya akan mengembangkan keilmuannya di jenjang S1. Termasuk juga di jenjang S2 Ilmu Desain Pascasarjana ISI Denpasar yang baru saja dibentuk. Rencananya, S2 Ilmu Desain ISI Denpasar akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengangkat budaya-budaya lokal di bidang desain. Dengan begitu, dunia akan mengetahui bahwa Bali memiliki teknologi, bangunan, dan hal-hal yang bersifat seni rupa nusan-tara.

“Selain mengajar, tentu tantangannya sekarang (menjadi guru besar) adalah bagaimana tetap bisa menulis. Karena setelah menjadi profesor, tuntutannya harus banyak membuat tulisan, buku, dan artikel,” tandas Prof Mugi, yang semasa kuliah di Unud ikut aktif mengasuh Pers Kampus Akademika. *ind

Komentar