nusabali

Politik Dinasti di Pilkada 2020 Bukan Fenomena Baru

  • www.nusabali.com-politik-dinasti-di-pilkada-2020-bukan-fenomena-baru

JAKARTA, NusaBali
Majunya sejumlah keluarga penguasa di pilkada serentak 2020 memunculkan berbagai tanggapan.

Salah satunya terkait politik dinasti. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustofa, menegaskan politik dinasti bukan fenomena kali ini saja. "Dari pilkada mulai berlangsung 2005 lalu sudah ada politik dinasti. Jadi dari pertama sampai tahun 2020 ini telah memasuki empat putaran," ujar Saan dalam diskusi bertajuk 'Kekhawatiran Menguatnya Dinasti Politik' di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7). Menurut Saan, politik dinasti bukan hanya terjadi di Indonesia. Melainkan di negara lain seperti di negara yang demokrasinya lebih maju dibandingkan kita.

Saan mencontohkan, Amerika Serikat. Di mana istri dari Presiden Bill Clinton mengikuti konvensi calon Presiden. Begitupula dengan George Walker Bush baik di parlemen maupun eksekutif. Keduanya bisa dikatakan politik dinasti. Namun perlu membentengi agar praktek politik dinasti tidak mereduksi kualitas personal calon itu sendiri. Caranya dengan melihat kemampuan dia memimpin. Saan menjelaskan, dinasti politik tidak terlepas dari kepartaian.

Lantaran sumber utama lahirnya kepala daerah berasal dari rekrutmen di partai politik. "Parpol dalam menjalankan fungsi rekrutmen baik di eksekutif maupun legislatif berpengaruh terhadap muncul atau tidaknya dinasti politik, menguat atau tidaknya dinasti politik," jelas Saan.

Ke depan, proses rekruitmen oleh parpol menjadi bagian penting yang harus dipikirkan. Kalau memang parpol tidak bisa menghindari sehingga terjadi dinasti politik, setidaknya mereka melihat kompetensi calon yang diajukan. Apakah punya track record politik atau pernah memegang jabatan publik. "Ini sangat penting agar tidak ujug-ujug langsung muncul," kata Saan. Selain itu, kata Saan, politik dinasti juga terjadi karena undang-undang pilkada. Berdasarkan pengalaman pilkada 2005 hingga sekarang, proses untuk mendapatkan dukungan maju sebagai calon kepala daerah persyaratannya harus 20 persen.

Alhasil tidak ada parpol yang bisa mengajukan calon sendirian. "Ke depan, perlu kita pikirkan undang-undang pilkada yang ramah bagi calon-calon kepala daerah yang punya rekam jejak dan pengalaman politik yang memadai. Dan punya kapasitas serta komitmen tinggi terhadap kepentingan masyarakat banyak," papar Saan.

Sementara anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, berpandangan politik dinasti buruk buat demokrasi. Bahkan dia menganggap hal tersebut bagian dari residu demokrasi. Jika di negara lain melakukan politik dinasti seperti di Amerika, dia menilai berbeda dengan di sini.

Amerika polanya mentorship. Lantaran mereka memang benar-benar dari bawah. "Pandangan saya mengenai politik dinasti ini buruk dan residu demokrasi. Oleh karena itu, kita harus mengoreksinya di RUU pilkada yang akan datang," papar Mardani. *k22

Komentar