nusabali

Juara Judo yang Kena PHP Kelulusan SMA

  • www.nusabali.com-juara-judo-yang-kena-php-kelulusan-sma

ANGKA 7 lekat dengan I Nyoman Sutedja Mukarsa. Pria yang sarat pengalaman di dalam dan luar negeri ini  lahir di Rumah Sakit Wangaya Denpasar pada tanggal 7, bulan 7, tahun 1947.

Jamnya juga pukul 7 pagi. Semuanya serba 7, kombinasi yang langka dan unik. Saking istimewanya rentetan angka tersebut, bahkan hingga nomor telepon selulernya dipilih kuartet 7.

Arti disiplin sudah diterapkannya sedari kanak-kanak. Di usia 6,5 tahun, Sutedja kecil sudah masuk ke Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar). Tiap hari dia selalu bangun pukul 02.00 dinihari, karena sang ibu juga bangun jam segitu untuk bersiap berjualan di pasar. Dia pun mengikuti pola sang ibu yang pukul 21.00 atau 22.00 sudah tidur. “Tapi setelah jam 2 pagi bangun, saya tidur lagi sampai pas mau berangkat sekolah,” kenang Komisaris Asuransi Reliance Indonesia ini.

Kedisiplinan dan kemandiriannya mulai naik level saat duduk di kelas III. Dia mulai mandiri, menyiapkan perlengkapan sekolah  hingga mencuci dan mensetrika baju sendiri. Bahkan di usia yang masih kencur itu, sesekali dia juga membantu mencuci dan mensetrika baju dari kakaknya.

Ayah Sutedja sendiri adalah Nyoman Muka, seorang pejuang kemerdekaan RI 1945  yang memiliki empat orang istri. Dari istri pertama melahirkan 7 orang anak, lalu istri kedua lahirlah 3 orang anak, selanjutnya istri keempat juga memberikan tiga orang anak. Sedangkan istri ketiga tidak memberikan keturunan karena pernikahan disebut tidak sah sehingga langsung cerai.

Nyoman Muka, adalah sosok yang terkenal gagah berani dan selalu berada di garda terdepan beserta adiknya Ketut Bagia di bawah Pasukan Garda Rata. Pasukan ini bahu membahu dalam perjuangan bersama Pasukan Ciung Wanara yang dipimpin oleh pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai, dan melibatkan juga pejuang-pejuang  I Gusti Wayan Debes dan Wagimin.  Mereka bertempur mati-matian (puputan) melawan tentara NICA di Margarana Tabanan 20 November 1946.  Nyoman Muka dan Ketut Bagia selamat dalam  peristiwa heroik penuh pertumpahan darah untuk mengusir penjajah Belanda yang di kemudian hari diperingati sebagai Puputan Margarana.  Nyoman Muka meninggal dunia pada tahun 1984 atau dua tahun setelah berpulangnya ibunda Sutedja. Sedangkan Ketut Bagia meninggal dunia pada 1997.

Jiwa pemberani dan membela tanah air tanpa pamrih dari ayahnya inilah yang mengalir pada darah Sutedja.  Seiring bertambahnya usia, fisiknya pun tumbuh makin besar dan tulangnya terlihat makin kuat. Judo adalah seni bela diri pilihannya untuk berolahraga dan mempertahankan diri dari ancaman musuh. Sejak kelas II SMP, dia mulai  giat berlatih judo, dan di kelas III sudah  mengikuti berbagai ajang pertandingan judo di seluruh Bali. “Selama lima tahun saya tidak ada lawan,” kenang Sutedja bangga.

Hingga menjelang ujian akhir SMA, awal tahun 1960an, Sutedja muda  diminta mnewakili Bali bertanding dalam sebuah ajang nasional di Surabaya paada awal tahun 1965. Dia bersedia karena dijamin akan tetap lulus ujian SMA.Maka bersama dua atlet judo lain mereka bertolak ke Surabaya. Istimewanya, perjalanan darat dalam mobil jip dinas bersama Kepala Komando Daerah Kepolisian atau Komdak XV/Bali saat itu Hari Bujari.

Gelar juara harapan atau juara IV nasional berhasil diraih. Namun setelah ujian SMA (sekarang SLUA Saraswati Denpasar) diumumkan justru namanya dinyatakan tidak lulus. Sutedja kena PHP (pemberi harapan palsu).  Dia pun mengaku sempat marah campur kecewa karena merasa dibohongi janji-janji manis, termasuk janji Gubernur Bali saat itu. Ironisnya saat kembali mengulang ujian, kembali Sutedja tidak lulus, sehingga dia pindah ke Klungkung.  “Saat itu banyak yang tidak lulus, tapi teman-teman banyak menyiasati pindah ke Yogyakarta yang dinilai ada kemudahan lulus,” ujar Staf Ahli PRAMARINE (Staf Ahli di Bidang Kemaritiman Nasional) Ini.

Setelah menamatkan SMA, Sutedja hijrah ke Jawa. Mulai mencoba sekolah perawat di Surabaya, akademi penerbang di Bandung, dijajakinya. Hingga akhirnya dia berlabuh di Semarang untuk sekolah pelayaran. Di Semarang kemampuan judonya juga membuat namanya dijadikan judoka yang mewakili Provinsi Jawa Tengah dalam sebuah event nasional di Makassar Sulawesi Selatan pada tahun 1969. *mao

Komentar