nusabali

Ketahanan Pangan di Indonesia, Apa Solusinya?

Dialog bertajuk ketahanan pangan yang berlangsung di Agro Learning Center Denpasar

  • www.nusabali.com-ketahanan-pangan-di-indonesia-apa-solusinya

DENPASAR, NusaBali
Isu ketahanan pangan memang seolah tak ada habis-habisnya dibahas. Memang ironis, jika mengingat Indonesia adalah negara agraris namun memiliki isu ketahanan pangan.

Dialog bertajuk ketahanan pangan yang berlangsung pada Minggu (26/7) membahas hal-hal yang menjadi kunci dalam menyukseskan ketahanan pangan di Indonesia dan khususnya Bali.

Dialog ketahanan pangan yang berlangsung di Agro Learning Center di kawasan Gang Raya Jalan Cekomaria, Peguyangan Kangin, Denpasar ini diisi oleh berbagai narasumber, beberapa di antaranya yaitu perwakilan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Bali, dan beberapa komunitas seperti Komunitas Lungatad Berseri, Pondok Tani, dan Kelompok Pangan Raya. Selain itu, dialog ini juga diisi oleh Anggota DPD RI Made Mangku Pastika dan Rektor Universitas Dwijendra, Dr I Gede Sedana MSc MMA yang menyampaikan dialog secara virtual. 



Dalam dialog ini, I Gusti Putu Nuriatha yang mewakili HKTI Provinsi Bali, menyampaikan bahwa secara umum, kondisi ketahanan pangan Indonesia saat ini tidak terlalu mengalami masalah sehingga bisa dikatakan stabil. Namun, kestabilan ketahanan pangan ini sendiri bersifat semu. “Namun stabil ini bersifat semu karena ditimpangi impor. Impor tidak sepenuhnya salah, tapi akan lebih bagus jika kita mandiri dalam pangan,” ujarnya.

Untuk itu, Nuriatha menyampaikan tiga poin penting yang bisa menjadi solusi dalam meningkatkan ketahanan pangan Indonesia yang bisa dilakukan pemerintah. Poin pertama yang disebutkan, yaitu mengenai pengendalian jumlah penduduk. Memang, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang padat. Seiring dengan tingginya angka penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan akan pangan.

Salah satu program yang dulu sempat menjadi solusi pemerintah dalam pengendalian kepadatan penduduk yaitu program transmigrasi, yang bila kembali digencarkan, maka akan berdampak pada pertanian dan ketahanan pangan. “Di samping memeratakan jumlah penduduk, transmigrasi juga menciptakan lumbung-lumbung baru,” lanjut Nuriatha.



Poin kedua, yaitu soal bagaimana meningkatkan produksi pangan yang lebih intensif. Nuriatha sendiri berharap, lembaga-lembaga pertanian akan kembali dihidupkan, seperti penyuluh pertanian dan Balai Benih. Selain itu, produksi pangan yang lebih intensif juga biasa diwujudkan dengan pengembangan SDM berkualitas dengan teknologi yang tinggi. Yang tak kalah penting, yaitu adanya diversifikasi pangan, di mana perlu adanya perubahan mindset bahwa komoditas pangan tak hanya beras, namun juga produk-produk lainnya.

Terakhir, poin ketiga yaitu tentang faktor lingkungan juga turut mempengaruhi produkivitas pertanian, seperti lingkungan mata air, dan antisipasi perubahan cuaca. Tak lupa, Nuriatha juga memberikan catatan terkait keberhasilan ketahanan pangan di Indonesia. “Pertama, ketahanan pangan akan tercapai jika antara visi pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersinergi. Kedua, untuk mencapai ketahanan pangan yang sukses, perlu ada kebijakan yang bersifat lintas sektor,” tuntasnya. *cr74

Komentar