nusabali

Penyalahgunaan Wewenang Termasuk Maladministrasi Pilkada

  • www.nusabali.com-penyalahgunaan-wewenang-termasuk-maladministrasi-pilkada

DENPASAR, NusaBali
Perebutan kursi kekuasaan memang selalu menarik untuk diperebutkan.

Tak ayal, kampanye dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk maladministrasi. Potensi maladministrasi bisa terjadi sebelum masa pilkada, masa kampanye, atau sesudah masa pilkada. Salah satu tindakan administratif yang sering ditemui adalah penyalahgunaan wewenang atau tindakan melampaui kewenangan.

“Dalam UU Pilkada Pasal 71 maladministrasi dalam pilkada berupa penyalahgunaan wewenang atau tindakan yang melampaui kewenangan oleh pejabat daerah atau pejabat ASN untuk menguntungkan salah satu pihak, dalam konteks pilkada. Ini yang harus diwaspadai ke depan,” ujar akademisi bidang Hukum Tata Negara Universitas Udayanam Dr Jimmy Usfunan, dalam diskusi yang digelar Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali, Kamis (23/7).

Menurut Jimmy, jangan sampai petahana-petahana yang masih berkuasa dan memiliki kekuatan di pemerintahan menggunakan amunisi-amunisi ASN untuk diarahkan memiliki calon tertentu maupun dirinya sendiri. Sebagai contoh, tindakan administratif yang dilakukan seperti keengganan pejabat daerah atau pejabat ASN untuk menandatangani pemberhentian ASN karena tahu ASN ini akan maju menjadi rival petahana. “Dia tahu ASN ini akan menjadi rival politiknya, sehingga dia tidak mau menandatangani surat pemberhentiannya. Atau dia bisa mengeluarkan keputusan. Misalnya, dia tahu ada seorang pejabat yang akan jadi rival politiknya, lalu dia langsung pecat orang itu dengan keputusan. Ini tidak lagi murni, apalagi pemecatannya tidak seimbang antara perbuatan yang dilakukan dengan sanksi yang diterima,” jelasnya.

Meskipun potensi maladministrasi dianggap hanya pada masa kampanye, tapi ke depan Bawaslu sudah harus mulai mengawasi indikasi-indikasi pejabat daerah dan pejabat ASN masuk ke dalam forum-forum untuk mendukung calon tertentu. “Atau indikasi pejabat daerah dan pejabat ASN membuat suatu tindakan yang mengarah pada dukungan-dukungan politik. Seandainya itu ada, maka harus ditindaklanjuti. Termasuk Ombudsman bisa masuk ke dalam dimensi itu,” katanya.

Tidak hanya Bawaslu, Jimmy berharap Ombudsman bisa masuk ke ranah di mana terjadi gangguan netralitas ASN yang mengakibatkan pelayanan publik tidak berjalan dengan baik, atau keberpihakan terhadap salah satu calon. “Peluang maladministrasi itu pasti ada, ketika ada calon-calon petahana. Yang harus diawasi adalah apakah orang ini menggunakan kewenangannya untuk meningkatkan popularitas nantinya, atau murni dia bisa memisahkan antara dia sebagai figur publik atau sebagai masyarakat biasa,” tambahnya.

Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab mengatakan, saat pilkada Ombudsman Bali selalu berkoordinasi dengan Bawaslu dan KPU ditandai dengan MoU. “Apabila ada laporan dari masyarakat kami selalu koordinasikan dengan KPU dan Bawaslu, dan mereka melakukan tindak lanjut. Dari hasil diskusi ini, kami berencana akan mengundang Bawaslu dan akademisi mengenai peluang kerjasama dalam mendukung pelaksanaan pilkada yang bebas dari potensi maladministrasi,” jelas Umar. *ind

Komentar