nusabali

Pengendalian Kemiskinan di tengah Gelombang Corona

  • www.nusabali.com-pengendalian-kemiskinan-di-tengah-gelombang-corona

Pandemi COVID-19 mengubah total wajah ekonomi Bali. Gemerlap pariwisata yang menjadi ciri khas Bali pelan-pelan mulai redup. Roda ekonomi Bali yang bertopang pada sektor ini seakan tiba-tiba berhenti berputar.

Penulis : Putu Simpen Arini, SST,M.Si
Kepala Seksi Statistik Sosial BPS Kabupaten Bangli

Pada triwulan I dimana pandemi ini baru masuk ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi Bali mengalami kontraksi hingga 1,14 persen. Tidak hanya itu, jumlah penduduk miskin Bali pun bertambah hingga 8,3 ribu orang. Dahsyatnya dampak pandemi sepertinya tidak berhenti sampai disini karena belum ada kepastian hingga kapan pandemi akan berakhir. Kondisi ini tentu menjadi ganjalan bagi Pemerintah Provinsi Bali yang bertekad mewujudkan kemiskinan Bali menjadi hanya 1 persen pada tahun 2023.

Ibarat mobil yang mengerem mendadak, penumpang didalamnya terguncang lebih parah dibanding mengerem pelan-pelan. Begitupun pariwisata Bali, pandemi Covid memaksa ditutupnya pariwisata secara mendadak. Pundi-pundi pemasukan yang berasal dari wisatawan luar negeri pun menghilang dengan cepat. Kondisi ini diperkirakan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Bali akan terus tumbuh negatif hingga triwulan III 2020. Perkiraan tersebut menegaskan bahwa dampak pandemi terhadap perekonomian lebih luas dari perkiraan semula. Pandemi Covid-19 menyebabkan jutaan orang di dunia kehilangan pekerjaannya. ILO memperkirakan, 6,7 persen atau setara dengan 195 juta pekerja penuh waktu terkena dampak akibat pandemi secara global pada kuartal II. Tidak ayal hal ini mendorong banyak orang terjun ke dalam lembah kemiskinan dan memicu munculnya orang miskin baru. Melalui Global Economic Prospect, Bank Dunia memperkirakan 71 juta orang akan masuk ke kemiskinan ekstrem. Angka tersebut diperoleh dengan menggunakan skenario kontraksi ekonomi sebesar 5 persen pada tahun 2020.

Dampak pandemi ini juga dirasakan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Smeru Institut memperkirakan jumlah penduduk miskin baru di Indonesia pada tahun 2020 bertambah hingga 1,3 juta orang akibat Covid-19. Bahkan jika Covid-19 berlanjut ke tahun 2021, jumlah penduduk miskin baru diperkirakan bertambah  hingga 8,5 juta orang. Jika ini terjadi, upaya-upaya penurunan kemiskinan yang selama ini dilakukan tentu seakan menjadi sia-sia. 

Berbicara mengenai upaya pengentasan kemiskinan Bali, selama 15 tahun terakhir tingkat kemiskinan Bali bisa dikatakan relatif rendah dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Bali mampu menurunkan kemiskinan dari 6,85 persen pada tahun 2004 menjadi 3,91 pada bulan September 2018. Dalam upaya mengentaskan kerak-kerak kemiskinan ini, Pemerintah Provinsi Bali bahkan bertekad mewujudkan kemiskinan Bali menjadi hanya 1 persen pada tahun 2023. Namun demikian, harapan ini agaknya kini semakin berat diwujudkan ditengah pandemi Covid-19. Hasil pengukuran Badan Pusat Statistik, pada bulan Maret 2020 jumlah penduduk miskin di Bali meningkat 8,3 ribu orang dibandingkan bulan September 2019. Jumlah ini bisa jadi terus bertambah karena pengukuran yang dilakukan baru pada bulan Maret 2020 yang mana saat itu pandemi Covid-19 belum berdampak banyak seperti sekarang.

Berdasarkan release BPS tersebut, pada tahap awal penyebarannya di Bali, dampak Covid terhadap kemiskinan lebih dirasakan oleh penduduk perkotaan daripada perdesaan. Hal ini tercermin dari persentase kemiskinan yang mengalami peningkatan adalah pada wilayah perkotaan. Persentase penduduk miskin di perdesaan justru menurun. Hal ini mengindikasikan pandemi Covid-19 tidak terlalu berdampak pada sektor pertanian yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan. 

Belanja-belanja bantuan sosial memang menjadi salah satu upaya agar kemiskinan tidak semakin melonjak akibat Covid-19 yang menimbulkan PHK dan berbagai macam penurunan kegiatan ekonomi. Berkaca pada pengalaman penanganan krisis sebelumnya, belanja bantuan sosial menjadi pilihan pemerintah untuk menahan laju pertambahan penduduk miskin. Terlebih penanganan bantuan sosial kali ini sudah lebih baik dari sebelumnya. Pemerintah menerapkan sistem berlapis dari pusat hingga level desa untuk memastikan semua penduduk terdampak mendapatkan bantuan. Namun demikian, satu hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kemiskinan di masa pandemi ini yaitu anak-anak. Data kemiskinan anak yang direlease BPS dan UNICEF tahun 2017 menunjukkan kemiskinan anak di Bali sebesar 5,39 persen. Jika  dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, Bali menduduki peringkat terendah jumlah anak miskin. Namun demikian, bila ingin memutus rantai kemiskinan, pengurangan kemiskinan harus dimulai dari anak-anak. Anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan sangat berisiko untuk menjadi orang dewasa yang miskin dan meneruskan kemiskinan ke generasi berikutnya. 

Berdasarkan hal tersebut, kebijakan/program penanggulangan kemiskinan pada masa Pandemi Covid-19 di Bali juga harus memperhatikan kemiskinan pada kelompok usia anak. UNICEF merekomendasikan beberapa cara untuk menanggulangi kemiskinan anak. Diantaranya yaitu pentingnya anak-anak dapat menamatkan pendidikan hingga ke jenjang Sekolah Menengah Atas/sederajat. Hal ini karena anak pada kelompok usia 7-17 tahun yang tidak bersekolah berisiko hampir 2 kali lipat untuk menjadi miskin dibanding mereka yang bersekolah. Untuk itu program wajib belajar 12 tahun yang diwacanakan akan ditetapkan di Bali agar tetap dijalankan ditengah pandemi ini. Dampak penanganan kemiskinan pada anak tentu tidak dapat dirasakan dalam waktu singkat. Namun demikian, menyelamatkan anak-anak agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan akan menyelamatkan generasi kita dimasa mendatang.*


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar