nusabali

Pro dan Kontra Redenominasi Rupiah di Kala Pandemi

  • www.nusabali.com-pro-dan-kontra-redenominasi-rupiah-di-kala-pandemi

Kementerian Keuangan Republik Indonesia berencana melakukan penyederhanaan nilai rupiah atau redenominasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi) ini ditetapkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2020-2024.

Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

Rencana pengurangan digit pada nominal rupiah tersebut sebenarnya sudah sempat diusulkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2010, namun karena kestabilan politik dan fluktuatifnya nilai rupiah langkah tersebut masih ditunda hingga sekarang. Meskipun demikian potensi untuk melakukan redenominasi nampaknya kembali optimis dilakukan seiring dengan meningkatnya status ekonomi Indonesia menjadi upper middle income country yang ditetapkan oleh Bank Dunia sejak 1 Juli 2020. Apa relevansinya dalam situasi pandemi?

Redenominasi dalam KBBI didefenisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang dalam konteks ini rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan (nilai) uang.  Senering pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1959 seperti dikutip dari Kompas.com. Saat itu, pecahan 800 rupiah dan 10.000 rupiah diturunkan nilainya masing-masing menjadi pecahan  80 rupiah dan 1.000 rupiah . Redenominasi diperlukan untuk menyederhanakan uang yang nilainya terus menerus tergerus inflasi. Redenominasi berbeda dengan sanering. Sanering berarti mengurangi nilai mata uang, sementara redenominasi hanya menyederhanakan nominal dan nilainya tidak berkurang. Pelaksanaan redenominasi butuh waktu yang panjang mulai dari tahapan sosialisasi hingga pada tahap penggantian uang yang lama dengan yang baru. Pemahaman yang benar akan redenominasi harus terus digaungkan agar tidak memicu kebingungan masyarakat dalam transaksi yang berpotensi fatal bagi stabilitas ekonomi jika tidak dikelola dengan baik.

Pelaksanaan redenominasi rupiah tidak hanya membuat rupiah nampak gagah dibandingkan mata uang negara lain namun juga efisiensi transaksi ekonomi. Selain itu dengan mengurangi jumlah digit pada nominal mata uang disinyalir mampu menekan tingkat inflasi yang terus berpotensi naik apabila stabilitas perekonomian nasional tidak mampu dikendalikan dengan cermat. Pencatatan tansaksi perdangan menjadi lebih sederhana akibat pemangkasan angka nol pada rupiah juga merupakan salah satu dampak positif yang dibidik dari redenominasi. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Kebijakan Publik bahkan menyatakan bahwa redenominasi akan mempengaruhi psikologis orang untuk berbelanja lebih banyak terutama dalam konteks perdagangan dalam negeri seperti dikutip dari Jpnn.com. Akibatnya permintaan di sektor industri juga naik dan memberi iklim positif bagi perekonomian Indonesia. Berangkat dari optimisme tersebut serta sebagai upaya mengerakkan roda perekonomian nasional opsi redenominasi kembali muncul sebagai salah satu alternatif yang mungkin cukup menjanjikan dengan syarat tercapainya stabilitas dan iklim ekonomi yang positif dalam negeri.

Masa pandemi menuntut fokus pemerintah pada Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam waktu dekat beberapa wilayah di Indonesia juga akan menggelar pesta demokrasi pemilihan kepala daerah di 270 daerah. Artinya, iklim politik juga berpeluang bergejolak di masa sulit pandemi jika tidak ditangani dengan berbagai antisipasi dini. Dalam jangka pendek sasaran kinerja perekonomian nasional adalah stabilitas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tingkat inflasi sejak lima tahun terakhir memang cukup terkendali tercatat di bawah  4 persen. Pada Juni 2020 inflasi tercatat sebesar 0,18 persen dan perkiraan kumulatif inflasi tahunan sebesar 1,09 persen.  Selain itu pertumbuhan ekonomi juga relatif stabil dimana sejak tahun 2017 selalu tumbuh diatas 5 persen. Namun setelah pandemi ancaman resesi nampaknya jelas menanti akibat guncangan perekonomian global yang menyebabkan lumpuhnya roda perekonomian dan supply chain di berbagai sektor. Ditinjau dari segi fluktuasi nilai tukar, rupiah bergerak relatif stabil pada Januari dan Februari 2020 yang masing-masing mencapai rata-rata sebesar 13.732 rupiah dan 13.776 rupiah per dolar AS dan kemudian mulai mengalami depresiasi pada Maret 2020 seiring dengan pandemi meluasnya penyebaran Covid-19. Situasi ini pun berpotensi menyebabkan Indonesia mengalami resesi menyusul Singapura yang sudah lebih dulu secara resmi mengumumkan pertumbuhan ekonomi  minus 41,2 persen di kuartal II tahun 2020. Perekenomian Indonesia dilaporkan mengalami kontraksi pada kuartal I dengan tumbuh sebesar 2,97 persen ketika dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya. Jika kontraksi ini terus berlanjut di kuartal berikutnya maka jelas hantaman resesi tidak dapat dihindari oleh perekonomian Indonesia. 

Situasi pandemi nampaknya bukan lagi momentum yang tepat untuk melakukan redenominasi.  Periode waktu 2020-2024 pemerintah Indonesia akan berfokus pada upaya pemulihan ekonomi  dalam jangka pendek sehingga redenominasi tidak tepat dilakukan.  Beberapa pengalaman buruk redenominasi yang pernah dialami oleh negara lain dapat menjadi pedoman kapan sebaiknya kebijakan tesebut cukup feasible untuk dilaksanakan. Mata uang Brasil mengalami depresiasi berat terhadp dollar Amerika Serikat setelah melakukan redenominasi pada saat kondisi perekonomian dalam negeri yang buruk dan situasi politik yang bergejolak. Selain itu, inflasi di Brasil juga tercatat meningkat tajam hingga 500 persen pertahun.  Sejarah kelam redenominasi juga sempat menghampiri pemerintah Korea Utara. Minimnya sosialiasi perubahan nilai 100 won menjadi 1 won memicu kepanikan masyarakat sehingga menyebabkan permintaan akan uang baru melonjak sampai stok habis. Kegagalan redenominasi akibat sosialisasi yang terbatas juga terjadi di Rusia. Dengan demikian langkah untuk melakukan redenominasi sebaiknya ditunda hingga perekonomian Indonesia kembali stabil setelah berhasil keluar dari jebakan pandemi global Covid-19. 

Pada akhirnya kebijakan redenominasi rupiah adalah sebuah keputusan yang dapat berakibat positif atau negatif bagi perekomonian Indonesia. Rencana ini sebaiknya ditunda sebagai rencana dalam jangka menengah mengingat kondusivitas perekonomian dalam negeri dan global yang masih belum stabil. Selain kesiapan dalam stabilitas ekonomi dan politik yang tepat langkah redenominasi memerlukan pencanangan waktu yang tepat sehingga pelaksanaannya dapat bermanfaat optimal bukan berakibat fatal. Saatnya kita berfokus agar perekonomian pulih sebelum bergegas lepas landas menuju perekonomian yang lebih efisien dengan redenominasi. Indonesia, bisa!


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar