nusabali

Gelar Donor Plasma Konvalensen Perdana untuk Terapi Pasien Corona

Unit Transfusi Darah PMI Provinsi Bali di RSUP Sanglah Bikin Terobosan dalam Penanganan Covid-19

  • www.nusabali.com-gelar-donor-plasma-konvalensen-perdana-untuk-terapi-pasien-corona

Mantan pasien Covid-19 yang bisa menjadi pendonor plasma konvalensen adalah mereka yang sudah sembuh minimal 14 hari, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang belum pernah hamil dan belum pernah transfusi

DENPASAR, NusaBali

Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Provinsi Bali di RSUP Sanglah, Denpasar, untuk kali pertama menggelar donor plasma konvalensen, yang nantinya akan digunakan untuk terapi bagi penyembuhan pasien positif Covid-19. Terapi Plasma Konvalesen adalah sebuah metode mengambil plasma darah bekas pasien Covid-19 untuk mendapatkan antibodi yang telah bersifat imun, kemudian ditransfusikan kepada pasien Corona yang tengah dalam perawatan.

Donor plasma konvalesen perdana ini digelar oleh PMI Provinsi Bali melalui UTD Provinsi Bali di RSUP Sanglah, Kamis (16/7). Dalam donor plasma konvalesen perdana kemarin, pendonor adalah mantan pasien Covid-19 yang notabene seorang tenaga medis. Pria berusia 34 tahun ini telah memenuhi syarat untuk menjadi pendonor, yakni sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 selama 14 hari, dengan kelengkapan lolos uji swab sebanyak dua kali, dan memiliki titer antibodi yang cukup tinggi dari hasil uji netralisasi.

Pelaksanaan donor plasma konvalensen perdana kemarin disaksikan langsung Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya MPPM, Direktur Utama RSUP Sanglah Dr dr I Wayan Sudana MKes, Dekan Fakultas Kedokteran Unud Prof Dr dr Kt Suyasa SpB SpOT (K), Ketua Perhimpunan RS Se-Bali dr AA Anom MARS, dan Direktur UTD Provinsi Bali dr Patrajaya MKes.

“Ini adalah donor perdana yang diambil dari mantan penderita Covid-19, yang kebetulan beliau adalah tenaga medis residen yang sudah sembuh. Jadi, kami di tenaga kesehatan, di samping menolong pasien, juga sempat jadi korban. Tapi, kami sekarang bisa menolong sesama,” ujar Kadis Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya.

Pendonor awalnya diambil darahnya melalui alat bernama Apheresis, yang langsung memproses darah sehingga plasma darahnya dapat langsung diambil. Kemudian, pemberian terapi plasma konvalesen ini dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien.

Biasanya, satu dosis terapi membutuhkan 400 cc plasma darah untuk diberikan kepada pasien. Jika dalam perkembangannya yang melalui evaluasi oleh dokter masih dibutuhkan terapi plasma konvalesen, maka barulah dosis berikutnya diberikan kembali.

“Pasien yang mendapat TPK (Terapi Plasma Konvalesen) ini sudah dikaji juga. Diprioritaskan untuk pasien Ciovid-19 yang mengalami kondisi berat. Jadi, ada kriterianya, baik dari kriteria klinisnya maupun kriteria laboratorium,” ungkap Staf Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Unud, dr Kadek Muyantari.

Selain proses donasi plasma yang melalui mesin Apheresis yang memerlukan waktu selama 1 jam untuk mengumpulkan 400 cc plasma, donor juga bisa dilakukan melalui prosedur donor darah pada umumnya. Setelah whole blood atau darah utuh diambil dari pendonor, maka darah tersebut akan diolah lebih lanjut untuk memisahkan plasma darah dari komponen-komponen darah lainnya.

Menurut dr Kadek Muyantari, beberapa rumah sakit di Indonesia sudah menerapkan Terapi Plasma Konvalensen ini. Khusus untuk di Bali, Terapi Plasma Konvalensen (TPK) pertama kali dilaksanakan di RS PT-N Unud, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang kini khusus menangani paisen Covid-19. Hingga saat ini, sudah ada 6 pasien Covid-19 di Bali yang ditangani dengan terapi TPK.

Yang menggembirakan, ada salah seorang pasien Covid-19 dengan terapi TPK dinyatakan sembuh, per 16 Juli 2020. Versi dr Muyantari, rata-rata pasien yang menerima terapi TPK ini juga mengalami kemajuan.

“Untuk di Bali, kami sebenarnya sedang mengevaluasi bagaimana respons terapi TPK, kemudian respons keberhasilannya. Nah, ini sudah kami lakukan pada lima pasien. Rata-rata pasien tersebut lumayan mengalami perbaikan, baik dari segi klinis maupun aspek laboratorium,” jelas dokter yang turut serta dalam pelayanan medis di RSUP Sanglah dan RS PTN Unud ini.

Sebelumnya, dalam penanganan keenam pasien yang menerima terapi TPK ini, plasma darah yang dibutuhkan didatangkan dari Jakarta. Nah, setelah donor plasma konvalensen pertama ini, diharapkan nantinya banyak mantan pasien Covid-19 yang bersedia manjadi pendonor plasma.

“Dalam penanganan kasus Covid-19 di RS PTN Unud, kita sudah menggunakan Terapi Plasma Konvalesen. Secara klinis membaik, cuma pada waktu itu kami tidak punya plasmanya, sehingga harus mencari keluar (Jakarta),” ungkap Dekan Fakultas Kedokteran Unud, Prof Dr dr I Ketut Suyasa SpB SpOT (K), Kamis kemarin.

Sementara itu, Direktur Utama RSUP Sanglah, dr Wayan Sudana, menyambut positif adanya Terapi Plasma Konvalesen sebagai terobosan baru dalam menangani pasien Covid-19. Menurut dr Sudana, pihaknya sudah sepakat melakukan tindak lanjut untuk Terapi Plasma Konvalesen.

“Kami RSUP Sanglah sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan tersebut, yang sebelumnya sudah dilakukan di RS PTN Unud. Saya kira sama, RS PTN Unud, RSUP Sanglah, dan rumah sakit lainnya merupakan fasilitas kesehatan yang menangani pasien-pasien untuk isolasi Covid-19. Dengan demikian, tentunya kita berkepentingan di sini, bagaimana pasien bisa dengan cepat sembuh. Jadi, kita harus punya terobosan-terobosan,” tandas dr Sudana.

Di sisi lain, Direktur UTD Provinsi Bali dr Patrajaya MKes  menyatakan kesiapan menjadi bank darah plasma dan mendistribusikan ke seluruh rumah sakit yang membutuhkannya. "Bahkan, kalau punya lebih, kami bisa distribusikan ke luar Bali," tegas dr Patrajaya.

Menurut dr Patrajaya, pihaknya mengetuk hati pasien Covid-19 yang sudah sembuh dan memenuhi syarat menjadi pendonor, untuk menyumbangkan plasma darah mereka. Sumbangan mereka akan sangat membantu pasien kritis yang saat ini tengah berjuang untuk sembuh.

Mantan pasien Covid-19 yang bisa menjadi pendonor adalah mereka yang sudah sembuh minimal 14 hari dan dalam kurun waktu itu tidak lagi mengalami gejala. Mereka berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang belum pernah hamil dan belum pernah transfusi. Pendonor berusia kisaran 17-60 tahun. *cr74

Komentar