nusabali

Seniman Bakti Wiyasa Populerkan Tas Kisa

Gerah Karena Bali Diserbu Sampah Plastik

  • www.nusabali.com-seniman-bakti-wiyasa-populerkan-tas-kisa

TABANAN, NusaBali
Masyarakat Bali masih punya banyak cara untuk mengurangi sebaran sampah plastik yang terus menyerbu Bali.

Salah seorang seniman lukis asal Banjar Pemanis, Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Tabanan, I Made Bakti Wiyasa, memproduksi bakul atau tas ramah lingkungan dari bahan slepan atau papah gemelo. Tas ini menyerupai kisa yang kerap digunakan orang Bali umumnya untuk upacara. Namun kisa ini diproduksi untuk wadah atau pembungkus sembako.

Kreativitas ini dilirik banyak pihak. Desa Adat Kedongan, Tabanan, misalnya, sudah memesan untuk dibagikan kepada krama setempat. Para tetua khususnya di Banjar Pemanis, Desa Biuang, sumringah karena dilibatkan tas unik ini. Untuk memproduksi tas ini, Bakti Wiasa juga melibatkan karyawan hotel yang dirumahkan akibat pandemi. Sembako dalam tas ini berupa lima jenis sayuran yang didapat di petani Banjar Pemanis, Desa Biauang. Desa Biuang juga penghasil sayuran, seperti kacang panjang, terong, tomat, dan wortel dengan berat sekitar 3 kg.

Dia mengakui kreativitas ini dilakoni juga karena aktivitas melukis yang melesu karena pandemi. Bakti Wiasa juga tertarik menggarap sektor seni kreatif di desanya. “Bersama dengan Pemanis Hertitage, kami memfasilitasi produksi dan menyalurkan ke pasar dalam upaya menggairahkan ekonomi kreatif pedesaan,” ujarnya saat ditemui NusaBali, beberapa waktu lalu.

Bakti Wiyasa mengakui kreativitas yang dibuat bukan untuk bisnis, tetapi membangkitkan kreativitas berbasis adat. Sebab motif tas yang dibuat mirip seperti kisa sudah mulai jarang dijumpai. Selain itu, sebagai upaya dalam mengurangi sampah plastik yang kian memprihatinkan. “Berawal dari ingin membangkitkan desa, bak gayung bersambut tas kisa akhirnya disambut di pasaran untuk pembungkus paket sembako produk sayuran,” imbuhnya. Awalnya pemasaran hanya di seputaran Tabanan. Kini bisa menembus ke daerah pesisir. “Ibu-Ibu PKK khususnya di Banjar Pemanis kami libatkan dalam mengkemas sembako sayur ini,” terang pelukis relief kuno ini.

Produksi paket sembako ini dikerjakan oleh tiga desa adat yakni Desa Adat Pemanis, Desa Adat Keratin, dan Desa Adat Cacap Jangkahan,  Desa Biaung, Kecamatan Penebel. Kemungkinan kerja sama antar desa adat bisa berkembang jika pasaran mulai berkembang. “Harapan kami dan petani, ada pasar berkelanjutan. Sehingga petani di masa pandemi ini tetap bertahan bahkan mampu membuka ruang kreativitas baru untuk kekuatan ekonomi desa adat di Bali,” ucapnya. Dia mengaku, kreativitas seni ini akan dihakpatenkan. Sebab tas unik yang dibuat meskipun kelihatan sederhana tetapi memiliki nilai seni tersendiri.Dia mengaku, bahan baku tas ini agak sulit didapat hingga mencari keluar Desa Biuang. Karena papah gemelo dalam sepohon tidak boleh dicari banyak.

Satu papah gemelo bisa menghasilan empat kisa. Sebuah tas memerlukan 8 helai gemelo. “Untuk saat ini kami beli kisa ke masyarakat per buah Rp 4.000, sedangkan satu paket sembako dibandrol Rp 35.000 dengan berat 3 kg,’’ ujarnya. *des

Komentar