nusabali

Desa Tembok Bikin Kebun Pangan, Libatkan Warganya yang Terdampak Pandemi

  • www.nusabali.com-desa-tembok-bikin-kebun-pangan-libatkan-warganya-yang-terdampak-pandemi

SINGARAJA, NusaBali
Pemerintah Desa Tembok, Kecamatan Tejakula menyiapkan ketahanan pangan secara mandiri menghadapi masa pandemi virus Corona atau Covid-19 yang tak kunjung usai.

Mereka membuat kebun tanaman pangan dengan luas lahan secara keseluruhan 1,8 hektar sejak bulan Maret lalu secara bertahap. Ada empat kebun tanaman pangan yang tersebar di desa yang berlokasi di ujung timur Kabupaten Buleleng ini.

NusaBali berkesempatan mengunjungi salah satu kebun tersebut yang berlokasi di selatan Kantor Perbekel Desa Tembok, Selasa (7/7). Kebun tanaman hortikultura seluas 40 are ini memanfaatkan lahan tidak produktif milik warga yang secara sukarela meminjamkan tanahnya untuk digunakan. Di sana ditanami sejumlah sayuran. Mulai dari kangkung, sawi, terong, tomat, kacang panjang, cabe, dan berbagai jenis sayuran lainnya.

Menariknya, kebun-kebun tersebut dikelola oleh warga Desa Tembok yang kehilangan mata pencaharian akibat pandemi yang sudah berlangsung selama empat bulan inii. "Saat ini sudah ada 35 warga yang bekerja di kebun pangan desa. Dan yang kami pekerjakan di kebun pangan ini adalah warga desa yang kehilangan pekerjaannya karena pandemi. Ada yang dirumahkan dan ada yang di-PHK," ucap Perbekel Desa Tembok, Dewa Komang Yudi Astara.

Ia mengatakan ide awal pembuatan kebun pangan desa tersebut bukan tanpa sebab. Salah satunya adalah karena banyak warganya yang sebelumnya merantau kemudian pulang ke kampung dan menganggur akibat kehilangan pekerjaan. Pihak desa mencatat ada sedikitnya 125 warga yang telah kehilangan pekerjaannya selama pandemi. "95 persen mereka perantau dan sebagiannya pulang kampung sejak Maret lalu," ungkapnya.

"Jadi kami berusaha bagaimana menyibukkan warga agar tetap produktif dengan menyediakan kebun pangan ini. Ditambah lagi cukup banyak lahan perkebunan di sini yang tidak produktif, jadi kami manfaatkan lahan tersebut untuk kebun," kata pria kelahiran 27 Juli 1986. Selain itu, tambahnya, dengan dibuatnya kebun tersebut diharapkan dapat mencukupi kebutuhan pangan warga tanpa harus mereka membeli kebutuhan setiap hari di luar desa.

Dewa Komang Yudi mengatakan, warga desa yang menyisihkan waktu dan tenaganya dengan merawat kebun kurang lebih selama tiga jam diberikan upah bukan dalam bentuk uang. Melainkan sembako seperti beras, minyak, telur, hasil sayuran dari kebun pangan, serta voucher listrik dan air. Jika diuangkan nilainya mencapai Rp. 550 ribu setiap bulannya. Sedangkan di awal saat pembukaan lahan, pihak desa memberikan upah senilai Rp. 70 ribu setiap harinya.

Ia menyebutkan hal ini untuk menyiasati persoalan daya beli warga dalam mengakses pangan lantaran sudah tidak ada lagi penghasilan. "Paling tidak selama tiga atau empat bulan ke depan jika belum ada recovery ekonomi, kebutuhan pangan kami tercukupi. Karena itu sebagian hasil panen adalah untuk kebutuhan kami sendiri di desa, selebihnya baru nanti akan dijual dengan menggandeng beberapa instansi yang sudah menyetujui," ujarnya.

Untuk membiayai pembuatan kebun pangan desa tersebut diambil dari anggaran padat karya desa dengan nilai Rp. 375 juta. "Namun baru terserap Rp 85 juta. Astungkara kami juga berencana membuka kebun bibit desa. Selain kebun sayuran kami juga akan membuat kebun khusus untuk kebutuhan buah-buahan. Dalam hal pemeliharaan tanaman secara organik kami banyak dibantu komunitas Petani Muda Keren," ucap perbekel yang dilantik pada Desember 2015 lalu ini.

Alumnus Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua ini mengungkapkan pada awalnya tidak mudah untuk menyadarkan warganya untuk beralih ke pertanian. Pekerjaan yang mereka tekuni sebelumnya sendiri sangat beragam, ada yang menjadi pemandu wisata, pekerja restoran dan hotel, hingga supir taksi. "Pada awalnya mereka gengsi. Namun perlahan-lahan mereka sadar. Yang membuat mereka mau bekerja adalah karena sudah tidak ada pilihan lain," tutupnya.

Sementara itu, Nyoman Jenek Arta, salah satu warga yang kehilangan pekerjaannya akibat pandemi kemudian bekerja di kebun pangan desa ini merasa sangat terbantu dengan kehadiran kebun pangan desa yang diinisiasi oleh Pemerintah Desa Tembok. "Sudah empat bulan saya tidak bekerja. Namun dengan kebun pangan desa saya dapat bekerja kembali sehingga setidaknya dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga keluarga," tuturnya.

Pria yang dulunya bekerja sebagai sopir taksi di kawasan Bandara I Gusti Ngurah Rai ini mengaku senang dengan kesibukan barunya. Setiap pagi dan sore hari ia rutin mengunjungi kebun untuk melakukan sejumlah perawatan kepada tanaman. "Saya menikmati. Kalaupun pariwisata sudah dibuka kembali rasanya saya lebih memilih pekerjaan ini. Selain itu di sini bisa berkumpul dengan keluarga," tutupnya.*cr75

Komentar