nusabali

Pengelola Wisata di Tabanan Keberatan Rapid Test Mandiri

  • www.nusabali.com-pengelola-wisata-di-tabanan-keberatan-rapid-test-mandiri

TABANAN, NusaBali
Pengelola wisata di Tabanan keberatan jika rencana rapid test diberlakukan untuk karyawan dengan biaya sendiri.

Apalagi keuangan pengelola wisata di tengah pandemi Covid-19 menurun lantaran operasional sudah tutup selama empat bulan.

Sebagaimana diketahui new normal pariwisata Bali rencananya dimulai pada 9 Juli 2020, dengan cakupan lokal/domestik. Untuk kepentingan tersebut, Pemprov Bali yakni Dinas Pariwisata Bali bersama kabupaten/kota dan OPD terkait akan melakukan verifikasi untuk penerbitan sertifikat usaha wisata yang sudah menerapkan SOP new normal.

Salah satu syarat verifikasi adalah pengelola wisata wajib melakukan rapid test bagi karyawannya atas biaya sendiri alias mandiri. Hal itu tercantum dalam Surat Diparda Bali No 556/2782/IV/Dispar, tanggal 25 Juni 2020.

Manajer Operasional DTW Tanah Lot I Ketut Toya Adnyana, menjelaskan rencana rapid test bagi karyawan dengan biaya sendiri sulit dilakukan. Sebab hasil rapid test hanya berlaku seminggu. Sementara jumlah karyawan DTW Tanah Lot sebanyak 150 orang. “Karena hasil rapid test hanya berlaku seminggu, berarti 1 bulan itu menggelar rapid test sebanyak 4 kali. Biaya rapid test juga mahal, ini dirasa sulit,” kata Toya Adnyana, Rabu (1/7).

Dengan kondisi itu pemerintah diharapkan memberikan solusi yang tepat di tengah pandemi Covid-19. Apalagi hasil rapid tes tidak menjamin yang bersangkutan positif atau tidak dari paparan virus Corona (Covid-19), kecuali dilakukan swab. Tak hanya itu, pengunjung Tanah Lot juga heterogen karena terdapat pura yang didatangi pamedek.

“Oleh karena itu kami harapkan diberikan solusi yang tepat. Apabila sudah ada solusi yang tetap, kami siap saja buka,” tegas Toya Adnyana.

Namun menurut Toya Adnyana, sebagai syarat untuk mendapat sertifikat tatanan era baru cukup dengan penerapan protokol kesehatan. Seperti menyediakan tempat cuci tangan, wajib gunakan masker bagi pengunjung dan karyawan, serta pengecekan suhu tubuh. Jika ada yang melebihi suhu tubuh 37 derajat Celcius, wisatawan dan karyawan tidak boleh masuk.

“Menurut saya cukup dengan protokol kesehatan saja, dan di lapangan diimbau untuk tetap jaga jarak,” imbuh Toya Adnyana.

Hal serupa disampaikan oleh Manajer DTW Jatiluwih I Nyoman Sutirtayasa. Pihaknya tidak mampu menggelar rapid test mandiri. Sebab adanya pandemi Covid-19, wisata sudah tutup tiga bulan. Di samping itu manajemen tidak ada dana operasional untuk rapid test. “Hasil rapid test ini juga perlu kajian yang pasti dari pemerintah terkait keakuratannya, supaya tidak terkesan menjalankan aturan yang belum tentu kebenarannya,” kata Sutirtayasa.

Dia mengusulkan, karena tatanan era baru ini belum seluruh masyarakat terbiasa menjalankan, lebih baik pemerintah melakukan edukasi kepada masyarakat untuk kesiapan di lapangan.

“Bukan hanya aturan yang diberikan atau sanksi, tetapi bersama-sama wajib memahami konsep tatanan era baru tersebut untuk membuat kestabilan antara menjaga kesehatan saat berwisata dan berwisata untuk kesehatan,” kata Sutirtayasa.

Sementara Manajer DTW Ulun Danu Beratan I Wayan Mustika pun keberatan dengan rapid test mandiri. Apalagi hasil rapid test hanya berlaku satu minggu. “Memang memberatkan ini, lagi pula hasilnya hanya berlaku 1 minggu,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Tabanan I Gede Sukanada mengatakan terkait rapid test masih dalam pembahasan dengan Dinas Pariwisata Provinsi Bali. Dan untuk di Tabanan kesiapan wisata dibuka pihaknya akan evaluasi kembali. Jika sudah sesuai standarnya akan berikan sertifikatnya dan bisa buka dengan tetap mengacu pada SOP dan protokol kesehatan. *des

Komentar