nusabali

Rapid Test Berat Biaya, Usul Buat Pakta Integritas

Verifikasi Usaha Wisata Persiapan New Normal

  • www.nusabali.com-rapid-test-berat-biaya-usul-buat-pakta-integritas

DENPASAR,NusaBali
Kalangan industri pariwisata  mengusulkan perusahan atau usaha wisata membuat pakta integritas, untuk memastikan sudah menerapkan SOP New Normal terkait rencana bergulirnya pariwisata Bali.

Usulan tersebut sebagai solusi terhadap rencana rapid test yang biayanya dirasakan memberatkan karyawan maupun pengusaha/usaha wisata.

“Fakta riil di lapangan kondisi perusahan dalam hal ini travel agent sudah tidak berdenyut. Tidak ada income atau pendapatan. Karena itu apabila rapid test sebagai salah satu syarat verifikasi pelaksanaan dan penerapan SOP New Normal usaha wisata termasuk Asita tentu berat, apalagi karyawan. Siapa nanti yang membiayai,” ujar Sekretaris DPD Asita Bali Putu Winastra, Selasa (30/6).

Karena itulah, lanjut Winastra, kalau perusahan sudah menerapkan SOP berdasarkan CHS (Cleanliness, Healty dan Safety) dinilai sudah  cukup untuk verifikasi kepentingan sertifikasi usaha jasa wisata jelang new normal. Dengan  catatan, harus disertai pakta integritas.  

Dengan pakta integritas setiap usaha/perusahan wajib membuat pernyataan bahwa benar-benar telah menerapkan SOP kesehatan era new normal. “Apabila kenyataannya tidak terbukti  demikian, maka sertifikat dari hasil verifikasi bisa dicabut,” ujarnya.

Menurut Winastra, pakta integritas ini untuk menghindari   kebohongan dikemudian hari. Karena dengan pencabutan sertifikat yang telah dikantongi tentu akan berat bagi pengusaha untuk beroperasi.  “Jadi kami sama dengan teman- teman asosiasi lain. Cukup dengan pengecekan suhu tubuh, social distancing dan protokol lainnya,”  kata Winastra. “Apabila suhu tubuhnya diatas 37,5 derajat celcius jangan diizinkan  masuk kerja (karyawan). Demikian juga kalau menunjukkan gejala sakit,” imbuh Winastra.

Namun demikian, pemberian sertifikat ini, kata Winastra, jelas merupakan hal yang positif dan bagus bahwa perusahan telah menerapan SOP New Normal.

Selain itu, kata Winastra, tak kalah penting  setiap usaha/perusahan wajib menjadi anggota asosiasi. Selain untuk kepentingan sertifikasi, dengan menjadi anggota asosiasi mendorong perusahan yang illegal melengkapi perizinannya. “Pemerintah mudah  berkoordinasi dengan  asosiasi dan punya data yang jelas saat pemerintah memerlukannya,” jelasnya. Misalnya, kata dia, terkait persoalan bantuan atau stimulus  pemerintah bisa berkoordinasi dengan asosiasi untuk pendataan. “Ini jelas memudahkan koordinasi pemerintah,” tegasnya.

Terpisah, keberatan terhadap rapid test juga disampaikan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali. Hal tersebut karena biaya rapid test yang lumayan tinggi. Sedangkan, kondisi usaha/perusahan belakangan sedang terpuruk karena Covid-19 yang masih berkecamuk. “Banyak teman- teman (pengusaha) yang menyampaikan keluhannya,”  ujar Ketua DPD Apindo Bali I Nengah Nurlaba. Intinya kalau memang harus dilakukan rapid test sebagai syarat perusahan untuk beroperasi kembali, Nurlaba berharap bantuan dari pemerintah. “Kalau perusahan kan berat sekali sekarang. Karena sejak pandemi Covid -19  merebak perusahan sudah tutup, termasuk usaha pariwisata seperti hotel yang banyak bergabung dan bernaung dibawah Apindo Bali,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui new normal pariwisata Bali rencananya dimulai pada 9 Juli ini, dengan cakupan lokal/domestik. Untuk kepentingan tersebut, Pemprov Bali  yakni Dinas Pariwisata bersama Dinas Kabupaten/Kota dan OPD terkait akan melakukan verifikasi untuk penerbitan sertifikat usaha wisata yang sudah menerapkan SOP New Normal. Salah satu syarat verifikasi adalah pengelola wisata wajib melakukan rapid test bagi karyawannya atas biaya mandiri. Hal itu tercantum dalam Surat Diparda Bali No 556/2782/IV/Dispar, tanggal 25 Juni 2020. *k17

Komentar