nusabali

Panen Raya, Harga Cengkih Malah Jeblok

  • www.nusabali.com-panen-raya-harga-cengkih-malah-jeblok

Petani juga kelimpungan sulitnya cari buruh petik karena aturan ketat terkait pandemi

SINGARAJA, NusaBali

Sejumlah petani cengkih di Buleleng mulai memanen hasil jerih payahnya selama ini. Hasil panen cengkih tahun ini pun termasuk panen raya karena cuaca sangat mendukung. Namun saat hasil panen melimpah harga cengkih malah anjlok. Petani juga kini agak kesulitan mendapatkan buruh petik cengkih di musim pandemi ini.

Seorang petani cengkih Made Subur mengatakan penan cengkihnya saat ini hasilnya cukup memuaskan. Hanya saja banyak bunga cengkih berubah menjadi buah karena telat masa pemanenannya.

“Ini karena buruh petiknya susah kita cari sekarang, padahal tahun ini hasil panen sangat bagus,” kata dia.

Kendala buruh cengkih ini dihadapi karena jumlah lahan cengkih di Buleleng sangat luas, sehingga saat musim panen tiba biasanya buruh cengkih berasal dari luar daerah dan ada juga yang berasal dari luar Bali. Buruh musiman yang datang saat panen cengkih di masa pandemi ini tidak bisa datang karena keterbatasan akses dan larangan keluar masuk ke luar kota atau daerah yang sangat ketat.

Hal serupa juga dialami oleh petani cengkih asal Desa Padangbulia Kecamatan Sukasada, Santi Mulyawati. Dimusim pandemi ini dengan harga cengkih jauh merosot, membuat petani cengkih menurunkan upah petik yang biasanya Rp 5000 per kilogram menjadi Rp 4.000 per kilogram.

Sedangkan upah mikpik (merontokkan bunga dari tangkainya,red) Rp 1.000 per kilogram. “Ya terpaksa diturunkan karena harga cengkih sekarang murah kisaran Rp 60 ribu, biar balik modal saja, karena cost petik dan mikpik juga lumayan,” kata dia.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta dihubungi terpisah, Kamis (25/6) kemarin membenarkan tahun ini petani cengkih mengalami panen raya.

Siklus panen raya dua tahun sekali memang jatuh tahun ini, dengan produksi dua tahun sebelumnya tak terlalu bagus. Dia pun tak menampik jika petani cengkih mulai kalang kabut dengan harga cengkih di pasaran yang anjlok dan kendala buruh petik cengkih yang susah dicari.

“Masalah buruh petik cengkih ini selain mahal juga memang menjadi kendala setiap tahun karena susah dicari. Rata-rata mereka datang dari luar desa apalagi saat ini pandemi, sehingga kami buat skema desa penghasil cengkih buat semacam perarem,” ucapnya.

Kadis Sumiarta pun mengatakan perarem yang dimaksudkan mengatur tentang buruh petik cengkih yang diberikan sedikit kelonggaran dalam protokol kesehatan terutama akses masuk mereka ke daerah tujuan. Sehingga hal ini bisa menjadi jalan keluar ancaman petani cengkih yang merugi. Selain itu perarem diharapkan dapat menyeragamkan upah buruh petik cengkih di seluruh penghasil cengkih di Buleleng.

Terkait turunnya harga cengkih yang kini hanya kisaran Rp 60 ribu per kilo Dinas Pertanian belum dapat berbuat banyak. Namun upaya untuk menyelamatkan cengkih petani terus dilakukan dengan melakukan pendekatan kepada PD swatantar termasuk pengusaha yang menyerap hasil panen cengkih petani selama ini.

“Harga cengkih idealnya sekitar Rp 100 ribu kalau harga pasaran normal Rp 80 ribu. Kami sedang diskusikan dengan PT djarum dan PD Swatantra buat skema agar dapat menyerap hasil panen petani dengan harga wajar,” kata Sumiarta.

Dia pun mengharapkan skema penyerapan hasil panen cengkih petani yang diambil PD Swatantra juga memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat.

Dari data Dinas Pertanian Buleleng jumlah luasan lahan cengkih yang masih produktif di Buleleng di tahun 2019 mencapai 8.086 hektar dengan jumlah produksi 2.182 ton. Jumlah produksi cengkih di tahun 2019 disebut mengalami penurunan dari tahun 2018 lalu sebanyak 2.332 ton dengan luasan yang sama. *k23

Komentar