nusabali

Mengerucut ke Jaya Negara-Arya Wibawa

Kandidat Cawali-Cawawali dari PDIP di Pilkada Denpasar 2020

  • www.nusabali.com-mengerucut-ke-jaya-negara-arya-wibawa

Kalangan sesepuh PDIP lebih memilih Kadek Agus Arya Wibawa ketimbang Ngurah Gede jadi tandem Jaya Negara, atas pertimbangan kewilayahan

DENPASAR, NusaBali

Semakin terbukalah, siapa yang akan diusung PDIP sebagai pasangan Calon Walikota (Cawali)-Calon Wakil Walikota (Cawawali) Denpasar di Pilkada 2020. Karena pertimbangan kewilayahan, paket calon dari PDIP mengerucut ke pasangan I Gusti Ngurah Jaya Negara-I Kadek Agus Arya Wibawa.

Penelusuran NusaBali, pasangan Jaya Negara-Arya Wibawa ini bergulir dan mengerucut di lingkaran kader-kader senior PDIP Denpasar sejak sebulan lalu. Awalnya, ada dua alternatif pasangan Cawali-Cawawali Denpasar di internal PDIP. Selain Jaya Negara-Arya Wibawa, ada pula pasangan Jaya Negara-I Gusti Ngurah Gede. Keduanya merupakan paket kombinasi ‘kader-kader’.

Bedanya, Jaya Negara-Arya Wibawa merupakan representasi kekuatan kombinasi wilayah Denpasar Timur-Denpasar Selatan. Sedangkan Jaya Negara-Ngurah Gede merupakan representasi kekuatan yang terpusat di wilayah Kecamkatan Denpasar Timur.

IGN Jaya Negara merupakan pilitisi asal Kelurahan Penatih, Kecamatan Denpasar Timur yang kini Sekretaris DPD PDIP Bali dan masih menjabat sebagai Wakil Walikota Denpasar (2008-2010, 2010-2015, 2016-2021). Sedangkan I Gusti Ngurah Gede merupakan politisi asal Puri Pemayun, Desa Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur yang kini Ketua DPC PDIP Denpasar dan masih menjabat Ketua DPRD Denpasar. Sebaliknya, Kadek Agus Arya Wibawa merupakan politisi asal Desa Pe-dungan, Kecamatan Denpasar Selatan yang kini Sekretaris DPC PDIP Denpasar dan sekaligus Ketua Fraksi PDIP DPRD Denpasar.

Sumber NusaBali di lingkaran PDIP menyebutkan, pasangan Jaya Negara-Arya Wibawa mendapat dukungan dari para sesepuh Partai Banteng Moncong Putih di Denpasar. Jaya Negara-Arya Wibawa lebih dipilih karena pertimbangan kewilayahan, selain juga regenerasi. "Untuk jelasnya, hubungi saja kader senior PDIP di Denpasar," ujar sumber tersebut di Denpasar, Senin (15/6).

Saat dikonfirmasi NusaBali, Senin kemarin, salah satu sesepuh partai yang kini anggota Dewan Pertimbangan Cabang (Depercab) PDIP Denpasar, I Ketut Ceteg Rurung, 72, juga mengakui pihaknya mendu-kung Jaya Negara-Arya Wibawa direkomendasi sebagai pasangan Cawali-Cawawali Denpasar ke Pilkada 2020, karena pertimbangan kewilayahan.

"Ya, begini ceritanya. Semula ketika acara majenukan (melayat) ke rumah salah satu kader senior PDIP di Denpasar sekitar tiga pekan lalu, sejumlah tokoh sepuh berkumpul. Dalam pembicaraan kita, dukungan mengerucut ke paket Jaya Negara-Arya Wibawa," ungkap Ketut Ceteg yang ditemui NusaBali di kediamannya di Banjar Gemeh, Desa Dauh Puri Kangin, Denpasar Barat kemarin siang.

Ketut Ceteg menegaskan, sosok Jaya Negara sudah cukup mumpuni sebagai Cawali Denpasar, karena berpengalaman dua periode menjadi Wakil Walikota. Jadi, sangat tepat jika Jaya Negara didorong ke kusri pucuk pimpinan di Kota Denpasar. Pendampingnya di posisi Cawawali Denpasar haruslah dari luar Denpasar Timur, sehingga ada perimbaangan kewilayahan.

"Karena Jaya Negara berasal daru wilayah Denpasar Timur, maka calon wakilnya lebih tepat dari Denpasar Selatan. Kita tidak mengatakan Gusti Ngurah Gede yang asal Denpasar Timur nggak layak. Bagi kita, Ngurah Gede dan Arya Wibawa ini sama-sama bagus kualitasnya. Tetapi, Jaya Negara-Arya Wibawa ini lebih tepat sebagai pembagian kewilayahan," tegas mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Denpasar dua periode (1999-2004, 2004-2009) ini.

Pola pembagian wilayah ini, kata Ketut Ceteg, pernah diterapkan PDIP di kursi Walikota-Wakil Walikota Denpasar 2000-2005. Saat itu, Walikota Denpasar berasal dari wilayah Denpasar Timjur tepatnya Puri Satria, yakni AA Gede Ngurah Puspayoga. Sedangkan Wakil Walikota-nya, I Ketut Robin, berasal dari Denpasar Barat.

Ketut Ceteg sendiri saat itu sebetulnya berpeluang menjadi Ketua DPRD Denpasar 1999-2004. Namun, dia pilih menyerahkan jabatan strategis itu kepada I Ketut Sukita, kader PDIP asal wilayah Denpasar Selatan. Jadi, bukan hanya Walikota dan wakilnya yang beda wilayah, tapi juga Walikota dan Ketua Dewan.

“Saya ketika itu memilih jadi Ketua Fraksi PDIP DPRD Denpasar 1999-2004. Jadi, sangat akomodatif dari sisi kewilayahan," tandas Ketut Ceteg yang notabene merupakan keponakan dari mantan Wakil Walikota Denpasar, Ketut Robin.

Menurut Ketut Ceteg, Ngurah Gede sangat tepat dengan posisinya sekarang sebaai Ketua DPRD Denpasar. "Dengan segala pengalamannya legislatif, Ngurah Gede sangat pas di posisi Ketua Dewan. Sementara Arya Wibawa ini merupakan simbol regenerasi, mewakil generasi muda. Kalau dari perbandingan suara di Pileg 2019, Arya Wibawa juga signifikan suaranya. Kawasan Denpasar Selatan memiliki jumlah pemilih terbesar kedua setelah Denpasar Barat," katanya.

Sementara itu, Ketua DPD PDIP Bali Wayan Koster menyatakan sejauh ini belum ada keputusan soal rekomendasi paket calon untuk Pilkada Denpasar 2020. "Sabar, pokoknya dalam waktu dekat ini keluar rekomendasi," ujar Wayan Koster yang juga menjabat Gubernur Bali saat ditemui NusaBali di sela-sela sidang paripurna DPRD Bali, Senin kemarin.

Koster menegaskan, bukan hanya untuk Pilkada Denpasar 2020 yang belum keluar rekomendasi paket calonnya dari DPP PDIP. Hal serupa juga terjadi untuk Pilkada Badung 2020, Pilkada Tabanan 2020, Pilkada Jembrana 2020, Pilkada Bangli 2020, dan Pilkada Karangasem 2020. "Pilkadanya kan 9 Desember 2020 mendatang, masih ada waktu," kilah Koster.

PDIP akan maju tarung ke Pilkada Denpasar 2020 dengan modal kekuatan politik awal 22 kursi DPRD Denpasar atau 48,89 persen suara parlemen hasil Pileg 2019. Bahkan, Gerindra yang memiliki 4 kursi legislatif atau 8,89 persen suara parlemen juga kemungkinan masuk barusan PDIP. Calon lawan mereka adalah koalisi parpol yang dimotori Golkar (punya 8 kursi legislatif atau 17,78 persen suara parlemen. Parpol parlemen yang kemungkinan masuk ke barisan Golkar adalah Demokrat (berkekuatan 4 kursi legislatif), NasDem (3 kursi legfislatif), Hanura (2 kursi legislatif), dan PSI (2 kursi legislatif). *nat

Komentar