nusabali

Kini, Diasuh Kakek dan Neneknya di Sebuah ‘Gubuk’

Tiga Anak Yatim asal Buleleng Ditinggalkan Ibunya

  • www.nusabali.com-kini-diasuh-kakek-dan-neneknya-di-sebuah-gubuk

DENPASAR, NusaBali
Nasib malang menimpa tiga anak yatim asal Banjar Singkung, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng yang kini hanya bisa tinggal dan diasuh kakek, nenek, dan pamannya di sebuah gubuk di Jalan Patih Nambi, Banjar Tulang Ampiang, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara.

Setelah ditinggal meninggal oleh ayahnya, 9 bulan lalu, kini ibu kandungnya juga pergi tanpa pamit ke rumah orang tuanya di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleng.  Ketiga anak tersebut yakni Gede Suardika,9, (masih duduk di kelas 4 SDN 6 Ubung), Kadek Sugiadnyana,6, yang akan masuk SD, dan Komang Budi Swari yang baru berumur 6 bulan.

Setelah ditinggalkan ibunya kini ketiganya diasuh oleh kakeknya, Ketut Parta, 73, neneknya, Luh Ngebek, 66, dan pamannya Ketut Artawan, 31, yang merupakan buruh bangunan dan kini tinggal di lahan seluas 1 are milik seorang warga Ubung Kaja.

Ketut Artawan saat ditemui di rumahnya, Rabu (10/6) mengungkapkan, ketiga keponakannya tersebut merupakan anak dari kakaknya yang nomor dua dari empat bersaudara. Kakaknya, Made Restina (almarhum) sebelumnya tinggal di sebuah kontrakan bedeng di Perumahan Nuansa Hijau. Setelah meninggal karena serangan jantung 9 bulan lalu, ketiga anak dan ibunya, Ni Putu Sudarni memilih pindah ke rumah mertuanya di kawasan Jalan Patih Nambi sambil bekerja sebagai tukang jarit pakaian dan tas di sebuah rumah bedeng. "Iya bapaknya sudah meninggal, ibunya ini sama tiga anaknya kan di sini supaya ada yang merawat. Nah, sekitar lima hari yang lalu katanya mau ke pasar beli bunga. Ternyata tidak balik-balik dan dengar kabar sudah pulang ke rumah bajangnya di Buleleng. Kami tidak bisa berbuat apa-apa kecuali fokus ngurus tiga keponakan ini," ungkapnya.

Dikatakan Artawan, untuk saat ini, biaya untuk balita dan dua anak laki-laki tersebut harus dibiayai dari hasil pekerjaannya jadi buruh bangunan. "Saya yang sekarang merawat sama bapak dan ibu saya. Bapak dan ibu saya kan bekerja juga. Ayah saya penggarap sawah, kalau ibu saya tukang manyi padi. Kami hidup dari hasil itu aja. Jadi biayanya juga dari sana," ucapnya.

Sementara, Ketut Parta menceritakan, dia dan keluarganya merantau dari Buleleng ke Denpasar sejak tahun 2005. Sampai di Denpasar, dia dan keluarga tinggal di kawasan Jalan Cargo di rumah bedeng dengan bekerja sebagai penggarap sawah. Namun, karena garapan sawahnya di kawasan Cargo sudah beralih fungsi, dia ditawari oleh pemilik lahan untuk menggarap sawah di kawasan Jalan Patih Nambi. "Saya pindah ke sini karena di Buleleng sudah tidak ada pekerjaan. Jadi saya di sini saja. Kalau tidak ada pekerjaan lagi di Denpasar ya saya pulang. Tapi karena masih ada, jadi saya tinggal di sini saja. Kalau saya paksakan pulang mau makan apa. Ini saya dikasi untuk menggarap 3,5 are lahan sambil dikasi memelihara dua sapi pemilik sawah jadi masih ada pekerjaan," jelasnya.

Kata dia, di Buleleng juga masih ada rumah, namun rumahnya tersebut terbuat dari tembok tanah dan atap seng. Semenjak ditinggal merantau, rumahnya tersebut sudah mengalami kerusakan. "Kalau rumah di Buleleng ada cuman sudah rusak soalnya sudah lama ditinggalkan. Ada sih keponakan yang nengok-nengok ke sana tapi karena tidak ditempati sudah rusak," ungkapnya.

Untuk menantunya yang ‘kabur’ ke Buleleng, Parta mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, jika dihubungi dan membawakan pakaiannya ke Buleleng, Parta khawatir ada permasalahan lagi karena dikira mengembalikan menantunya itu ke besannya. Oleh karena itu, dia memilih untuk fokus membesarkan ketiga cucunya yang masih anak-anak ini. *mis

Komentar