nusabali

Hujan Sebentar Sampah Jejali Muara Tukad Mati

  • www.nusabali.com-hujan-sebentar-sampah-jejali-muara-tukad-mati

Hujan pada Selasa (13/9) membuat kondisi Muara Tukad Mati, Lingkungan Patasari, Kuta, dijejali sampah kiriman.

MANGUPURA, NusaBali

Sampah yang didominasi botol plastik, kayu-kayu kecil, batang bambu tersebut terkesan menjadi pemandangan kala hujan mengguyur.

Alat penyaring sampah (trash rack) sebetulnya telah dipasang di kawasan Sunset Road, antara perbatasan Kabupaten Badung dengan Pemkot Denpasar. Namun karena alat penyaring tidak dapat bekerja maksimal, sehingga sampah masih bisa lolos dan mengalir hingga ke Muara Tukad Mati. Hal tersebut diakui Kabid Pengairan Dinas Bina Marga dan Pengairan (BMP) Kabupaten Badung AA Gede Dalem.

Dikatakan, saban kali hujan sudah menjadi langganan kawasan Muara Tukad Mati penuh sampah kiriman. Dan karena alasan ini pemerintah menempatkan alat berat khusus yakni amphibi di Muara Tukad Mati untuk melakukan pembersihan. “Biasanya kami lakukan pembersihan ketika hujan sudah reda,” katanya.

Pembersihan oleh alat berat amphibi ini pun bersifat manual dan hanya dalam keadaan tertentu saja. Pasalnya pemerintah sedang menyusun proyek bagaimana menangkal sampah agar tidak sampai ke muara Tukad Mati.

Kenapa tidak memaksimalkan alat penyaring sampah? Menurut Gung Dalem, sapaan akrabnya, alat ini sudah ada sebetulnya tetapi karena usia kini kondisinya rusak. Pemerintah, imbuhnya, kini sedang membangun yang baru. Diperkirakan baru dapat beroperasi Desember mendatang, karena proyek masih terus berjalan.

“Kalau alat itu sudah terpasang paling tidak sampah dari hulu bisa dijaring, jadi tidak sampai ke Muara Tukad Mati,” ucapnya. “Proyek ini pengerjaannya baru 50 persen,” imbuhnya.

Tidak saja berfungsi untuk menyaring sampah, secara otomatis pula alat terbaru ini juga dapat secara langsung memindahkan sampah ke atas truk pengangkut. Dengan begitu tidak perlu waktu lama, dan terpenting sampah tidak sampai menumpuk. Adapun anggaran yang disiapkan oleh pemerintah dalam pembangunan alat penyaring sampah sebesar Rp 16 miliar lebih.

Sementara itu, Kelompok Nelayan Wanasari juga mengeluhkan sampah kiriman. Karena sampah-sampah itu bisa membuat tanaman mangrove yang mereka budidayakan mati. Selain mengkhawatirkan tanaman mangrove, para nelayan Wanasari juga mengkhawatirkan habisnya biota laut di Teluk Benoa dan sedimentasi semakin tinggi.

Akibat sedimentasi tersebut membuat perahu nelayan tak mudah melintas ke tengah laut Teluk Benoa saat air laut surut. Agus Diana, salah seorang anggota Kelompok Nelayan Wanasari, mengaku setelah rampungnya normalisasi muara Tukad Mati, membuat sedimentasi di Teluk Benoa semakin tinggi karena sampah banyak yang mengendap di Teluk Benoa.

Agus Diana mengaku anggota kelompoknya sering melakukan kegiatan pembersihan pantai, namun tak dapat mengatasi masalah tersebut. “Berkali-kali kami bersihkan namun sampah tak pernah habis. Jaring pembendung sampah yang kami pasang sampai jebol,” tutur Agus Diana.

Gung Dalem, menyatakan, muara Tukad Mati memang tidak ada mata airnya. “Kalau tidak musim hujan ya kering. Jadi sangat bergantung dari pasang surut air laut. Kalau pasang, kapal nelayan bisa masuk, tapi kalau surut ya tidak bisa. Dulu pun sebelum dinormalisasi begitu,” jelasnya.

Dahulunya, kata dia, memang kapal-kapal nelayan bisa masuk. “Tapi itu sebelum ada endapan dan hutan mangrove seperti sekarang, tapi setelah ada endapan lumpur (sebelum normalisasi) sama saja. Karena di sana itu sepenuhnya bergantung pada pasang surut air laut. Kalau pun banyak air mengalir itu dari pembuangan saluran rumah tangga,” tandasnya.

Gung Dalem menegaskan, muara Tukad Mati saat ini semakin tertata. Muara Tukad Mati yang dulunya mengalami pendangkalan dan dipenuhi sampah kini bersih. “Lihat saja sekarang, kalau sebelum dinormalisasi sampahnya luar biasa. Tapi sekarang begitu ada sampah langsung kami bersihkan dan kami buang ke TPA,” katanya. * asa, cr64

Komentar