nusabali

Sebelum Pecah Pembuluh Darah, Wisada Sempat Cuci Darah

Kadis LHK Denpasar Meninggal Pas di Hari Lingkungan Hidup Sedunia

  • www.nusabali.com-sebelum-pecah-pembuluh-darah-wisada-sempat-cuci-darah

Almarhum Ketut Wisada memiliki riwayat penyakit gagal ginjal sejak Oktober 2019 lalu, selain selama 17 tahun mendalami gula darah tinggi

DENPASAR, NusaBali

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kota Denpasar, I Ketut Wisada, 60, meninggal dunia karena mengalami pecah pembuluh darah, Jumat (5/6) pagi. Uniknya, Kadis LHK yang dikenal sebagai ‘Panglima Lingkungan’ ini justru berpulang tepat saat Hari Lingkungan Hiduip Sedunia, 5 Juni 2020.

Ketut Wisada menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di RSUP Sanglah, Denpasar, Jumat pagi pukul 08.00 Wita, karena pecah pembuluh darah dengan kesadaran yang terus menurun. Sebelum meninggal, mantan Asisten I dan Asisten II Setada Kota Denpasar ini sempat melakukan cuci darah lanjutan di RS Bhayangkara Trijata Polda Bali, Selasa (2/6) lalu. Almarhum memang memiliki riwayat penyakit gagal ginjal sejak Oktober 2019 lalu dan gula darah tinggi sejak 2003.

Anak bungsu almarhum, Ketut Gede Swara Siddhiyana, 25, mengatakan menjelang cuci darah, Ketut Wisada masih dalam keadaan baik tanpa ada keluhan apa pun. Namun, setelah proses cuci darah berlangsung selama 10 menit, Wisada sempat mengeluh banyak keluar keringat dingin. “Saat keluar keringat dingin, penglihatannya terasa gelap," ungkap Swara Siddhiyana kepada NusaBali, Jumat kemarin.

Setelah mengeluh penglihatannya gelap, tim medis RS Bhayangkara langsung mengecek gula darah almarhum. Saat dicek, kadar gula darahnya hanya 51. Setelah itu, tim medis langsung memberikan minum gula. Namun, setelah dicek, tensinya ternyata naik sampai 200. Ketut Wisada masih sempat mengatakan kepada petugas medis akan tidur, sebelum kemudian tidak sadarkan diri.

Menurut Swara Siddhiyana, setelah diperiksa tim dokter, tingkat kesadaran Ketut Wisada terus menurun, sehingga dirujuk ke RSUP Sanglah hari itu juga. Menurut Swara Siddhiyana, setelah sampai di RSUP Sanglah, ayahnya masih juga tidak sadarkan diri. Setelah dilakukan CT Scan, ternyata diketahui pembuluh darah di kepala sudah pecah.

Meski demikian, Ketut Wisada masih bisa bertahan selama tiga hari dalam kondisi koma, sebelum akhirnya meninggal dunia, Jumat pagi pukul 08.00 Wita. “Kami kaget juga atas apa yang alami bapak. Karena sebelum cuci darah, bapak masih dalam keadaan baik, tanpa ada keluhan apa pun. Bahkan, bapak masih bekerja penuh semangat, seperti biasa. Di tengah pandemi Covid-19 ini, bapak terus memantau dan melakukan penyemprotan disinfektan," jelas anak bungsu dari empat bersaudara ini.

Almarhum Ketut Wisada berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ni Putu Purwanti, 51, serta 3 orang anak: Putu Ratih Prabandari, 33, Nyoman Pramesti Sukma, 28, Ketut Gede Swara Siddhiyana, 25. Jenazah birokrat kelahiran 24 Agustus 1960 ini sudah dibawa ke rumah duka di Banjar Anyar Kelod, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana.

Hingga Jumat kemarin, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah pejabat Eselon IIb yang akan pensiun Desember 2020 mendatang ini akan diabenkan keluarfganya di Desa Penyaringan pada Anggara Pon Klau, Selasa (16/6) depan.

Sementara itu, istri almarhum, Ni Putu Purwanti, mengatakan suaminya yang dikenal sebagai ‘Panglima Kebersihan’ adalah sosok yang baik kepada keluarga dan selalu semangat dalam bekerja. Almarhum tidak pernah mengeluh bagaimana pun sulitnya keadaan yang dihadapi.

Bahkan, sebelum cuci darah hari itu, almarhum mengaku tidak akan langsung pulang setelah selesai penangnan, melainkan berencana langsung ke Kantor Dinas LHK Denpasar untuk menyelesaikan pekerjaannya. "Sebelum cuci darah, almarhum minta dibelikan makanan yang enak biar tetap bugar saat kerja. Almarhum juga minta disiapkan baju sama sepatu, karena mau langsung kerja usai cuci darah. Tapi, tiba-tiba kejadiannya seperti ini," kenang Putu Purwanti.

Menurut Purwanti, suaminya almarhum Ketut Wisada memang memiliki riwayat gula darah sejak 17 tahun lalu. Sedangkan penyakit gagal ginjal dialami sejak Oktober 2020.

Purwanti menyebutkan, firasat aneh sudah muncul sejak 3 bulan lalu. Sejak itu, almarhum kerap bilang sudah tidak kuat lagi. “Bahkan, almarhum bilang mungkin sebelum pensiun bapak sudah tidak ada. Saya bilang bapak harus kuat, masih ada tanggung jawab anak paling kecil yang belum menikah," katanya.

Selain itu, kata Purwanti, almarhum juga sering memimpikan keluarganya yang sudah meninggal, termasuk kedua mertuanya. "Paling sering bapak saya sama ibu kandung saya yang sudah almarhum dimimpikan. Banyak keluarga yang sudah meninggal sering dimimpikan sama bapak,” jelas Purwanti. *mis

Komentar