nusabali

Perbekel Pemecutan Kaja Dituntut 16 Bulan

Dugaan Korupsi Pungutan Desa Rp 190 juta

  • www.nusabali.com-perbekel-pemecutan-kaja-dituntut-16-bulan

Terdakwa terbebas dari pidana tambahan karena sudah menitipkan uang kerugian negara Rp 190.102.000 ke Kejari Denpasar.

DENPASAR, NusaBali
Perbekel Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara (2010-2016 dan 2016-2022), AA Ngurah Arwatha, 48, dituntut hukuman 1 tahun 4 bulan (16 bulan) penjara dalam kasus dugaan korupsi pungutan desa di PN Denpasar, Selasa (2/6). Terdakwa Ngurah Arwatha lolos dari hukuman tambahan karena sudah menitipkan uang kerugian negara Rp 190.102.000 ke Kejari Denpasar.

Dalam tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gusti Rai Artini dkk menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. “Perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan asas pengelolaan keuangan desa sebagaimana diatur dalam Permendagri 2013 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Terdakwa sebagai pemegang kuasa keuangan Desa Pemecutan Kaja telah menyalahgunakan wewenang, jabatan, sarana, kedudukan dan kesempatan yang melekat pada dirinya," beber JPU.

Selain dituntut hukuman pidana 16 bulan, terdakwa juga dijatuhi denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Terdakwa terbebas dari pidana tambahan karena sudah menitipkan uang kerugian negara Rp 190.102.000 sesuai dengan perhitungan BPKP Wilayah Bali.

Menanggapi tuntutan tersebut, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya, Made Adi Mustika minta waktu satu pekan untuk menyampaikan pembelaan (pledoi) dalam sidang berikutnya. “Sidang ditunda untuk mendengarkan pembelaan dari terdakwa,” ujar majelis hakim pimpinan Engeliky Handajani Day yang sebelumnya mengeluarkan terdakwa dari tahanan karena alasan Covid-19.

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa dan I Gusti Ayu Rai Artini terungkap jika uang hasil pungutan tersebut mengalir mulai dari Perbekel, Kepala Dusun, Ketua Bumdes hingga BPD (Badan Pemusyawaratan Desa). Dijelaskan, kasus ini berawal dari pungutan desa terhadap toko, pedagang, dan pasar desa yang dipungut petugas dari Desa Pemecutan Kaja atas perintah perbekel. Petugas linmas memberikan pungutan dengan cara memberikan karcis senilai Rp 3 ribu jika pengunjungnya ramai. Jika pengunjungnya sepi diberi karcis senilai Rp 2 ribu.

Karcis bertuliskan punia BUMDes itu dipungut setiap hari. Hasil pungutan kemudian disetorkan ke bendahara desa. “Selain melakukan pungutan pada pedagang pasar, juga melakukan pungutan pada pengusaha toko dengan karcis kisaran Rp 15.000 – 250.000 tiap bulan per toko, tergantung jenis usaha. Petugas melakukan pungutan terhadap 27 – 30 pedagang dengan setoran Rp 125.000/hari atau sekitar Rp 3.000.000 per bulan,” lanjut JPU.

Awal kepemimpinan Arwatha pada 2010-2016, pungutan ini dimasukkan ke kas desa dan dijabarkan ke APBDes. Namun dimasa kedua kepemimpinannya yaitu mulai 2017-2018, uang pungutan dari toko, pedagang dan pasar desa tidak dimasukkan ke kas desa. Selain itu, penggunaan uang pungutan itu juga tidak sesuai APBDes. Pasalnya, hasil pungutan tersebut langsung dibagi oleh Perbekel Arwatha ke perangkat desa dan penyertaan modal desa BUMDes. “Terdakwa telah memperkaya diri sendiri, perangkat desa, kepala dusun, dan anggota BPD sebesar Rp 117.509.500 dan memperkaya BUMDes Rp 72.592.500, mengakibatkan kerugian negara Rp 190.102.000,” tegas JPU. *rez

Komentar