nusabali

Desa Adat Gelgel Bikin Perarem Covid-19

Dilarang Keluar Rumah di Atas Pukul 20.00, Pelanggar Disanksi Menggelar Upacara Guru Piduka

  • www.nusabali.com-desa-adat-gelgel-bikin-perarem-covid-19

Bupati Klungkung Nyoman Suwirta dukung penuh upaya Desa Adat Gelgel yang menerapkan perarem berupa larangan keluar rumah di atas pukul 20.00 Wita

SEMARAPURA, NusaBali

Desa Adat Gelgel, Kecamatan Klungkung menerapkan perarem (aturan adat) untuk cegah penyebaran Covid-19 (virus Corona). Desa adat yang mewilayahi tiga desa dinas (Desa Kamasan, Desa Gelgel, dan Desa Tojan) ini melarang krama setempat keluar rumah mulai malam pukul 20.00 Wita hingga pagi pukul 06.00 Wita. Bagi yang melanggar, mereka dijatuhi sanksi berupa wajib menggelar upacara guru piduka.

Dalam perarem terkait pencegahan wabah Covid-19 ini, Desa Adat Gelgel membatasi krama setempat bisa beraktivitas di luar rumah dalam 14 jam sehari, mulai pagi pukul 06.00 Wita hingga malam 20.00 Wita. Di atas pukul 20.00 Wita, siapa pun tidak boleh keluar rumah. Perarem ini dikeluarkan Desa Adat Gelgel pada Soma Paing Merakih, Senin (6/4).

Bendesa Adat Gelgel, I Putu Arimbawa, mengatakan ada beberapa tingkatan sanksi bagi krama yang melanggar perarem pencegahan Covid-19 ini. Sanksi paling ringan adalah wajib menghaturkan banten pejati dengan sesari Rp 100.000. Jika membandel, dijatuhi sanksi tingkatan kedua yakni wajib menggelar upacara guru piduka plus denda Rp 500.000.

"Kami sudah ujicobakan pararem pencegahan Covid sejak hari ini (kemarin) untuk seminggu ke depan. Jadi, selama seminggu ke depan masih dalam tahap sosialisasi, jika ada yang melanggar, baru sebatas diberikan teguran dan pembinaan,” jelas Putu Arimbawa di Desa Gelgel, Senin kemarin. “Nah, setelah seminggu ke depan, baru kami terapkan sanksi tegas, sesuai perarem," imbuhnya.

Menurut Putu Arimbawa, secara teknis, pecalang, Hansip, dan prajuru adat akan berjaga di sejumlah pintu masuk perbatasan Desa Adat Gelgel, untuk mengawal perarem larangan keluar rumah di atas pukul 20.00 Wita. Desa Adat Gelgel, melalui Satgas Gotong Royong, menerapkan perarem ini untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Arimbawa menyebutkan, perarem larangan keluar rumah di atas pukul 20.00 Wita ini sudah disepakati prajuru adat dan seluruh kelian banjar. "Keputusan ini diambil melalui diskusi panjang beberapa hari. Ini diterapkan saat malam hari dari pukul 20.00 Wita sampai keesokan harinya pukul 06.00 Wita," katanya.

Larangan keluar rumah di atas pukul 20.00 Wita ini, kata Arimbawa, berlaku untuk seluruh krama Desa Adat Gelgel yang tersebar di 28 banjar adat pada 3 desa dinas, yakni Desa Gelgel, Desa Kamasan, dan Desa Tojan. Jumlah krama Desa Adat Gelgel secara keseluruhan mencapai 2.765 kepala keluarga (KK).

Menurut Arimbawa, perarem soal pencegahan Covid-19 disertai sanksi tegas ini diterapkan agar Satgas Goyong Royong di Desa Adat Gelgel tetap kuat dan mau diikuti krama setempat. “Kalau hanya sebatas imbauan saja, tentu tidak akan berjalan maksimal. Kami berharap desa adat lainnya di Klungkung juga tergerak melakukan hal serupa. Ini akan lebih maksimal bila dilakukan bersama-sama,” harap Arimbawa.

Arimbawa mengatakan, salah satu pertimbangan Desa Adat Gelgel mengambil langkah tegas membuat perarem cegah Covid-19 ini, karena sudah ada warga setempat yang jadi korban, meskipun pasien dalam pengawasan (PDP) tersebut belum diketahui positif Corona atau negatif. Selain itu, di desa lainnya juga sudah ada warga yang positif Covid-19.

"Tentu hal ini juga terkait dengan imbauan pemerintah untuk membatasi kegiatan warga. Kalau tidak ada keperluan mendesak, sebaiknya jangan ke luar rumah, demi keselamatan bersama," tandas Arimbawa.

Perarem cegah Covid-19 ini, kata Arimbawa, diberlakukan dengan penmgecualian bagi krama yang sakit. Jika memiliki keperluan mendesak seperti hendak pergi ke RS karena sakit, mereka diizinkan ke luar rumah di atas pukul 20.00 Wita, dengan meminta surat dispensasi dari prajuru desa adat. Perlakukannya sama seperti krama ke luar rumah saat Nyepi Tahun Baru Saka.

Desa Adat Gelgel sendiri termasuk salah satu desa aday di kawasan Kecamatan Klungkung, yang penduduknya cukup banyak, yakni mencapai 2.765 KK. Menurut Arimbawa, krama Desa Adat Gelgel mayoritas bekerja sebagai petani. Selain petani, banyak juga yang menggantingkan nafkan di bidang kerajinan tangan, bidang pariwisata, pegawai swasta, dan jadi PNS.

Mereka tinggal tersebar di 28 banjar adat pada 3 desa dinas. Rinciannya, 13 banjar adat di Desa Gelgel, yakni Banjar Jerokapal, Banjar Pancoran, Banjar Jeroagung Kaler, Banjar Dendeng, Banjar Jeroagung klod, Banjar Puri, Banjar Anyar, Banjar Pegatepan, Banjar Tangkas, Banjar Nyuh Aya, Banjar Bale Tumbak, Banjar Minggir, dan Banjar Dukuh.

Sedangkan di Desa Kamasan, meliputi 10 banjar adat, yakni Banjar Siku, Banjar Geria, Banjar Kacang Dawa, Banjar Celagi, Banjar Sangging, Banjar Pande Mas, Banjar Pande Kaler, Banjar Peken, Banjar Pande, dan Banjar Tabanan. Sebaliknya, Desa Tojan melingkupi 5 banjar adat, masing-masing Banjar Jelantik Koribatu, Banjar Jelantik Mamoran, Banjar Tojan Kaler, Banjar Tojan Klod, dan Banjar Lebah Celepik.

Sementara itu Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta, yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Kabupaten Klungkung, mendukung penuh upaya Desa Adat Gelgel yang menerapkan perarem berupa larangan keluar rumah di atas pukul 20.00 Wita. Menurut Bupati Suwirta, pembatasan mobilitas warga yang diterapkan Desa Adat Gelgel ini juga mengacu dari imbauan pemerintah dalan upaya mencegah penyebaran wabah Covid-19.

"Inilah kekuatan desa adat dalam mengatur kramanya. Dengan perarem yang disertai sanksi adat, krama pasti taat dan takut melanggarnya. Saya harap hal seperti ini juga perlu didukung desa adat lainnnya," ujar Bupati Suwirta saat dikonfirmasi NusaBali di Semarapura, Senin kemarin. *wan

Komentar