nusabali

Pilkada Diusulkan Digelar Setelah Juni 2021

Pilkada Serentak 2020 Ditunda Akibat Pandemi Covid-19

  • www.nusabali.com-pilkada-diusulkan-digelar-setelah-juni-2021

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, kekosongan jabatan kepala daerah bisa diisi oleh pejabat daerah tingkat pratama dan madya.

JAKARTA, NusaBali
Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan penyelenggaraan Pilkada Serentak ditunda hingga Juni 2021. Menurutnya, ini merupakan cara efektif dalam menyikapi penundaan tahapan pilkada karena pandemi virus Corona.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggaini, mengakui usulan ini didapat dari hasil penghitungan anggaran dan teknis pemilu yang telah dilakukan Perludem. Dia menyimpulkan bahwa pilkada paling mungkin dilaksanakan pada pertengahan 2021 mendatang.

"Penyelenggaraan pilkada ini setelah pertengahan 2021. Jadi dari kalkulasi logis anggaran, teknis, dan sebagainya kami menghitung bahwa pilkada itu paling mungkin setelah Juni 2021," kata Titi Anggaini dalam diskusi daring bertajuk 'Perspektif Penyelenggaraan Pemilu di Daerah', Minggu (5/4).

Bagi kepala daerah yang masa tugasnya berakhir pada Februari 2021, Titi menyarankan agar proses pemilu dapat digabungkan dengan penyelenggaraan pemilu yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada Juli 2022 mendatang. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekacauan elektoral dalam pemilu. "Maka untuk mengatasi agar tidak terjadi kekacauan elektoral dengan desain awal bahwa Pilkada ini 2024, kami usulkan agar pilkada pasca penundaan itu juga dilaksanakan di 270 daerah ini digabungkan pula dengan daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada Juli 2022," ujarnya.

Menyikapi hal ini, baik KPU dan Bawaslu tidak perlu mengkhawatirkan terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, kekosongan ini bisa digantikan oleh pejabat daerah tingkat pratama dan madya. Namun, Titi menegaskan bahwa proses pergantian ini harus diawasi dengan baik.

"Kalau soal pengisian jabatan, kalau pilkadanya setelah Februari, padahal mayoritas akhir masa jabatannya 2021 adalah di bulan Februari itu tidak perlu di dalam Perppu, karena pasal 201 ayat 9 dan 10 (UU Nomor 10 Tahun 2016) itu sudah mengatur soal pengisian penjabat dalam situasi kekosongan posisi bupati, gubernur, dan walikota di mana pejabat pratama dan madya yang kemudian akan mengisi," jelasnya.

"Hanya saja memang harus dipastikan, dikawal jangan sampai pengisian jabatan ini menimbulkan spekulasi kontroversi baru seperti tahun 2018 di mana perwira polisi yang sedang diperbantukan oleh institusi tertentu lalu diplot mengisi jabatan tersebut," sambungnya.

Menurut Titi, kondisi saat ini merupakan hal yang tidak bisa diprediksi. Setelah wabah Corona ini berakhir, Titi berharap KPU bisa menyiapkan metode rekapitulasi suara secara online yang bisa digunakan saat Indonesia mengalami kondisi tidak terduga.

"Kondisi saat ini yang berakibat penundaan pilkada secara nasional merupakan situasi yang tidak dibayangkan dan mampu diprediksi dengan publik, pembuat UU maupun penyelenggara pemilu. KPU kalau COVID-19 sudah berakhir bisa mulai uji coba rekapitulasi suara secara elektronik sehingga ketika masanya tiba kita punya instrumen hukum dan operasional baik kita bisa langsung menjalankannya dengan baik,"jelasnya.

Sementara terkait penundaan Pilkada serentak 2020, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memberikan tiga saran kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota dalam menyikapi penundaan ini.

"Jadi tiga hal, pertama regulasinya perhatikan lagi, kedua SDM-nya, ketiga anggarannya, ini masih cukup nggak untuk melakukan tahapan," kata Ketua KPU RI, Arief Budiman, dalam diskusi daring, Minggu kemarin. KPU masih menunggu regulasi terkait penundaan Pilkada Serentak. Regulasi tersebut nantinya yang menjadi patokan bagi KPU untuk mengambil tindakan selanjutnya.

Selain itu, sumber daya manusia (SDM) penyelenggara Pilkada juga harus diperhatikan untuk tahap berikutnya. Terakhir, Arief bicara soal anggaran Pilkada yang sudah dan belum digunakan sebelum adanya putusan penundaan.

"Kedua perhatikan SDM-nya. Apakah SDM yang direkrut sekarang PPK sudah dilantik, PPS sebagian sudah dilantik apakah masih bisa diberi tugas lagi atau tidak, masih memenuhi syarat atau tidak," jelas Arief.

"Ketiga perhatikan anggarannya. Apakah dengan melanjutkan tahapan karena ini akan punya beberapa konsekuensi," tambahnya dilansir detik.com. KPU menyebut, anggaran Pilkada Serentak yang sudah digunakan harus dipertanggungjawabkan. Untuk anggaran yang belum digunakan sebaiknya tidak digunakan terlebih dahulu atau ditahan. "Jadi misalnya yang sudah digunakan maka harus mempertanggungjawabkan dengan baik apa yang digunakan. Untuk yang belum digunakan maka itu di-cut off dulu, jangan diapa-apakan dulu, nunggu keputusan berikutnya bagaimana Kemendagri, Kemenkeu menyikapi hal ini," terang Arief. Seperti diketahui, Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Bawaslu, dan DKPP sepakat menunda tahapan Pilkada Serentak 2020 akibat mewabahnya virus Corona (COVID-19) di Indonesia. Sejumlah opsi muncul, salah satunya penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda hingga 2021. *

Komentar