nusabali

Semprotan Disinfektan, Kenali Efek Samping dan Aturan Pakainya

  • www.nusabali.com-semprotan-disinfektan-kenali-efek-samping-dan-aturan-pakainya

Efektifkah metode disinfeksi? Atau justru tubuh manusia malah menjadi rentan terpapar disinfektan secara langsung?

DENPASAR, NusaBali
Seiring dengan mewabahnya pandemik Covid-19 atau yang juga dikenal dengan nama virus Corona, beragam tindakan untuk mencegah penularan virus ini pun dilakukan. Salah satunya, yaitu pembersihan area dengan disinfektan agar virus tersebut tidak menempel pada benda mati. 

Lebih jauh lagi, ada yang melakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan sekitar, bahkan menyediakan semprotan disinfektan di pintu-pintu masuk tempat tertentu. Bahkan, kini ada gapura hingga bilik disinfektan. Dengan adanya metode disinfeksi ini, maka tubuh manusia rentan terpapar disinfektan secara langsung.

Padahal, disinfektan mengandung bahan-bahan yang bersifat toxic bagi manusia, seperti klorin, hidrogen peroksida, karbol, dan bahan lainnya. “Itu kan toxic, mungkin sekarang tidak tahu efek karsinogenik itu beberapa tahun kemudian. Kemudian efek akutnya itu bisa menimbulkan iritasi pada mata, iritasi pada kulit, gangguan pernafasan, efek sampingnya seperti itu,” ujar dokter spesialis Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, dr I Wayan Agus Gede Manik Saputra MKedKlin SpMK. 

Hal ini sesuai dengan imbauan World Health Organization (WHO) melalui laman resminya, bahwa menyemprotkan alkohol atau klorin yang menjadi bahan disinfektan tidak akan membunuh virus yang sudah memasuki tubuh manusia. Dijelaskan dalam laman tersebut, menyemprotkan zat-zat tersebut dapat berbahaya bagi bagian tubuh yang memiliki selaput lendir, seperti mata dan hidung. 

Maka dari itu, disinfeksi pada manusia sebenarnya bukan merupakan langkah yang efektif untuk mencegah berkembang dan menularnya virus Covid-19. Di samping itu, proses penyebaran Covid-19 yang melalui droplets dan kontak langsung menjadikan disinfeksi pada lingkungan seperti pada jalan atau kawasan terbuka yang jarang tersentuh juga dirasa kurang efektif.

“Ketika pencegahan dan pengendalian infeksi itu melalui penyemprotan lingkungan yang notabene tidak banyak orang yang menyentuh, seperti di aspal, kan tidak ada yang menyentuh itu. Sebenarnya itu tidak masuk dalam suatu pencegahan yang efektif. Kalau mau mendisinfeksi lingkungan, lebih baik mendisinfeksi apa yang disentuh banyak orang, seperti meja, keyboard, lingkungan kerja, itu lebih masuk akal,” papar Agus Gede Manik Saputra. 

Pernyataan ini didukung oleh jurnal The Lancet berjudul Taking the Right Measures to Control COVID-19 oleh Yonghong Xiao dan Mili Estee Torok yang diterbitkan pada 5 Maret 2020 lalu. Dalam jurnal tersebut dibahas beberapa langkah-langkah yang telah dilakukan namun belum terbukti secara sains dan telah terbukti tidak efektif. Salah satunya, yaitu penggunaan disinfektan untuk pencegahan penularan virus. 

“Pertama, walaupun Covid-19 tersebar melalui jalur udara, disinfeksi udara di kota-kota atau di komunitas-komunitas tidak efektif dalam mengontrol penyakit dan perlu dihentikan. Praktik leluasa dalam menyemprotkan disinfektan dan alkohol ke udara, jalan, kendaraan, dan personal tidak bernilai, bahkan alkohol dan disinfektan dalam jumlah besar berpotensi bahaya pada manusia dan harus dihindari,” demikian kutipan dalam jurnal tersebut. 

Penggunaan disinfektan untuk membersihkan barang-barang yang sering dipegang pun, memiliki kadar keamanannya tersendiri, yakni sejumlah 0,5%. Dalam perhitungan yang ditunjukkan dr Agus Gede Manik, untuk satu liter larutan disinfektan diperlukan 95,2 cc disinfektan seperti pada produk rumah tangga bayclin ditambah 905 cc air.  “Di dokumen oleh WHO sebelumnya, untuk dekontaminasi lingkungan, Bayclin yang direkomendasikan sebenarnya 0,1%, tapi seiring dengan meningkatnya kasus, jadi dia menaikkan standarnya menjadi 0,5%,” jelasnya.

Dari adanya paparan tersebut, jelaslah bahwa disinfeksi lebih efektif dilakukan terhadap benda-benda yang sering disentuh. Sedangkan untuk mencegah penularan melalui kontak, gaya hidup yang bersih seperti mandi dan cuci tangan serta melakukan social distancing ataupun physical distancing masih menjadi opsi terbaik agar terhindar dari Covid-19. 

Untuk cuci tangan pun, dokter yang juga berpraktik di Rumah Sakit Sanglah ini juga berpesan bahwa cuci tangan yang baik dilakukan dengan durasi 30-60 detik, dengan gerakan tangan yang sesuai dengan panduan agar seluruh bagian tangan dapat dicuci dengan bersih. Selain itu, dalam menggunakan hand sanitizer sebagai pembersih tangan instan, ada baiknya diimbangi dengan cuci tangan dengan sabun. 

Hand sanitizer yang direkomendasikan itu adalah yang alcohol-based 70%. Ketika kita terus menggunakan hand sanitizer, ini pun ada tata caranya, yaitu berdurasi 20-30 detik. Ini setelah lima kali pakai, kita harus cuci tangan, tidak bisa sepanjang hari itu hanya menggunakan hand sanitizer saja. Kita tidak bisa melihat ada tumpahan produk biologis di tangan kita.  Jadi kita harus meyakinkan tangan kita terbilas dengan air juga,” tutupnya.*cr74

Komentar