nusabali

Palebon Puri Agung Peliatan Khidmat

  • www.nusabali.com-palebon-puri-agung-peliatan-khidmat

Palebon agung sameton (keluarga) Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, dengan layon (jenazah) Anak Agung Setiari di Setra Dalem Puri, Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud, pada Saniscara Pahing Warigadian, Sabtu (20/8) siang, khidmat dan lancar.

GIANYAR, NusaBali

Rangkain palebon diawali Upacara Nunas Tirta Penembak (mohon air suci pemutus roh, Red) pada Jumat (19/8) tengah malam. Sabtu (20/8) sekitar pukul 04.00 Wita, Upacara Mapralina dipuput Ida Pedanda Gde Griya Peling Dlodan, Pedangtegal, Ubud. Prosesi ini bermakna memutus roh dari badan kasar layon. Selajutnya, Nyikut Karang dan Bumi Sudha di Setra (kuburan) Dalem Puri, untuk menyucikan lokasi palebon dan sarana/prasarana upacara. Prosesi ini masih dipuput Ida Pedanda Gde Griya Peling Dlodan.

Sabtu kemarin sekitar pukul 07.00 Wita, dilaksanakan Upacara Pamlaspas Bade setinggi 17 meter dan Lembu Selem panjang 7 meter dengan berat 4,5 ton. Upacara di jaba (sisi barat) Puri Agung Peliatan itu dipuput Ida Pedanda Istri Griya Gede Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar.

Puncak palebon agung ini ditandai dengan pengarakan Bade 17 meter. Sebelum pengarakan Bade, puluhan krama pengayah ngunggahang (menaikkan) layon dari Bale Sumangen ke kotak Bade sekitar pukul 12.20 Wita. Prosesi ini disaksikan belasan ribu pasang mata, termasuk para wisatawan manca negara dan domestik yang menunggu sejak sekitar 1,5 jam sebelumnya. Pada Bade itu, kotak jenazah dijaga oleh Panglingsir Puri Agung Peliatan Tjokorda Gde Putra Nindia alias Cok Nindia. Sekitar 10 menit kemudian, ratusan krama pengarak menyunggi Bade untuk digeser ke perempatan (catus pata) Desa Peliatan dan Bade ngider (berputar) tiga kali.  

Selanjutnya, Bade bergerak ke utara, arah Setra Dalam Puri, sekitar 1 kilometer menuju kawasan wisata Ubud.  Sedangkan Lembu Selem diarak lebih awal secara bergantian oleh ratusan krama dari sejumlah banjar di Desa Peliatan, Banjar Taman Klod Ubud, dan Banjar/Desa Petulu, Ubud.  Pengarakan Bade dan Lembu berlangsung lancar, meskipun Bade dan Lembu sempat berhenti sekitar empat kali karena pengarak bergantian etape. Kelancaran prosesi ini karena cuaca cerah. Beberapa kali petugas PMK Gianyar mengguyurkan air ke aspal agar para pengarak tak kepanasan.  

Bade dan Lembu tiba di Setra Dalem Puri dengan posisi kotak Bade nyanggem (mengatup) dengan tragtag (undakan untuk penurunan jenazah) pada pukul 13.14 Wita. Selanjutnya, jenazah AA Istri Setiari diturunkan dari Bade lanjut dimasukkan ke punggung Lembu Selem.

Di antara sarana palebon tersebut, yang sangat mencolok yakni Lembu Selem untuk tumpangan roh Anak Agung Istri Setiari, ibu kandung Panglingsir Puri Agung Peliatan Tjokorda Gde Putra Nindia. Berdasarkan catatan NusaBali, Lembu Selem untuk palebon agung kali ini merupakan lembu palebon kalangan puri terbesar yang pernah ada di Bali. Lembu ini dengan tinggi badan 5,70 meter, tinggi bataran atau pondasi 2,70 meter. Luas bataran 265 cm x 406 cm. Panjang badan Lembu 7 meter, lebar 1,5 meter dengan berat sekitar 4,5 ton.

Penggarapan Lembu ini melibatkan sejumlah pengayah undagi utama (pilihan) dari Banjar Tengah, Desa Peliatan, Ubud. Mereka adalah I Wayan Suardika, 52, alias Wayan Soblet, I Wayan Balik, 55, Nyoman Kayun, 69, dan Nyoman Sudana, 36. Beberapa kalangan di Peliatan menilai penggarapan Lembu Selem ini, terutama di bagian ornamen terbilang bercitarasa seni tinggi. Hal ini tak lepas dari sentuhan selera seni dari undagi yang seniman lukis ternama, Nyoman Kayun.

Di sela-sela penggarapan akhir Lembu Selem tersebut, salah seorang undagi Nyoman Sudana mengatakan penggarapan lembu ini dimulai sejak Kamis (28/7). Karena saking bersarnya pengawak atau badan Lembu ini, maka penggarapan Lembu dilaksanakan dengan tambahan pola lembur, selain pengerjaan pagi-sore setiap hari. Selain undagi utama, pengerjaan ini melibatkan pangrombo (pembantu) sekitar 16 orang.

Jelas Sudana, Lembu ini menggunakan sekitar 5 kubik kayu untuk Bataran, dan tubuh Lembu perlu 8 kubik, serta 37 meter kain jampa hitam untuk kulit Lembu. Punggalan atau kepala Lembu makipek (melirik) ke kanan sesuai kuub atau gaya binatang aslinya.

Sudana menjelaskan, untuk pengarakan Lembu menggunakan sanan atau sarana pengusung dari bambu pilihan. Panjang sanan belakang-depan

10 meter dan lebar 6 meter. Dengan ukuran sanan tersebut, maka Lembu ini akan diusung sekitar 100 orang pengayah untuk sekali etape pengarakan menuju Setra Dalem Puri di Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud. Setra ini berjarak sekitar 900 meter ke arah utara dari Puri Agung Peliatan, barat  kawasan wisata Ubud.

Prosesi Nganteb Banten Pelebon dipuput Pamuput Brahmana Walaka dari Griya Jenggala, Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud. Panglingsir Puri Agung Peliatan Cok Nindia mengatakan, usai pelebon di setra, Sabtu kemarin, tak langsung dilaksanakan Nganyut (melarung) abu jenazah. Karena palebon ini akan dilanjutkan dengan Upacara Ngasti di Banjar Teruna, Desa Peliatan, pada Redite Pon Julungwangi, Minggu (21/8). Ngasti tersebut bersamaan dengan Upacara Ngasti untuk 44 roh jenazah krama yang diabenkan di Banjar Teruna, Desa Peliatan, Sabtu (20/8).

Terkait itu, abu jenazah AA Istri Setiari akan dilanjutkan dengan Upacara Nyupit Galih, lanjut Nganyut atau (melarung) abu ke Pantai Masceti, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Minggu (21/8) malam. “Kami sampaikan suksma banget (banyak terima kasih) kepada semua pihak yang telah melancarkan palebon ibu saya,” ujar Cok Nindia.  

Mendiang Anak Agung Setiari selama hidupnya adalah maestro seni Tari Legong Peliatan, asal Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan. Dia meninggal, Selasa (26/7) sekitar pukul 22.00 Wita. Almarhum yang maestro penari legong ternama sejak era 1950-an itu lebar (wafat) karena sakit stroke. Almarhum menikah tahun 1958 dengan Tjokorda Gde Agung (alm) yang kakak kandung Raja Peliatan terakhir, Ida Dwagung Peliatan IX. Almarhum meninggalkan empat anak yakni Tjokorda Agung Murniati, 58, Tjokorda Gde Putra Nindia, 55, Tjokorda Ratih Iriani, 53, dan Tjokorda Dalem Astiti, 51. Almarhum juga memiliki belasan cucu. Almarhum sempat belajar Tari Oleg Tamulilingan dengan pencipta tari I Ketut Mario.

Bermodal penguasaan seni tari Bali, almarhum pernah melanglang buana ke beberapa negara, di antaranya ke China pada 1959, Pakistan 1964, Jepang 1968, Australia 1971, Eropa 1973, Amerika 1982, dan Singapura 1996. Almarhum juga kerap diundang Presiden RI pertama Ir Soekarno untuk menari Bali baik di Istana Negara di Jakarta dan di Tampaksiring, Gianyar. * lsa

Komentar