nusabali

Manfaatkan Pekarangan Berbudidaya Lebah Kela

Kepiawaian Warga Banjar Balangan, Desa Kuwum, Badung

  • www.nusabali.com-manfaatkan-pekarangan-berbudidaya-lebah-kela

MANGUPURA, NusaBali
Desa desa di Bali kini intens mengembangkan potensi wilayah. Mulai dari pertanian dalam arti luas, kerajinan, wisata, koperasi, dan kewirausahaan lainnya. Khusus, sejumlah warga di Banjar Balangan, Desa Kuwum, Kecamatan Mengwi, Badung, potensi lain yang dikembangkan.

Krama di banjar itu mulai membudidayakan Lebah Kela jenis Heterotrigona Itama. Mereka mengembangkan di pekarangan rumah masing-masing. Salah satu warga yang membudidayakan adalah Made Riawan alias Made Cupliz,36. Budidayanya itu telah menghasilkan Madu Kela dan dipasarkan hampir di seluruh Bali. Pria beristrikan Nyoman Ariani,30, ini membudidayakan lebah Kela tersebut sejak tahun 2017. “Saya membudidayakan Lebah Madu, sekitar tahun 2016. Tapi kurang bagus hasilnya. Sehingga tahun 2017 saya beralih membudidayakan Lebah Madu Kela ini, namanya kalau di tempat lain Klanceng. Jenisnya Heterotrigona Itama,” kata Made Cupliz saat ditemui NusaBali di rumahnya, Jumat (28/2).

“Pertama kali saya belajar secara autodidak bersama teman saya. Saya datangkan dari Sumatera. Saya coba-coba ternyata cocok di sini. Sejak saat itu terus saya kembangkan sampai sekarang,” terangnya.

Saat pertama kali mencoba membudidayakan lebah Kela, Made Cupliz hanya memiliki beberapa lok atau koloni lebah beserta rumahnya. Tapi kini dia telah memiliki sekitar 150 lok di pekarangan belakang rumah seluas 80 are. “Rencana kami akan tambah lagi 100 lok,” ungkap ayah dari Ni Putu Srikandi,12, Made Lanang Ariwiguna,6, dan Ni Nyoman Istri Candradewi, 1,5 tahun, ini.

Menurut Made Cupliz, budidaya Lebah Kela gampang-gampang susah. Karena tidak semua tempat layak jadi habitat Lebah Kela untuk bertahan hidup. Belum lagi soal pakan Lebah juga menjadi bagian penting yang harus diperhatikan. Karena pakan akan sangat memengaruhi produksi madu yang dihasilkan. “Jadi, saya juga tanam bunga bunga Air Pengantin dan bunga Xanthostemon di pekarangan rumah sebagai pakan,” ungkapnya.

Dalam sekali panen yang rata-rata dua bulan sekali. Satu lok Lebah Kela dapat menghasilkan 500 mililiter. “Kalau pas bunga banyak atau vegetasi masih bagus, biasanya satu lok itu tembus 500 mililiter. Namun, kalau misalnya pas musim hujan, ya paling 250 mililiter saja,” kata Made Cupliz. Dia menyebut keunggulan Madu Kela ini fungsi enzimnye empat kali lipat dari madu biasa serta berkhasiat untuk regenerasi sel.

Untuk menjaga kualitas Madu Kela yang dihasilkan, jelas Made Cupliz, proses panen tidak lagi menggunakan cara manual. Melainkan dengan menggunakan alat vacum. “Cara kerjanya tinggal disedot menggunakan vacum saja, sehingga lebih higienis dan tidak merusak sarangnya,” kata Made Cupliz lagi.

Bagaimana dengan pemasaran? Dia menyebut untuk pemasaran hampir di seluruh Bali. Selain diantar menggunakan jasa pengiriman, tak jarang dia kirim langsung ke rumah konsumen asal jarak tempuh tidak terlalu jauh.

Disinggung soal harga Madu Kela saat ini dijual Rp 350.000 per 500 mililiter. Sementara ukuran yang lebih lumrah dijual yakni 250 mililiter seharga Rp 250.000. “Kalau ditanya untung tidak menentu, namanya juga jualan, kadang naik kadang turun,” aku Made Cupliz sembari memastikan produksi Madu Kela miliknya tidak berbahan kimia alias Madu Kela murni.

Tidak saja menjual Madu Kela, Made Cupliz juga sempat menjual lok kepada warga sekitar. Hanya, karena berbagai pertimbangan penjualan lok kemudian dihentikan.

Setelah sekitar tiga tahun menggeluti budidaya Lebah Kela, mantan salah saru karyawan di salah satu tempat wisata di bilangan Kuta, Badung ini mengaku bahwa prospek budidaya Lebah Kela masih terbuka lebar. Permintaan pasar, kata dia, cukup tinggi. Tak jarang, dirinya harus keteteran melayani pesanan. “Prospeknya tinggi sekali, apalagi sekarang sudah banyak tahu kasiat dari Madu Kela. Dulu, belum ada yang tahu dikira Madu Kela langka, ternyata bisa dikembangkan (dibudidayakan, Red),” tandasnya. *asa

Komentar