nusabali

Demi Kejar Topi Sarjana, Tidak Gengsi Bantu Ayah Jadi Juru Parkir

Ketut Tuti Ayu, Mahasiswi Semester VIII Jurusan Sosiologi Undiksha Singaraja Asal Desa Sangsit

  • www.nusabali.com-demi-kejar-topi-sarjana-tidak-gengsi-bantu-ayah-jadi-juru-parkir

Pada awal-awalnya jadi juru parkir di pintu gerbang selatan Pasar Anyar Singaraja, Ketut Tuti Ayu sempat merasa malu jika kepergok oleh temannya. Namun, rasa malu dan gengsi itu hilang dengan sendirinya.

SINGARAJA, NusaBali
Suasana berbeda terjadi di pintu masuk gerbang selatan Pasar Anyar Singaraja, Buleleng, Rabu (26/2) pagi. Tidak seperti biasanya, pagi itu ada seorang teruni (perempuan muda) mengenakan seragam juru parkir, yang dengan ramah menyapa setiap pengunjung pasar sembari menyerahkan karcis. Dia adalah Ketut Tuti Ayu, 23, mahasiswi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja yang rela berpanas-panasan demi membantu ayahnya menjalankan tugas sebagai juru parkir di Pasar Anyar.

Ketut Tuti Ayu sejatinya bukanlah juru parkir. Gadis berusia 23 tahun asal Banjar Celuk, Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng ini adalah mahasiswi Semester VIII Jurusan Sosiologi, Undiksha Singaraja. Tuti Ayu merupakan anak kedelapan dari 11 bersaudara pasangan Nyoman Sumawa, 65, dan Ketut Kertiasih, 55.

Sang ayah, Nyoman Sumawa, kesehariannya memang menjadi juru parkir di Pasar Anyar Singaraja. Selama ini, Tuti Ayu kerap membantu ayahnya menjaga pintu masuk gerabang selatan Pasar Anyar Singaraja, manakala ayahnya sedang tidak enak badan atau menjelang hari raya besar keagamaan.

Kesetiaan dan keuletan Tuti Ayu membantu sang ayah sebagai juru parkir di Pasar Anyar Singaraja, bukannya tanpa alasan. Menurut gadis kelahiran 22 September 1996 ini, sebagai anak, dirinya memiliki kewajiban membahagiakan orangtua dengan sesuatu hal yang bisa dikerjakan. “Ya, membantu dan membahagiakan orangtua merupakan kewajiban anak,” tutur Tuti Ayu saat ditemui NusaBali di sela membantu ayahnya sebagai juru parkir di Pasar Anyar Singaraja, Rabu pagi.

Tuti Ayu menceritakan, dirinya memang dilahirkan dan dibesarkan di tengah lingkungan keluarga yang sederhana. Sebelum menjadi juru parkir, ayahnya hanyalah seorang petani serabutan dan buruh bangunan. Tuti Ayu sendiri dilahirkan dari rahim Ketut Kertiasih, yang dinikahi sang ayah setelah istri pertamanya meninggal dunia.

Meskipun dari keluarga yang sederhana, namun kegigihan Nyoman Sumawa sebagai kepala keluarga untuk memperjuangkan anak-anaknya agar bisa bersekolah, tetap tinggi. Nyoman Sumawa yang hanya tamatan SMP, bercita-cita seluruh 11 anaknya bisa minimal menamatkan pendidikan jenjang SMA.

“Kakak-kakak saya kebanyakan sudah menikah, ada juga yang belum. Mereka rata-rata memang tamatan SMA. Hanya saya sendiri yang dapat kesempatan mengenyam pendidikan sampai bangku kuliah. Saya sejak kecil memang ingin raih gelar sarjana agar dapat pekerjaan yang lebih layak,” kenang Tuti Ayu.

Maka, begitu lulus dari SMAN 1 Sawan, Buleleng, Tuti Ayu langsung menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi kepada orangtuanya. Gayung pun bersambut. Meski dengan penghasilan pas-pasan sebagai juru parkir, sang ayah Nyoman Sumawa menyanggupi dan mendukung tekad putrinya ini untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Hanya saja, dalam perjalanan kuliahnya, Tuti Ayu juga dibantu oleh salah seorang pamannya untuk membayar uang semesteran. Dengan kondisi keluarganya yang pas-pasan, Tuti Ayu harus menanggalkan ego dan rasa gengsinya. Di tengah kondisi ayahnya yang semakin tua dan sering sakit-sakitan, Tuti Ayu pun maju pertama untuk membantu atau bahkan menggantikan peran ayahnya sebagai juru parkir di gerbang selatan Pasar Anyar Singaraja.

“Saya kasihan sama bapak, karena sudah tua, cepet capek atau kadang juga sakit. Apalagi kalau hari raya begini, orang pada ramai di pasar, saya biasanya bantuin bapak jaga. Tentu menyesuaikan dengan waktu kuliah, toh juga cuma 2 jam sehari, sejak pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 12.00 Wita,” jelas Tuti Ayu, mahasiswi yang sudah merampungkan ujian skripsinya.

Tuti Ayu mengakui, saat pertama kali membantu ayahnya sebagai juru parkir, dirinya sempat merasa canggung juga. Apalagi, dia adalah seorang mahasiswi. Maka, manusiawi saja jika Tuti Ayu juga sempat khawatir dan gengsi jika ada salah satu teman kuliahnya melihat dirinya sebagai juru parkir.

Namun, kata Tuti Ayu, secara perlahan rasa ego dan gengsinya itu hilang ketika melihat dan memandangi sosok ayahnya yang berjuang keras untuk menafkahi keluarga. “Dulu bapak sempat kerja apa saja, dari bertani, jadi buruh bangunan, sampai jadi juru parkir seperti sekarang. Saya salut dengan perjuangan bapak seperti itu,” papar teruni yang menempuh pendidikan dasar di SDN 4 Sangskit dan pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Sawan ini.

Kini, Tuti Ayu sudah terbiasa menggantikan dan membantu ayahnya menjadi juru parkir di Pasar Anyar Singaraja. Setelah tamat kuliah nanti, Tuti Ayu sudah memiliki planning untuk melamar menjadi guru atau apa saja pekerjaan yang lebih menjanjikan, dengan penghasilan yang mencukupi untuk membahagiakan keluarganya.

Menurut Tuti Ayu, perjuangannya dalam meraih gelar sarjana juga sempat memaksanya berbohong kepada kedua orangtuanya. Kisahnya, saat Pileg / Pilpres 2019 lalu, Tuti Ayu sempat bekerja sampingan sebagai tenaga kontrak selama sebulan di KPU Buleleng. Pekerjaan sampingan itu sengaja dirahasiakan kepada ayahnya, karena sejak awal Tuti Ayu disuruh fokus kuliah agar cepat tamat.

“Saya nekat kerja kontrak selama sebulan di KPU Buleleng buat tambah uang bekal keperluan kampus, biar tidak minta sama bapak. Sampai sekarang, bapak tidak tahu kalau saya sempat bekerja di KPU Buleleng,” cerita teruni yang hobi olahraga dan bercita-cita jadi guru ini.

Sementara itu, ibunda Ketut Tuti Ayu, yakni Ketut Kertiasih, mengatakan putrinya yang kuliah di Undiksha Singaraja ini memang berbeda dengan saudaranya yang lain. Sifatnya yang keras dan semangatnya yang tinggi, seringkali membuat keluarga heran sekaligus bangga terhadap Tuti Ayu.

“Memang kemauannya untuk sekolah tinggi sekali. Nampaknya dia (Tuti Ayu) jengah dan ingin bantu keluarga,” papar Ketut Kertiasih yang pagi itu ikut mendampingi Tuti Ayu dan sang suami, Nyoman Sumawa, menjalankan tugas sbagai juru parkir di pasar Anhyar Singaraja.

Kertiasih menyebutkan, dia dan suaminya mengizinkan Tuti Ayu membantu dan menggantikan perannya sebagai juru parkir, karena melihat situasi ekonomi keluarga yang kurang mendukung saat ini. Nyoman Sumawa setiap harinya pulang hanya membawa uang tak lebih dari Rp 60.000, selama 2 jam menjadi juru parkir di Pasar Anyar Singaraja.

“Saya sendiri sebagai ibu rumah tangga ikut berusaha membuat porosan untuk menambah uang dapur. Ini juga untuk bekal Tuti Ayu dan adik bungsunya yang masih duduk di bangku SD,” cerita perempuan berusia 55 tahun ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Buleleng, Gede Gunawan Adnyana Putra, mengaku sempat terkejut melihat ada juru parkir wanita di Pasar Anyar Singaraja. Gunawan pun berusaha mencari tahu, siapa gadis yang jadi juru parkir itu. Setelah ditelisik, ternyata gadis itu adalah Ketut Tuti Ayu, mahasiswi Undiksha Singaraja yang sengaja membantu ayahnya, Nyoman Sumawa yang sedang tidak enak badan.  “Ya, saya sempat terkejut juga melihat ada gadis sebagai juru parkir di Pasar Anyar. Sebab, saya merasa tidak ada MoU dengan juru parkir wanita. Ternyata, gadis itu hanya bantu-bantu bapaknya,” papar Gunawan saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Singaraja, Rabu siang.

“Saya salut dan apresiasi sikap Tuti Ayu itu. Tidak banyak anak yang mau mengambil pekerjaan seperti itu, apalagi seorang perempuan. Itu  perlu mental yang besar. Mudah-mudahan, itikad baiknya menjadi modal Tuti Ayu agar bisa sukses ke depannya,” lanjut birokrat asal Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng ini. *k23

Komentar