nusabali

Kehilangan Rp 1,6 Triliun, Badung Minta Pusat Kaji Kebijakan Stop PHR

Buleleng Tunggu Kepastian Kebijakan dari Pusat

  • www.nusabali.com-kehilangan-rp-16-triliun-badung-minta-pusat-kaji-kebijakan-stop-phr

Pemkab Badung meminta pemerintah pusat mengkaji ulang rencana stop pungutan pajak hotel dan restoran (PHR) selama 6 bulan, sebagai bagian upaya pemulihan pariwisata akibat dampak virus Corona.

MANGUPURA, NusaBali

Masalahnya, kebijakan stop pungut PHR ini berdampak hilangnya Rp 1,6 trilun pendapatan selama 6 bulan, yang berujung program pembangunan tidak berjalan secara maksimal.

Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa, mengatakan kalau kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan ini dilaksanakan pemerintah, dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat. “Kemampuan kami dari segi kebijakan fiskal di daerah akan sangat rendah. Konsekuensinya juga ke masyarakat, karena mereka tidak dapat kami layani secara maksimal, sebagaimana didapatkan selama ini,” jelas Ketut Suiasa saat ditemui NusaBali di Puspem Badung kawasan Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi, Kamis (27/2).

Menurut Suiasa, selama ini kepemimpinan pasangan Nyoman Giri Prasta-Ketut Suiasa (Giriasa) selaku Bupati-Wakil Bupati Badung 2016-2021 banyak membuat terobosan guna mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat. “Contohnya, program pendidikan dan kesehatan gratis. Kalau kemampuan fiskal kami rendah akibat penghentian pungutan PHR, tentu dampaknya terhadap pelayanan kepada masya-rakat,” keluh Wakil Bupati asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang notabene mantan Wakil Ketua DPRD Badung dari Fraksi Golkar dua periode (2009-2014, 2014-2015) ini.

Pemkab Badung, kata Suiasa, saat ini tengah berupaya berkomunikasi dengan pemerintah pusat terkait kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan tersebut. Komunikasi langsung ini intinya agar pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan tersebut.

Menjawab NusaBali, Suiasa mengatakan Pemkab Badung tidak dalam kapasitas menolak kebijakan pusat. “Kami tidak bicara soal menolak. Kami minta pemerintah pusat itu untuk mengkaji dan meninjau kembali, membahas ini dengan daerah secara proporsional,” tegas Suiasa yang notabene mantan Ketua DPD II Golkar Badung, namun kemudian beralih ke PDIP.

Disinggung terkait potensi pendapatan Badung selain dari PHR, menurut Suiasa, pihaknya sudah melakukan ekstensifikasi. Namun, sementara ini belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan. “Jadi, kalau sektor lain, seperti retribusi, kan tidak bisa menjangkau karena hanya 20 persen,” katanya.

Paparan senada juga disampaikan Ketua DPRD Badung, I Putu Parwata. Menurut politisi PDIP asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini, sangatlah penting bagi kepala daerah dan Pimpinan DPRD Badung untuk melakukan konsultasi kepada pemerintah pusat terkait kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan tersebut.

“Apa yang dilakukan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan, itu kan sah-sah saja dan saya apresiasi. Namun, karena dampaknya sangat besar dirasakan bagi Badung, tentu ini perlu dikomunikasikan lagi sebelum kebijakan diberlakukan,” tandas Parwata saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Puspem Badung, Kamis kemarin.

“Badung ini kan fiskalnya mandiri. Pendapatan dari PHR digunakan untuk pembangunan dan belanja pegawai. Jadi, khusus di Badung, ini perlu dipertimbangkan. Bila pendapatan turun, tentu seluruh pembangunan tidak jalan, pegawai bisa tidak dibayar,” lanjut Sekretaris DPC PDIP Badung ini.

Sedangkan Kepala Badan Pendapatan dan Pasedahan Agung Kabupaten Badung, I Made Sutama, sebelumnya menyatakan daerahnya terancam kehilangan pendapatan Rp 1,6 triliun tahun ini bila kebijakan stop pemungutan PHR tersebut dilaksanakan. “Kalau berkaca pada realisasi PHR sebelumnya saat pariwisata normal, pendapatan Badung hingga triwulan II biasanya Rp 1,6 triliun. Kalau peniadaan pajak berlaku 6 bulan, artinya kan triwulan I hingga triwulan II, berarti segitu (1,6 triliun) potensi pendapatan yang akan hilang,” ujar Made Sutama, Rabu (26/2) lalu.

Sutama mengungkapkan, realisasi PHR di Badung tahun 2019 mencapai sekitar Rp 3,2 triliun. Nah, jika kebijakan stop PHR selama 6 bulan diberlakukan tahun ini, maka Badung maksimal akan dapat pemasukan dari PHR Rp 1,6 triliun. Disebutkan, bukan hanya Badung yang merasakan imbas dari stop PHR selama 6 bulan ini. Enam kabupaten lainnya di Bali yang selama ini mendapatkan penyisihan PHR dari Badung, kecuali Gianyar, juga kena imbasnya.

Sementara itu, Pemkab Buleleng masih menunggu kejelasan dari kebijakan pusat yang menghentikan pungutan PHR selama 6 bulan. Rencananya, pembahasan detail menyangkut kebijakan pusat tersebut akan dilaksanakan di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (2/3) mendatang.

Kepala Badan Pengeloka Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Buleleng, Gede Sugiartha Widiada, mengatakan sejauh ini pihaknya masih memungut PHR seperti biasa. Pasalnya, kebijakan penghentian pungutan PHR 6 bulan itu belum disampaikan secara resmi oleh pusat ke daerah.

“Memang ada kebijakan penghentian pungutan PHR, tetapi kami belum mendapat kejelasan seperti apa. Salama belum mendapat penjelasan secara resmi, tentu kami tetap melaksanakan pungutan PHR itu seperti biasa,” jelas Sugiartha Widiada saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Singaraja, Kamis kemarin.

Menurut Sugiartha, penjelasan masalah penghentian pungutan PHR itu nantinya akan disampaikan kembali oleh Kemendagri. Hal itu diketahui setelah Kemendagri mengundang Sekda Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, untuk pembahasan kebijakan stop pungutan PHR 6 bulan tersebut ke Jakarta. Selain itu, Kemendagri juga sudah meminta data pajak daerah yang dirancang tahun 2020.

“Senin depan, kami diundang ke Kemendagri membahas kebijakan penghentian pungut PHR. Nanti setelah itu baru mendapat kejelasan dan kepastian atas kebijakan tersebut,” terang birokrat asal Kelurahan Kampung Anyar, Kecamatan Buleleng yang juga mantan Kabag Humas dan Protokol Seda Buleleng ini.

Kebijakan stop pungutan PHR selama 6 bulan itu sendiri akan mengacam sumber PAD Buleleng. Pasalnya, salah satu sumber PAD Buleleng berasal dari pajak daerah termasuk PHR.

Data yang dihimpun NusaBali BPKPD Buleleng, target PAD Buleleng tahun 2020 dirancang sebesar 402 miliar. Dari jumlah itu, pajak daerah menyumbang sebesar Rp 181,4 miliar. Pajak daerah ini salah satunya dari PHR, yang dirancang sekitar Rp 56,2 miliar. *asa,k19

Komentar