nusabali

Pungutan PHR Dihentikan 6 Bulan, Badung Terancam Kehilangan Rp 1,6 Triliun

Kalangan Pelaku Pariwisata di Bali Sambut Sumringah Kebijakan Pusat

  • www.nusabali.com-pungutan-phr-dihentikan-6-bulan-badung-terancam-kehilangan-rp-16-triliun

Pemkab Badung terancam kehilangan pendapatan dari pajak hotel dan restoran (PHR) sebesar Rp 1,6 triliun di tahun 2020 ini.

MANGUPURA, NusaBali

Pasalnya, pemerintah pusat keluarkan kebijakan hentikan pemungutan PHR selama 6 bulan di 10 destinasi termasuk Bali, sebagai upaya pemulihan pariwisata dan perekonomian akibat dampak virus Corona.

Pemkab Badung waswas bila kebijakan peniadaan pungutan PHT selama 6 bulan ini benar-benar diberlakukan. Soalnya, sebagian besar pendapatan asli daerah (PAD) Badung selama ini bersumber dari PHR. “Ya, kalau benar diberlakukan, maka pendapatan Badung bakal anjlok,” ungkap Kepala Badan Pendapatan dan Pasedahan Agung Kabupaten Badung, I Made Sutama, Rabu (26/2).

Menurut Made Sutama, Pemkab Badung terancam kehilangan pendapatan hingga Rp 1,6 triliun tahun ini bila kebijakan stop pemungutan PHR tersebut dilaksanakan. “Kalau berkaca pada realisasi PHR sebelumnya saat pariwisata normal, pendapatan Badung hingga triwulan II biasanya Rp 1,6 triliun. Kalau peniadaan pajak berlaku 6 bulan, artinya kan triwulan I hingga triwulan II, berarti segitu (1,6 triliun) potensi pendapatan yang akan hilang,” keluh Sutama.

Sutama mengungkapkan, realisasi PHR di Badung tahun 2019 mencapai sekitar Rp 3,2 triliun. Nah, jika kebijakan stop PHR selama 6 bulan diberlakukan tahun ini, maka Badung maksimal akan dapat pemasukan dari PHR Rp 1,6 triliun.

Disebutkan, bukan hanya Badung yang merasakan imbas dari stop PHR selama 6 bulan ini. Enam kabupaten lainnya di Bali yang selama ini mendapatkan penyisihan PHR dari Badung, kecuali Gianyar, juga kena imbasnya. “Tapi, bagaimana pun kalau sudah ada pemberitahuan resmi dari pemerintah pusat, kita harus sampaikan sampaikan ke WP (Wajib Pajak),” kata Sutama.

“Sejauh ini, kita masih menunggu kepastian tersebut. Sampai sekarang kami belum menerima pemberitahuan apa pun dari pemerintah pusat terkait rencana peniadaan pungutan PHR selama 6 bulan itu,” lanjut birokrat asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.

Karena belum ada pemberitahuan apa pun dari pusat terkait rencana meniadakan pungutan PHR selama 6 bulan, menurut Sutama, pihaknya saat ini masih menjalankan pungutan pajak hotel dan restoran seperti biasa. “Jadi, sekarang kami masih berjalan seperti biasa, sebelum ada ketentuan yang mengatur,” tandasnya.

Berdasarkan data dari Badan Pendapatan dan Pasedaha Agung Kabupaten Badung, realisasi pendapatan PHR hingga 24 Februari 2020, mencapai skitar Rp 666 miliar. Angka tersebut naik sekitar Rp 57 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2019 lalu, yang besarnya mencapai Rp 612 miliar.

Dari Rp 666 miliar pajak yang dipungut periode Januari hingga 24 Februari 2020 ini, kata Sutama, sebanyak Rp 445 miliar di antaranya bersumber dari pajak hotel. Sedangkan sisanya, sekitar Rp 133 miliar dari pajak restoran.

Sementara, Kadis Pariwisata Provinsi Bali, I Putu Astawa, menyatakan ada empat poin kebijakan penting yang dikeluarkan pemerintah pusat dalam membantu pariwisata dan perekonomian akibat virus Corona. Pertama, pemerintah memberikan tambahan anggaran sebesar Rp 298,5 miliar untuk insentif airline dan travel agent dalam rangka mendatangkan wisatawan asing ke Indonesia.

Kedua, untuk wisatawan dalam negeri, diberikan insintif Rp 443,39 miliar insentif dalam bentuk diskon sebesar 30 persen harga untuk 25 persen seat per pesawat yang menuju 10 destinasi wisata. Ketiga, 10 destinasi pariwisata yang tersebar di 33 kabupaten/kota di Indonesia, tidak dipungut PHR (sebesar 10 persen) selama 6 bulan.

Sepuluh (10) destinasi pariwisata dimaksud adalah Danau Toba, Jogjakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan. Sebagai gantinya, pemerintah pusat akan memberikan hibah sebesar Rp 3,3 triliun kepada 10 destinasi pariwisata tersebut.

Keempat, dalam APBN juga tersedia anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pariwisata sebesar Rp147 miliar yang akan dikonversi menjadi hibah ke daerah-daerah untuk memacu pariwisatanya.

Sementara itu, kalangan pelaku pariwisata Bali menyambut positif kebijakan pemerintah pusat untuk mengakselerasi kepariwisataan Bali akibat dampak virus Corona. Kebijakan tersebut dinilai bisa bantu meringankan pelaku pariwisata di tengah dampak virus Corona.

“Kami menyambut baik dan apresiasi kebijakan pusat yang memberi insentif seperti keringanan pajak (PHR) tersebut,” ujar Wakil Ketua DPP Indonesia Hotel General Manager Assosiation (IHGMA), I Made Ramia Adnyana, saat dikonfirmasi NusaBali, Rabu (26/2).

Namun, kata Made Ramia, untuk lebih memastikan implementasinya di lapangan, perlu disusul dengan Juklak dan Juknis. Misalnya, bagaimana petunjuk soal keringanan pengenaan PHR, apakah langsung tidak dikenakan kepada wisatawan? “Jika petunjuknya jelas, maka pelaksanaannya akan mudah,” papar Ramia.

Paparan senada disampaikan Ketua Bali Hotel Assosiation (BHA), Ricky Putra. Dia berharap kebijakan pusat ini segera bisa disampaikan kepada para stakeholder pariwisata, sehingga bisa dilaksanakan secepatnya. Menurut Ricky Putra, dampak virus Corona memang sudah terasa, ditandai dengan tingkat hunian hotel.

Di kawasan Nusa Dua (Kecamatan Kuta Selatan, Badung), tingkat hunian hotel berada pada kisaran 30-35 persen. Sedangkan di kawasan Kuta (Kecamatan Kuta, Badung), tingkat hunian hotel berada pada kisaran 35-40 persen. Sementara di kawasan Seminyak (Kecamatan Kuta, Badung), tingkat hunian hotel berada pada kisaran 35-40 persen. Sebaliknya, tingkat hunian hotel di kawasan Sanur (Denpasar Selatan) berada pada kisaran 60-65 persen.

“Untuk kawasan Ubud (Gianyar), tingkat hunian hotel berada di kisaran 50-55 persen,” ujar Ricky. Untuk membantu mengakselarasi, Ricky berharap pihak industri pariwisata juga berkreasi menciptkan paket-paket menarik yang dapat merangsang peningkatan kunjungan wisatawan.

Di sisi lain, Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Nyoman Nuarta, juga menyambut positif kebijakan pusat yang bertujuan mengakselerasi kondisi kepariwisataan. Setidaknya, kebijakan ini dapat membantu industri pariwisata untuk berpikir dan tidak tergesa-gesa mengambil tindakan, seperti melakukan PHK. “Mudah-mudahan dampak virus Corona ini tidak seperti tragedi Bom Bali I 2002,” harap Nuarta. *asa,k17

Komentar