nusabali

Penganut Bija Kuning di Depeha Sudah Ganti Kloset dengan Kendi

Heboh Palinggih Surya Dibangun Bersebelahan dengan Kloset Tersebar di Kabupaten Buleleng

  • www.nusabali.com-penganut-bija-kuning-di-depeha-sudah-ganti-kloset-dengan-kendi

Saat ini, di Desa Depeha, Kecamatan Kubutambahan ada sekitar 20 KK penganut kepercayaan Bija Kuning. Mereka biasanya tangkil ke kamar suci guru spiritual di Desa Padangbai 6 bulan sekali pada Hari Raya Saraswati

SINGARAJA, NusaBali

Bukan hanya di wilayah Kabupaten Bangli ditemukan palinggih (bangunan suci) yang dibangun bersebelahan dengan kloset. Fenomena serupa yang dilakukan penganut aliran Bija Kuning juga terjadi di wilayah Buleleng. Hanya saja, sejumlah penganut aliran Bija Kuning di Buleleng ini telah mengganti kloset di sebelah palinggih dengan kendi.

Kawasan di Buleleng yang terdapat penganut aliran Bija Kuning hingga membangun palinggih bersebelahan dengan kloset, antara lain, Desa Depeha, Kecamatan Kubutambahan. Informasinya, bahkan ada sekitar 20 kepala keluarga (KK) penganut aliran Bija Kuning di Desa Depeha.

Salah satu penganut Bija Kuning di Desa Depeha adalah keluarga Luh Sri, 48, yang tinggal di Dusun Pengubugan. Kloset di sebelah Palinggih Surya pada halaman rumah Luh Sri tampak sudah diganti dengan kendi. Menurut Luh Sri, di bawah kendi tersebut sebelumnya memang kloset, namun sudah dibongkar.

Luh Sri menyebutkan, Palinggih Surya beserta kloset di sebelahnya itu merupakan kepercayaan Bija Kuning yang disebut juga Ngiring Pemargi. Palinggih berisi kloset ini sudah dibangun sejak 20 tahun silam. Luh Sri mengaku mantap membangun palinggih dengan konsep nyeleneh itu, setelah sembuh dari pengobatan niskala di kawasan Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem. Luh Sri sendiri mengaku sempat terkejut saat sarana pemujaannya itu viral di media sosial.

“Kami sebenarnya sudah lama, sekitar 20 tahun, membangun palinggih ini sejak saya sembuh dari sakit niskala di bagian kepala. Setelah melakukan pengobatan di sana (palinggih serupa di kawasan Desa Padangbai, Red), saya bisa sembuh dan tidak pernah kambuh lagi, kesejahteraan keluarga kami juga meningkat,” kenang Luh Sri di rumahnya yang berisi palinggih berisi bekas toilet, Selasa (4/2).

Menurut Luh Sri, keberadaan Palinggih Surya berdampingan dengan kloset di halaman rumahnya itu merupakan sarana pemujaan Sang Hyang Widhi maha tunggal. Sarana kloset yang digunakan di samping palinggih merupakan simbolis panyucian. Dalam kepercayaan Ngiring Pemargi, sarana pemujaan itu dipersonifikasikan seperti layaknya manusia, yang sewaktu-waktu memerlukan pembersihan diri.

Luh Sri menyebutkan, jika palinggih berisi kloset di rumahnya baru dibangun 20 tahun lalu, sementara palinggih serupa di Desa Padangbai bahkan sudah ada sejak 50 tahun silam. “Saya kaget juga, padahal kepercayaan ini sudah ada di Padangbai sejak 50 tahun lalu, kok baru sekarang diributkan? Saya sudah ganti kloset pakai kendi sejak 5 tahun lalu, sesuai arahan dari Padangbai. Gantinya pakai banten pengulapan dan pengambean juga,” katanya.

Pembangunan Palinggih Surya yang berdampingan dengan kloset itu, kata Luh Sri, merupakan ajaran dari guru spiritualnya di Desa Padangbai. Dan, selama 20 tahun menjalankan kepercayaan Ngiring Pamargi, keluarganya mengalami perubahan hidup dari segi kesehatan dan kesejahteraan.

Kloset yang dipasang yang masih sukla, sebagai lambang penyucian Ida Sang Hyang Widhi yang dipuja di Palinggih Surya. Namun, tidak ada ritual khusus dalam palinggih yang nyeleneh karena berdampingan dengan kloset tersebut. Kata Luh Sri, mereka menjalankan laku ritual seperti umat Hindu Bali umumnya, yakni bersembahyang tiga kali sehari, ngejot, dan melakukan piodalan di merajan, hingga sembahyang di sanggah kemulan dan kamar suci.

Sampai saat ini, kata Luh Sri, ada sekitar 20 KK penganut kepercayaan Bija Kuning di Desa Depeha. Mereka biasanya tangkil ke pusat kepercayaan di kamar suci seorang pemimpin spiritual di Desa Padangbai 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) bertepatan Hari Raya Saraswati pada Saniscara Umanis Watugunung. “Setelah tangkil ke Padangbai, tirta yang kami bawa pulang dipercikkan di sekitar rumah untuk mendapatkan kesejahteraan,” cerita Luh Sri.

Namun, kata Luh Sri, setelah kasus ini viral di media sosial, guru spiritual mereka memutuskan untuk mengganti simbol penyucian dari kloset menjadi kendi, agar tidak terjadi polemik berkepanjangan. “Kami sebenarnya biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh. Mungkin yang tidak paham melihat itu, kesannya sangat jorok. Bagi kami, kloset itu hanya simbol sebagai tempat penyucian,” tutur perempuan yang kesehariannya jadi pedagang ini.

Sementara itu, palinggih bersebeklahan dengan kloset yang sudah diganti kendi juga ditemukan di rumah milik keluarga Nyoman Sud di Banajr Dangin Pura, Desa Depeha. Informasinya, kloset sebagai simbol penyucian di rumah Nyoman Sud baru diganti dengan kendi, Selasa kemarin, setelah mendapat surat edaran dari guru spiritual di Padangbai.

Selain di Buleleng, palinggih bersebelahan dengan kloset juga ditemukan di sejumlah kawasan di Kabupaten Bangli, seperti di Kelurahan Kawan (Kecamatan Bangli) dan Desa Bantang (Kecamatan Kintamani). Seperri halnya di Buleleng, kloset sebelah palinggih di kawasan Bangli juga sudah diganti dengan kendi.

Salah satu anggota keluarga pemilik palinggih berisi kloset di Kelurahan Kawan, Kota Bangli mengatakan, Palinggih Padmasana tersebut dibangun setelah ibunya sembuh dari sakit. Awalnya, keluarga pergi ke kawasan Desa Bantang dan di sana mereka sembahyang di sebuah Palinggih Padmasana yang juga ada klosetnya.

“Setelah sembahyang di palinggih yang ada klosetnya di Desa Bantang itu, syukur ibu saya sembuh dan sakitnya tidak pernah kambuh. Padahal, sebelumnya ibu saya hampir setiap minggu pergi ke dokter untuk berobat,” kata putri pemilik palinggih berisi kloset saaat ditemui NusaBali di rumahnya kawasan Kelurahan Kawan, Jumat (31/1) lalu.

Kemudian, lanjut dia, dibangunlah Palinggih Padma di rumahnya. Nah, di sebelah Palinggih Padma tersebut dipasang sebuah kloset, karena keluarganya memiliki keyakinan bahwa Ida Batara Sesuhunan ibarat manusia, yang juga membutuhkan toilet. “Ibartkan seperti kita, yang Ida Sesuhunan juga membutuhkan toilet,” katanya.

Disebutkan, Palinggih Padmasana yang ada kloset di sebelahnya tersebut sudah dibangun 2 tahun lalu. Dia membantah keluarganya membangun palinggih berisi kloset karena mengikuti suatu aliran. “Bukan, kami bukan pengikut aliran sesat,” jelas remaja putri yang enggan namanya dikorankan ini. *k23

Komentar