nusabali

Kadek Dwita Apriani Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia

  • www.nusabali.com-kadek-dwita-apriani-doktor-ilmu-politik-universitas-indonesia

Tanggal 27 Desember 2019 menjadi hari istimewa bagi Kadek Dwita Apriani. Karena di hari itu, dia berhasil melewati ujian terbuka dan mendapat gelar ‘Doktor’ dengan predikat ‘pujian'

DENPASAR, NusaBali.com
BALI kini punya doktor perempuan dalam bidang ilmu politik lulusan Universitas Indonesia. Dialah Dr Kadek Dwita Apriani SSos MIP, peraih doktor bidang ilmu politik yang baru saja menyelesaikan disertasinya pada Desember 2019 lalu. 

Gelar doktor ini diraihnya setelah sukses mengantarkan disertasinya yang berjudul ‘Perilaku Memilih dalam Pilkada Karangasem 2015: Studi kasus Keterpilihan Bupati Perempuan di Wilayah Berkultur Patriarki’ yang dikerjakannya selama dua tahun, terhitung semenjak ujian proposal pada Maret 2017 silam hingga Desember 2019. 

Fenomena anomali dalam Pilkada Karangasem 2015 yang diangkatnya berdasarkan pada keterpilihan bupati perempuan di tahun tersebut, yakni Bupati Karangasem, I Gusti Ayu Mas Sumatri, membantah asumsi-asumsi teori yang berlaku dalam keterpilihan pemimpin daerah perempuan pada umumnya.  “Kalau kita melihat, ini latar belakangnya sedikit, kemenangan perempuan dalam Pilkada, Pilkada sejak tahun 2005, pertama kali adanya pilkada sampai tahun 2015, dalam kurun 10 tahun maupun keterpilihan anggota legislatif perempuan, itu atribusinya ada dua yang terbanyak, yaitu yang pertama perempuan itu pasti berasal dari partai besar, atau apa perempuan tersebut punya hubungan kekerabatan dengan incumbent,” ungkap doktor muda kelahiran Denpasar, 24 April 1988 ini dikutip NusaBali.com. 

Dalam pengerjaan disertasi ini tentu tak lepas dari hambatan-hambatan. Pengumpulan data yang dilakukannya antara tahun 2017-2018 ini sempat tertunda lantaran bencana erupsi Gunung Agung yang melanda wilayah Karangasem di tahun tersebut, membuat Kadek Dwita sempat kesulitan untuk melakukan pengumpulan data. 

“Lokasi penelitian itu mencakup 40 desa di seluruh Karangasem yang diambil secara random. Nah beberapa desa itu mengungsi, sehingga pengambilan data itu tidak diambil secara serentak. Jadi disertasi saya itu sempat vakum berapa lama karena erupsi Gunung Agung,” lanjut alumnus SMA Negeri 1 Denpasar ini. 

Akibat bencana erupsi Gunung Agung di tahun tersebut, Kadek Dwita baru bisa melakukan pengambilan data di bulan April 2018 ketika pengungsi telah kembali ke desanya masing-masing. “Banyak kondisi-kondisi mereka yang cukup terpengaruh dengan bencana. Dan sulit untuk membuat mereka mengingat kejadian di tahun 2015. Tapi syukurnya kita menggunakan kuisioner dan menggunakan alat bantu seperti kartu bantu dengan foto calon-calon yang ada, mengingatkan mereka akan surat suaranya yang mana mereka pilih dan kenapa memilih itu,” bebernya. 

Tertundanya disertasi ini akibat bencana tersebut tak serta merta membuat Kadek Dwita patah semangat. Dirinya mengisi jeda tersebut dengan tetap berkarya, yakni menulis. “Yang saya lakukan ketika itu terjadi adalah menulis jurnal. Termasuk menulis artikel di NusaBali juga. Jadi tetap produktif secara akademik, tetap menulis, menulis yang pada akhirnya menjadi syarat dalam disertasi itu sendiri adalah diterimanya artikel kita di jurnal internasional.”

Menulis di Harian NusaBali dilakukan Kadek Dwita di akhir tahun 2018 hingga musim Pemilu 2019. Artikel yang berupa opini tersebut dimuat sekali dalam sebulan dengan berdasarkan survei dan data yang intens. “Kenapa NusaBali buat saya menjadi spesial, karena NusaBali adalah media yang bersedia untuk mengakomodir opini yang tidak sekadar wacana. Tetapi mereka mengakomodasi bagaimana data ini dapat ditafsirkan lebih luas untuk mendidik masyarakat,” kesannya.

Dengan demikian, gelar doktor yag diperolehnya melalui disertasi keterpilihan bupati perempuan dalam Pilkada Karangasem ini merupakan hasil dari segala proses yang dilalui Kadek Dwita. Proses antara kuliah dan pengabdian pada masyarakat melalui beragam penelitian yang dilakukan selama menempuh pendidikan S3 ini menjadi orientasi Kadek Dwita. “Orientasinya proses, bukan hasil. Proses selama S3 itu jelas bukan proses yang ringan. Selama S3 itu semua tempaannya juga saya jalani. Jadi saya kuliah, juga bekerja di beberapa tempat, terlibat di beberapa perumusan kebijakan kementerian, misalnya di Bappenas, lalu saya juga terlibat di beberapa penelitian,” lanjut perempuan yang hobi travelling ini.

Ditanya soal rencana ke depannya, dirinya mengungkapkan keinginannya untuk mengajar di Bali. “Mengajar adalah mimpi saya. Jadi saya tidak akan berhenti mengajar sebelum saya tidak mampu lagi berdiri di depan kelas. Jadi saat ini saya masih Direktur Riset di Cirus Surveyor Grup, perusahaan riset khusus untuk bidang politik. Jadi arahnya memang penelitian, lembaga penelitian yang sifatnya swasta di Jakarta. Kemudian kalau untuk kampus, saya sangat ingin berkiprah di Bali,” tutur wanita yang sempat mengajar sebagai dosen di Universitas Udayana ini.*yl

Komentar