nusabali

Lontar Widhi Sastra Sudah Mengingatkan

Di Balik Ancaman Wabah Virus Corona dan ASF di Bali

  • www.nusabali.com-lontar-widhi-sastra-sudah-mengingatkan

Momentum bagi semua pihak, pemimpin (pemerintah), pandhita (tokoh agama) dan semua pihak tak terkecuali untuk bersatu saling merangkul.

TABANAN, NusaBali

JAGAT internasional, tak terkecuali Bali, kini berada dalam ancaman virus Corona. Meskipun virus ini belum terdeteksi di Bali, setidaknya virus yang telah menewaskan dan mencemaskan banyak warga di China itu, telah menghadang laju pertumbuhan ekonomi Bali. Salah satu dampaknya, kunjungan turis asal China menurun drastis dan segera menuju ke titik zero visit (nihil kunjungan) ke Bali.   

Pesan terhadap adanya intaian berbagai macam penyakit dengan skala masif termasuk virus Corona, sesungguhnya sudah tersurat dalam pustaka suci lontar tetamian (warisan) leluhur orang Bali. Salah satunya Lontar Widhi Sastra. ‘’Dalam lontar tersebut sudah disiratkan terang bagaimana ciri-ciri jagat yang keadaannya mendekati kondisi dunia kekinian, termasuk di Bali,’’ jelas Ida Pedanda Gde Wayahan Wanasari, Sabtu (1/2).

Ditemui di Griya Wanasari Sanur, Denpasar, Ida Pedanda menyatakan sesungguhnya sudah banyak orang yang tahu tentang pesan dalam Lontar Widhi Sastra tersebut.

Namun untuk mengingatkan, Ida Pedanda kembali memaparkan sekilas pesan dalam lontar itu. Khususnya yang berkaitan dengan kondisi kekinian, salah satunya wabah virus (virus Corona) serta ancaman bencana alam. Dalam Widhi Sastra disebutkan, “Ritatkala ganti bhumi kali, dewata matilar ring mayapada mantuk maring swargan mahameru, ginantyang bhuta sabhumi…,” kutip Ida Pedanda.

Artinya, jelas Ida Pedanda, ketika saatnya dunia mengalami masa kali/Kali Yuga, saat  itulah para dewa pergi dari alam maya pada, menuju sorga mahemeru. Penggantinya adalah bhuta seluruhnya. Makna bhuta dalam dalam konteks ini dalam era sekarang, papar Ida Pedanda, adalah bentuk-bentuk atau elemen-elemen kekuatan energi negatif.  “Termasuk segala macam bentuk virus. Tidak hanya Corona, tentu ada virus-virus lain,” kata Ida Pedanda yang saat walaka bernama Ida Bagus Gede Wiana.

Selanjutnya, tegas Ida Pedanda, orang-orang dirasuki bhuta, kacau balau dunia, perang tak henti-henti. Ratu ameseh lawan pada ratu, gering sasab merana tan pegat. Ngendah laraning wwang, mantra usadha punah, pandhita bingung…Diiyakan Ida Pedanda, kondisi jagat dewasa ini sangat mendekati apa yang tersurat dari pustaka Widhi Sastra, merujuk zaman Kali Yuga.

“Para pemimpin saling berselisih, musibah dan bencana  alam merundung, beragam jenis penyakit baru muncul. Ilmu  kedokteran dan sains seolah kewalahan tak mampu menanggulangi penyeberan penyakit yang dipicu virus, cendikiawan bingung sendiri,” demikian Ida Pedanda.

Selanjutnya, kejadian atau fenomena alam terakhir yang terjadi dan banyak melanda berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan Bali. Diantaranya kebakaran hutan seperti yang terjadi di Australia, bencana banjir, virus yang menyebabkan kematian ternak babi  karena serangan virus ASF (African Swine Fever) dalam jumlah besar- besaran (grubug bahasa Bali). “Kan sekarang banyak celeng ternak yang mati informasinya karena virus,” ujar Ida Pedanda.

Demikian pula penyakit pada manusia, salah satunya dipicu virus Corona yang kini mewabah di dunia hingga WHO menetapkan status darurat. Ilmu kedokteran dan kemajuan teknologi harus berpacu menemukan solusi penanggulangan untuk pengobatannya. Itulah makna dari mantra usadha punah dalam lontar Widhi Sastra tersebut. “Ilmu pengobatan sepertinya tak mempan,” ujarnya.

Memang, kata Ida Pedanda, untuk dapat memahami makna pesan yang ada dalam lontar tersebut, tidak bisa dengan berpikir secara letter lux. Tetapi mesti kontekstual. Apa yang bisa dilakukan terkait fonomena ini ? Ida Pedanda tak mencari jauh- jauh. Karena Lontar Widhi Sastra sudah memberi tuntunan. Hinarcana dewa, sang ratu mwah pandhita asadhana huti, angelaraken puja mantra pangastawa. Yang artinya, melakukan puja bakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan semua prabhawanya, bersaranakan yadnya dan melantunkan mantra pujastuti.

“Inilah saat dan momentum bagi semua pihak, pemimpin (pemerintah), pandhita (tokoh agama) dan semua pihak tak terkecuali untuk bersatu saling merangkul, merenung berdoa untuk kemaslahatan umat,’’ ujar Ida Pedanda yang menjabat  Dharma Upapati PHDI Bali ini.

Dalam konteks niskala, Ida Pedanda menyatakan untuk saling mengingatkan. Tidak saja terhadap orang lain, tetapi kepada diri masing-masing. “Pendanda sendiri juga kepada diri pribadi pedanda sendiri. Karena belum mampu memberi keseimbangan kepada alam,” ujarnya.*nat

Komentar