nusabali

Gunakan Sarana Penyu Hijau, Digelar di 18 Titik Pantai Seluruh Bali

Ritual Bedawang Yadram, Upaya Niskala yang Dilakukan Paiketan Krama Bali untuk Merawat Alam

  • www.nusabali.com-gunakan-sarana-penyu-hijau-digelar-di-18-titik-pantai-seluruh-bali

Menurut Pembina Program Suksma Bali, Ida Rsi Acharya Agni Budha Wisesanatha, secara makna dan filosofis, ritual Bedawang Yadram digelar dengan harapan agar jagat Bali tetap kokoh dan ajeg dalam menghadapi berbagai dinamika maupun guncangan

DENPASAR, NusaBali

Berbagai upaya dilakukan komponen pariwisata yang tergabung Paiketan Krama Bali untuk merawat alam Bali, sebagai wujud suksma (terima kasih) kepada palemahan (alam lingkungan), pawongan (masyarakat), dan parahyangan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), perwujudan dari Tri Hita Karana. Salah satunya, upaya niskala melalui ritual Bedawang Yadram. Ritual ini menggunakan sarana penyu hijau, digelar di 18 titik pantai seluruh Bali.

Ritual Bedawang Yadram merupakan upacara ritual penyucian, dengan tujuan memohon keselamatan, kerahayuan, dan keajegan jagat Bali. Ritual Bedawang Yadram yang dilaksanakan di 18 titik pantai seluruh Bali ini sudah menjadi bagian dari program Suksma Bali.

Ada pun 18 pantai yang dijadikan lokasi upacaa ritual Bedawang Yadram tersebut adalah Pantai Goa Selonding (kawasan Uluwatu, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung), Pantai Petitenget (kawasan Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Badung), Pantai Tanah Lot (Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan),

Pantai Pura Sri Jong (Tabanan), Pantai Rambut Siwi (Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Jembrana), Pantai Segara Rupek (Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng), Pantai Pulaki (Desa Banyu Poh, Kecamatan Ge-rokgak, Buleleng), Pantai Menjangan (Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng), Pantai Labuan Aji (kawasan Gerokgak, Buleleng), Pantai Penimbangan (Singaraja, Buleleng), Pantai Ponjok Batu (Desa Pacunng, Kecamatan Te-jakula, Buleleng), Pantai Candi Gora (Karangasem), Pantai Silayukti (Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem), Pantai Goa Lawah (Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Karangasem), Pantai Peed (desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung), Pantai Masceti (Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar), Pantai Campuhan Windu Segara (Denpasar), dan Pantai Geger (kawasan Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung).

Sesuai namanya, yang unik dari Ritual Bedawang Yadram ini adalah terkait sarana upakaranya. Dalam hal ini, sarananya adalah bedawang atau penyu hidup, yang punggungnya dirajah dengan aksara suci.

Sampai saat ini, ritual Bedawang Yadram sudah dilaksanakan di sejumlah titik lokasi pantai. Termasuk di antaranya di Pantai Selonding (Uluwatu), Pantai Gerger (Nusa Dua), Pantai Petitenget (Seminyak), Pantai Campuhan Windu Segara, Pantai Masceti, dan Pantai Goa Lawah. Sisanya, akan terus dilaksanakan hingga ritual Bedawang Yadram terlaksana di seluruh 18 titik pantai yang telah ditetapkan.

Pembina Program Suksma Bali, Ida Rsi Acharya Agni Budha Wisesanatha, menjelaskan secara makna dan filosofis, ritual Bedawang Yadram digelar dengan harapan agar jagat Bali tetap kokoh dan ajeg dalam menghadapi berbagai dinamika maupun goncangan. “Bedawang (kura-kura raksasa) adalah penyu, yang filosofinya penjaga dan pengusung bumi. Sedangkan Yadram itu suci laksana,” jelas Ida Rsi Wisesanatha saat ditemui NusaBali di sela acara acara Suksma Bali Night di Hotel Harris, Jalan Sunset Road Legian-Kuta, beberapa waktu lalu.

Artinya, ritual Bedawang Yadram adalah aktivitas suci menggunakan penyu sebagai media dengan tujuan memohon keajegan Bali. “Maknanya, kalau pemegang atau dasar bumi (penyu) ini kuat, maka Pulau Bali akan tetap ajeg,” terang sulinggih dari Griya Siwa Budha Segara Giri, Nusa Dua ini.

Kenapa harus menggunakan sarana penyu hijau, menurut Ida Rsi Wisesanantha, karena sesuai petunjuk Ida Batara. Disebutkan, ritual Bedawang Yadram memang digelar bukan atas dasar niat atau keinginan orang per orang, melainkan berdasarkan petunjuk niskala (Simak selengkapnya pada edisi besok).

Menurut Ida Rsi Wisesanantha, tidak gampang mendapatkan penyu hjjau. Masalahnya, penyu hijau merupakan satwa langka yang dilindungi Undang-undang. Untuk memperolehnya, harusnya melalui prosedur dan syarat administrasi yang ketat. Termasuk ajukan permohonan kepada Balai Konsercasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dengan melampirkan rekomendasi PHDI Bali, Paiketan Krama Bali, dan pihak terkait lainnya. Berdasarkan respons dari BKSDA itulah ditindaklanjuti menca-ri penyu hijau secara legal. Setelah sarana penyu hijau diperoleh, barulah ritual Bedawang Yadram bisa digelar.

Untuk memastikan bahwa penyu hijau benar-benar digunakan demi kepentingan ritual Bedang Yadram, kata Ida Rsi Wisesanantha, perlakuan terhadap penyu juga menjadi atensi. Termasuk dokumentasi lengkap yang harus dilaporkan kepada pihak-pihak terkait. “Bahwa penyu hijau memang benar-benar dilepas, bukan untuk hal lain,” tandas sulinggih yang semasa walaka bernama I Made Suryawan ini

Sebelum puncak upacara ritual Bedawang Yadram, ada prosesi memberi urip/pengurip dengan cara merajah punggung penyu, sesuai dengan aksara suci. Rajahan masing-masing penyu berbeda, sesuai tempat pelaksanaan upacara. “Masing-masing pantai berbeda aksaranya, sesuai petunjuk Ida Batara,” papar alumnus Fakultas Pertanian Unud angkatan 1981 ini. Tentu saja proses ini lengkap dengan banten dan perangkat upacara lainnya, sebelum dipuput pujastawa oleh Ida Rsi Wisesanatha maupun sulinggih lainnya.

Ida Rsi Wisesanantha menyebutkan, untuk program Suksma Bali Tahun 2019 lalu, permohonan mendapatkan penyu hijau dilakukan Kepala Divisi Parahyangan I Ketut Darmika dan Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Anak Agung Ngurah Surya-wan Wiranatha. Ida Rsi Wisesanatha selaku Pembina Program Suksma Bali juga ikut dalam pengajuan permohonan ini.

Selanjutnya, respons dari permohonan tersebut dimonitor dan ditindaklanjuti, di mana memperoleh penyu hijau secara legal. Apabila penyu sudah diperoleh, barulah ritual Bedawang Yadram bisa dilakukan. “Itulah antara lain proses kerjanya,” tegas Ida Rsi Wisesanatha.

Untuk diketahui, Suksma Bali sendiri merupakan gerakan moral ucapan terima kasih kepada Bali (alam, masyarakat, dan parahyangan) atas anugerah yang telah diberikan selama ini. Suksma Bali ini diinisiasi oleh Paiketan Krama Bali yang diko-ordinasikan AA Suryawan Wiranatha, mantan Sekretaris Bali Tourism Board (BTB) yang juga akademisi dari Teknologi Pertanian Unud.

Panitia Suksma Bali berisikan sebagian besar dari kalangan General Manager hotel di Bali yang tergabung dalam Indonesia Hotel General Manager Assosiation (IHGMA), dengan dukungan berbagai stakeholder, masyarakat, Pemkab/Pemkot, dan Pemprov Bali. Suksma Bali 2019 merupakan yang kedua kalinya, setelah program serupa tahun 2018 lalu.

“Suksma Bali adalah manifestasi refleksi dukungan kepada budaya dan lingkungan serta seluruh masyarakat Bali. Suksma kepada palemahan, suksma kepada pawongan, dan suksma kepada parahyangan,” tegas Ketua Panitia Suksma Bali, I Gusti Agung Ngurah Darma Suyasa. *k17

Komentar