nusabali

Cok Nindia Berharap Wedakarna Bicara Tulus

Reaksi Puri-puri di Bali Pasca AWK Dipolisikan Atas Tuduhan Klaim Jadi Raja

  • www.nusabali.com-cok-nindia-berharap-wedakarna-bicara-tulus

Panglingsir Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Ida Tjokorda Gde Putra Nindia alias Cok Nindia, berharap agar Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna tulus dalam membuat pengakuan bahwa dirinya bukan raja.

GIANYAR, NusaBali
Sebab pengakuannya ‘bukan sebagai raja’ itu akan mengikat Arya Wedakarna (AWK) untuk tidak lagi mengaku-ngaku sebagai raja di kemudian hari. “Kalau memang mengaku ‘bukan sebagai raja’, katakan-lah itu dengan tulus. Sepanjang tulus, saya yakin dia (AWK) tidak akan dimasalahkan lagi oleh pihak lain,” jelas Cok Nindia saat dihubungi NusaBali, Rabu (22/1).

Cok Nindia menegaskan, sebagai panglingsir puri dan warih Raja Peliatan, dirinya meyakini AWK pasti akan lebih dihargai masyarakat sepanjang tulus mengaku ‘bukan sebagai raja’, seperti keterangannya di media setelah dilaporkan oleh I Gusti Agung Ngurah Harta ke Polda Bali, Selasa (21/1) lalu. Apalagi, AWK adalah seorang Senator yang kini anggota DPD RI Dapil Bali.

Cok Nindia memaklumi adanya laporan ke Polda Bali terhadap AWK yang mengaku-ngaku sebagai Raja Majapahit Bali. Pasalnya, zaman sekarang Bali menganut sistem pemerintahan Republik. “Kalau memang ada raja atau kerajaan, tentu harus memenuhi syarat,” jelas mantan Sekda Kabupaten Gianyar yang mundur dari jabatannya saat maju ke Pilkada Gianyar 2013 ini.

Syarat adanya raja, kata Cok Nindia, harus mempunyai warga pendukung, wilayah, juga memiliki puri (istana), punya warisan pusaka, dan jejak sejarah yang jelas. “Jika tiba-tiba ada orang menobatkan diri dan mengaku-ngaku raja, ini tentu raja baru. Maka, tujuan penobatannya harus jelas. Kan beda halnya jika orang menyucikan diri lewat upacara eka jati, dwi jati, atau abiseka ratu, karena ada kaidah dan nilai-nilai,” tandas Cok Nindia.

Cok Nindia mengaku menyambut baik sikap AWK yang mengaku ‘bukan sebagai raja’. Namun, Cok Nindia mempertanyakan mengapa baru sekarang menyatakan diri bukan sebagai Raja Majapahit Bali?

Menurut Cok Nindia, Paiketan Puri-puri Sejebag Bali melalui paruman yang digelar di Puri Agung Peliatan, 9 Oktober 2011 lalu, dengan tegas menyatakan tidak pernah mengetahui ada Kerajaan Majapahit Bali atau sejenisnya di Bali. Dalam lembar pernyataan sikap Paiketan Puri-puri Sejebag Bali itu, berdasarkan aspek data bukti kesejarahan, Bali memang pernah di bawah kendali Kerajaan Majapahit periode 1352-1677.

Saat itu, kata Cok Nindia, pemerintahan di Bali dikendalikan oleh Dalem Ketut Shri Adji Kresna Kepakisan yang bergelar Adipati untuk mewakili Kerajaan Majapahit di Bali, didampingi para Arya. Kemudian, Adipati ini menurunkan raja-raja di Bali sampai pada Kerajaan Klungkung.

Raja Klungkung saat ini adalah Ida Dalem Semara Putra, Panglingsir Puri Agung Klungkung yang diabiseka pada 10 Oktober 2010. Ida Dalem Semara Putra juga sekaligus ditetapkan sebagai Panglingsir Agung Paiketan Puri-puri Sejebag Bali pada 6 Juni 2010.

“Menyikapi ada oknum yang mengaku sebagai Raja Majapahit Bali, kami Paiketan Puri-puri Sejebag Bali menolak dan tidak mengakuinya,” bunyi poin kelima pernyataan sikap Paiketan Puri-puri Sejebag Bali sebagaimana disitir Cok Nindia.

Sementara itu, Ida Dalem Semara Putra menyatakan munculnya femnomena kerajaan dan raja saat ini sebenarnya tidak ada masalah, sepanjang ada catatan sejarah dan didukung bukti fisik, serta tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Itu bagian dari khasanah budaya, baik raja maupun sultan sebagai informal leader (pemimpin) khusus budaya dan sosial,” ujar Ida Dalem Semara Putra saat ditemuai NusaBali terpisah di Puri Agung Klungkung di Semarapura, Rabu sore.

Di samping itu, kata Ida Dalem, tidak semua keturunan raja bisa menjadi seorang raja. Untuk di Bali, Kerajaan Gelgel sudah berdiri sendiri dan lepas dari kekuasaan Majapahit sejak pemerintahan Raja Dalem Waturenggong.

Kalau sekarang ada pengakuan sepihak sebagai Raja Majapahit Bali, itu tidak jadi persoalan bagi Ida Dalem. “Sepanjang yang bersangkutan (mengaku raja) tidak menyinggung dan mengusik kami, serta membawa nama-nama kami untuk ikut dengan klaimnya sebagai raja,” tegas Ida Dalem.

Namun demikian, Ida Dalem juga tidak menampik bahwa dirinya merupakan penerus dari keturunan Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan yang menjabat sebagai raja di Bali ketika masih di bawah pengaruh Majapahit. Karena itu, Ida Dalem diakui menjadi panglingisir yang dihormati oleh Puri-puri Sejebag Bali.

Ida Dalem menceritakan, sejak Raja Sri Bedahulu kalah melawan ekspedisi Majapahit di bawah pimpinan Mahapatih Gajah Mada tahun 1343 Masehi, maka diutuslah Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan sebagai raja pertama di Bali. Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan beristana di Samprangan (kawasan Gianyar) sejak tahun 1352 Masehi.

Setelah Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan wafat, tahta kerajaan di Samprangam diteruskan oleh putra sulungnya, Dalem Wayan yang bergelar Dalem Samprangan.

Karena pelbagai masalah di kerajaan, Dalem Samprangan kemudian digantikan oleh adik bungsunya, Dalem Ketut Ngulesir, sekitar tahun 1383 Masehi.

“Saat masa pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir inilah, pusat kerajaan dipindahkan dari Samprangan ke Sueca Linggarsapura yang kini berada di Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung,” papar Ida Dalem.

Menurut Ida Dalem, pada masa itulah Kerajaan Gelgel mencapai masa keemasannya. Pada masa ini pula Kerajaan Majapahit mulai runtuh, hingga Kerajaan Gelgel di Bali lepas dari pengaruh Majapahit. “Sejak itu, Kerajaan Gelgel tidak lagi di bawah kuasa Majapahit yang runtuh,” katanya.

Disebutkan, Kerajaan Gelgel baru berpindah dati Sueca Linggarsapura di Gelgel ke Puri Semara Jaya di Semarapura, pasca pemberontakan Ki Maruti kepada Kerajaan Gelgel tahun 1710-an. Saat itu, Puri Semara Jaya dibangun lengkap dengan Pemedal Agung, Kertha Gosa, dan Bale Kambang, dengan kotanya Semarapura. Raja yang memerintah Kerajaan Klungkung adalah Ida I Dewa Agung Jambe, yang masih keturunan garis lurus dari trah Kerajaan Gelgel.

Sampai pada 1908, saat Kerajaan Klungkung diperintah Raja Ida I Dewa Agung Jambe, terjadi perang Puputan Klungkung melawan Kolonial Belanda. Saat Perang Puputan Klungkung itu, Raja Ida I Dewa Agung Jambe gugur beserta seluruh putra mahkotanya. “Saat itu semua anggota Kerajaan Klungkung yang masih hidup diasingkan ke Lombok (NTB), termasuk keponakan dari Ida I Dewa Agung Jambe, yakni Tjokorda Gede Oka Geg,” kisah Ida Dalem.

Perlu dicatat, Tjokorda Gede Oka Geg yang diasingkan ke Lombok merupakan merupakan ayah dari Ida Dalem Semara Putra. Kemudian, Oktober 2010, Ida Dalem Semara Putra diabiseka menjadi raja (pemucuk) Puri Agung Klungkung, sebagai penerus ke-21 dari Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan. *lsa,wan

Komentar