nusabali

Harga Cengkih Anjlok, Rantai Pemasaran Harus Diperpendek

  • www.nusabali.com-harga-cengkih-anjlok-rantai-pemasaran-harus-diperpendek

Harga per kilogram yang normalnya bias Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu, merosot menjadi Rp 60 ribu – Rp 70 ribu.

SINGARAJA, NusaBali

Petani cengkih saat ini tak hanya menghadapi ancaman serangan Jamur Akar Putih (JAP), keberlangsungan tanaman cengkih juga semakin getir dengan harga cengkih yang terus merosot. Membaca kondisi tersebut pemerintah pun tak tinggal diam dan mengupayakan kestabilan harga cengkih. Dinas Pertanian berintegrasi dengan Dinas Pemberdayaan Desa dan Masyarakat (PMD) Kabupaten Buleleng merancang strategi menstabilkan harga cengkih dengan pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Upaya ini pun sudah dibicarakan secara matang dengan mengumpulkan BUMDes-BUMDes di Buleleng yang di desanya memiliki potensi cengkih.

Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta, Senin (20/1/2020) mengatakan, nantinya BUMDes bersama yang akan menampung hasil produksi cengkih petani yang kemudian langsung diserahkan kepada perusahaan rokok yang selama ini memerlukan cengkih dalam produksinya. “Dengan sistem ini kami memutus rantai pemasaran, sehingga harapannya petani cengkih bisa mendapatkan harga yang lebih pantas,” jelas Sumiarta.

Saat ini harga cengkih per kilogramnya hanya kisaran Rp 60 ribu -70 ribu per kilogram. Harga itu pun cukup menjerat leher petani cengkih untuk memenuhi biaya operasional, baik pemeliharaan tanaman cengkih maupun ongkos tenaga kerja pasca panen yang cukup tinggi. Padahal, normalnya harga cengkih harusnya di kisaran Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribuan.

Sejauh ini kata Sumiarta, Buleleng masih menjadi penghasil cengkih terbesar di Bali dengan luasan lahan mencapai 8 ribu hektare tersebar di delapan kecamatan di Buleleng. Ribuan hektare luasan lahan cengkih di Buleleng setahun terakhir mengalami penurunan produkktifitas bahkan di bawah rata-rata nasional 400 ton per hektare dalam setahun. Sedangkan Buleleng hanya mampu 300 ton per hektare setiap tahunnya.

Hal itu disebut Sumiarta karena serangan JAP yang sangat mengkhawatirkan tanaman cengkih tak hanya di Buleleng bahkan di seluruh Bali sudah menjangkiti hampir 50 persen dari luasan total. Sumiarta pun mengatakan Dinas Pertanian secara terintegrasi dengan Dinas Provinsi dan juga pusat sudah melakukan penanganan JAP dengan berbagai program. Salah satunya dengan pemberian sekolah lapang, bantuan trichoderma dan program tuntas JAP 2020 yang sedang disiapkan di Buleleng dengan pengembangan cengkih grafting. Tanaman cengkih dikombinasikan dengan batang tanaman masih dalam satu varietas yang tahan dengan kemarau dan hama. Program ini rencananya akan direalisasikan di tahun 2020 ini.

Sementara itu program terintegritas dengan pemberdayaan BUMDes, menurut Kadis PMD Made Subur, dapat membuka peluang kerja masyarakat di desa. Selain juga peluang berkembangnya BUMDes yang selama ini masih dikelola dengan unit usaha yang sangat umum. “Ini sangat bagus dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan di desa, tak hanya mengelola hasil panen cengkih tetapi BUMDes juga bisa menyiapkan tenaga petik cengkih. Nanti ada MoU dengan buyer,” jelas mantan Kalak BPBD Buleleng itu.

Dirinya pun menjelaskan jika BUMDes yang mengelola hasil panen cengkih petani dapat mengetahui kualitas cengkih di masing-masing desa. Rencana progresif ini pun hanya perlu ditindaklanjuti dengan pemetaan jumlah produksi cengkih oleh Perbekel setempat. “Berapa yang dihasilkan di desa tersebut sehingga bisa disinergikan dan dikerjasamakan dengan BUMDes,” jelas Kadis Made Subur.*k23

Komentar