nusabali

Pantang Dikubur, Jenazah Jro Putus hanya Dikurung Ancak Saji

Tradisi Unik Upacara Pitra Yadnya di Desa Adat Muntigunung, Kecamatan Kubu, Karangasem

  • www.nusabali.com-pantang-dikubur-jenazah-jro-putus-hanya-dikurung-ancak-saji

Berdasarkan keyakinan di Desa Adat Muntigunung, Jro Putus adalah orang yang disu-cikan, karena menguasai ilmu pengetahuan di bidangnya masing-masing sesuai profesinya, yang diperoleh setelah melalui tahapan upacara hingga tingkatan terakhir

AMLAPURA, NusaBali

Desa Adat Muntigunung, Des Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem memiliki tradisi unik dalam hal pelaksanaan upacara Pitra Yadnya. Khusus bagi Jro Putus (setingkat wiku/sulinggih) yang meninggal dunia, jenazahnya pantang untuk dikuburkan. Jenazah hanya diletakkan di atas tumpang salu, lalu dipagari ancak saji (anyaman bambu) agar tidak diganggu binatang liar di Setra Desa Adat Muntigunung.

Berdasarkan keyakinan di Desa Adat Muntigunung, Jro Putus adalah orang yang disu-cikan, karena menguasai ilmu pengetahuan di bidangnya masing-masing sesuai profesinya, yang diperoleh setelah melalui tahapan upacara hingga tingkatan terakhir. Jro Putus banyak macamnya, ada Jro Putus bidang bebantenan (tukang banten), Jro Putu bidang pertukangan, Jro Putus untuk muput upacara, hingga Jro Putus sebagai balian (dukun).

Tahapan untuk bisa mencapai gelar Jro Putus diawali dengan menjadi Jro Mangku. Selanjutnya, ditingkatkan status sosialnya menjadi Jro Putus, melalui upacara besar (mawinten gede) dengan kurban celeng mecaling (babi bertaring), angsa, dan kambing.

Khusus untuk Jro Putus yang tugasnya muput upacara, statusnya sudah setingkat sulinggih. Tugas Jro Putus pemuput upacara ini adalah memimpin upacara dari tingkat ba-wah seperti piodalan di pura hingga upacara besar semisal Karya Mamungkah lan Nubung Daging. Begitu juga untuk upacara Manusa Yadnya, mulai dari upacara telu bulanan (tiga bulan), potong rambut, metatah (potong gigi), hingga pawiwahan. Sementara untuk upacara Pitra Yadnya, betugas muput karya mulai dari ngaben hingga ngeroras.

Sesuai tradisi, jika meninggal dunia, jenazah Jro Putus tidak boleh dikuburkan. Je-nazahnya juga tidak boleh langsung diabenkan, karena harus menunggu prosesi ngaben massal 5 tahun sekali. Itu sebabnya, jika Jro Putus meninggal dunia, prosesinya selama di rumah duka sama dengan orang meninggal pada umumnya, seperti melakukan prosesi atiwa-tiwa atau memandikan jenazah, dengan banten pejati ke Palinggih Sanggar Surya dan Sanggah Kamulan, dilengkapi punjung putih kuning di sisi jenazah, dan segehan lima tanding di teben jenazah.

Selain itu, krama setempat juga membuat bangunan tumpang salu dengan tinggi 1,5 meter, panjang 2 meter, lebar 1 meter. Tumpang salu itu terdiri dari dua lantai, berbahan bambu. Karena jenazahnya tidak boleh dikubur, maka setelah berada di setra, jenazah Jro Putus yang terbungkus kain kafan diletakkan di atas tumpang salu tersebut. Jenazah hanya diperlihatkan bagian wajahnya. Agar jenazah aman dari gangguan binatang liar di setra, maka dipagari ancak saji dengan tinggi sekitar 2 meter, panjang 2,5 meter, dan lebar 2 meter.

Pangliman (Petajuh) Desa Adat Muntigunung, Dr Drs I Made Regeg MSi, mengatakan tidak sembarang krama yang meninggal jenazahnya ditempatkan di atas tumpang salu dan tanpa dikubur. "Hanya Jro Putus yang tingkatannya setara sulinggih yang tidak dikubur dan jenazahnya ditempatkan di atas tumpang salu," jelas Made Regeg saat dihubungi NusaBali di kediamannya di Desa Adat Muntigunung, Sabtu (4/1) lalu.

Menurut mantan Bendesa Adat Muntigunung 2000-2005 ini, jenazah Jro Putus dibiarkan berada di atas bale tumpang salu sampai hancur, hingga tinggal hanya tulang dan tengkorak. Jika tiba saatnya menggelar upacara ngaben massal di Desa Adat Muntigunung, hanya diambil sejumput tanah di areal tumpang salu jenazah Jro Putus itu secara simbolis.

“Nah, sejumput tanah itulah yang dijadikan perwujudan Jro Putus untuk diabenkan. Sedangkan tulang dan tengkoraknya dibiarkan, hingga nantinya akan terkubur dengan sendirinya setelah ngaben massal digelar,” papar Made Regeg. Khusus untuk upacara ngaben buat Jro Putus, kata Made Regeg, sekah kojongnya ditempatkan di Padma, bukan di Bade umumnya.

Sementara itu, mantan Bendesa Adat Muntigunung 2007-2010, I Gede Agung Pasrisak Juliawan, mengatakan untuk menjadi Jro Putus, tidak harus menganut garis keturunan. Siapa pun bisa menyandang gelar Jro Putus, asalkan melalui proses tahapan sesuai tradisi yang berlaku di Desa Adat Muntigunung.

Tahapan upacara pasca Jro Putus meninggal dan jenazahnya diletakkan di atas bale tumpang salu, kata Agung Pasrisak Juliawan, tiga hari kemudian pihak keluarga duka kembali ke setra untuk membawakan segenap upacara. Istilahnya, menggelar upacara nundunin (membangunkan). Selama 3 hari sebelumnya, Jro Putus dianggap masih tidur.

"Biasanya, Jro Mangku atau yang bertugas ngantebang banten mengalami kerauhan (kesurupan) saat upacara nundunin. Saat itulah akan terungkap apa penyebab Jro Putus meninggal, bisa karena sakit atau sebab lainnya," kata Gede Agung Pasrisak Juliawan, yang kini menjadi Perbekel Tianyar Barat.

Menurut Gede Agung Pasrisak, selama November-Desember 2019 tercatat ada 7 Jro Putus di Desa Adat Muntigunung yang meninggal dunia. Termasuk di antaranya Jro Sudiana, Jro Wisni, dan Jro Rinten. "Banyak ada Jro Putus di Desa Adat Muntigunung," paparnya.

Desa Adat Muntigunug sendiri melingkupi 6 banjar adat dan 4 banjar dinas. Keenam banjar adat itu masing-masing Banjar Adat Bangun Sakti, Banjar Adat Kalpa Gedongan, Banjar Adat Sari Mukti, Banjar Adat Pole Asri, Banjar Adat Batu Bulih, dan Banjar Adat Dauh Tukad Suukan. Sedangkan 4 banjar dinianya adalah Banjar Munti Gunung, Banjar Muntigunung Kangin, Banjar Muntigunung Kauh, dan Banjar Munti Gunung Tengah. Penduduk paling padat berada di Banjar Muntigunung, berjumlah 5.674 jiwa. *k16

Komentar