nusabali

Kemarau Panjang Usai, Ulat Jati Menyerbu

  • www.nusabali.com-kemarau-panjang-usai-ulat-jati-menyerbu

Wabah ulat jati terjadi hampir di seluruh kebun-kebun jati se-Kabupaten Jembrana. Peristiwa serupa terjadi pada sekitar tahun 2016 lalu.

NEGARA, NusaBali
Musim hujan pascakemarau panjang pada awal 2020 ini, memicu wabah ulat jati di sejumlah perkebunan jati di Kabupaten Jembrana. Wabah ulat jati ini membuat khawatir warga yang bermukim di sekitar perkebunan. Pasalnya, ulat jati yang berwarna hitam dan sedikit berbulu, ini kerap masuk ke dalam rumah warga, hingga membuat penghuni rumah merasa risih.

Seperti dialami sejumlah warga di dekat salah satu kebun jati sebelah utara Pura Puseh Desa Adat Batuagung, Banjar Taman, Desa Batuagung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, Rabu (15/1). Beberapa warga penyanding kebun jati seluas 1 hektare ini mengaku, serangan ulat dari kebun jati ke areal pekarangan rumah itu terjadi sejak Jumat (10/1) lalu. “Waktu awal-awal lima hari lalu (Jumat, 10/1), bahkan sampai masuk ke dalam kamar. Tower air juga dikerumuni, sampai-sampai saya sekeluarga takut pakai airnya, karena takut nanti gatal-gatal,” ujar salah seorang warga setempat, Ketut Minata, 43.

Menurutnya, meski sudah berkurang, namun serangan ulat ke rumahnya yang tepat bersebelahan dengan kebun jati milik salah satu tetangganya, itu sangat merepotkan. Hampir setiap hari, Minata bersama istrinya harus menghalau ulat dalam jumlah banyak agar tidak kembali masuk ke kamar tidur ataupun dapur, dengan cara menyemprotkan racun serangga.

“Hampir setiap hari kami semprot, dan tetap muncul, karena memang terlalu banyak jumlahnya. Kejadian rumah kami diserang ulat bulu sampai begini ini, juga sudah beberapa kali terjadi. Kalau tidak salah waktu tahun 2016 dan 2017, juga ada serangan ulat begini,” ucapnya.

Sementara itu, laporan serangan ulat di Banjar Taman, Rabu kemarin, langsung direspons petugas Pengendali Organisme dan Pengganggu Tanaman (POPT) Dinas Pertanian dan Pangan (PP) Jembrana. Dari hasil pengecekan, ulat yang berasal dari kebun jati ini dipastikan merupakan ulat jati, dan bukan merupakan ulat bulu. “Kalau ulat bulu, bulunya lebat. Ini kami pastikan adalah ulat jati, yang memang khusus memakan daun jati, dan berkembang biak di kebun-kebun jati. Memang kalau ulat jati ini juga bisa membuat gatal, tetapi tidak separah ulat bulu,” ujar Koordinator POPT Dinas PP Jembrana I Made Kerta, yang turun bersama sejumlah jajaran Petugas POPT Kecamatan Jembrana.

Menurut Kerta, dari laporan beberapa petugas POPT di 5 kecamatan se- Jembrana, wabah ulat jati yang menggerogoti daun-daun jati ini juga terjadi hampir di seluruh kebun-kebun jati se-Jembrana. Meski tidak berbahaya, wabah ulat jati yang sampai masuk ke rumah-rumah warga, ini kerap membuat risih. Untuk menghalau ulat jati tersebut, bisa digunakan insektisida (racun serangga). Namun dibanding mengunakan insektisida, lebih aman menggunakan cara disapu untuk kemudian dibakar, atau langsung menggunakan daun kelapa kering yang dibakar.

“Lebih aman kalau dibakar. Karena kalau pakai insektisida, itu kan racun, dan berbahaya kalau ada anak-anak. Apalagi kalau disemprotkan di dalam kamar. Sebenarnya, ulat ini juga ada pemangsa alaminya, yakni burung-burung. Jadi lebih baik lagi, sebenarnya alam dijaga, dan hentikan perburuan burung-burung di alam liar,” ucapnya.

Terkait serangan ulat jati dalam jumlah banyak ini, diakui Kerta, juga sempat terjadi sekitar tahun 2016 lalu. Di mana, sebelum muncul serangan ulat bulu itu sempat terjadi kemarau panjang, sehingga begitu memasuki musim hujan, ulat-ulat yang membutuhkan nutrisi untuk menjadi kepompong sebelum menjadi kupu-kupu, ini berusaha mencari makan secara bersamaan ketika tiba musim hujan.

“Makanannya, ya khusus daun jati. Tetapi meskipun daun jati habis dimakan, tidak masalah bagi daun jatinya. Untuk siklus ulat yang sampai masuk ke rumah-rumah, ini biasanya terjadi paling tidak seminggu, dan sebenarnya akan hilang sendirinya. Tetapi kembali lagi, kalau sampai masuk ke rumah, kadang orang risih, dan merasa terganggu,” ucap Kerta. *ode

Komentar